Adisti gairah dibalik jilbab 7

Gak kerasa, panggilan Pagi udah berkumandang. Aku bangun, masih senyum-senyum sendiri inget apa yang terjadi semalem sampe akhirnya ini semua selesai. Ya, aku minta mereka beresin kamar ini jam tiga pagi, dan abis itu aku langsung mandi baru tidur.

Sumpah, rasanya munafik banget aku ngelakuin kewajiban pagi ini, tapi inilah aku. Seliar-liarnya pikiranku tentang seks, aku masih mencoba buat jadi orang yang lebih baik lagi. Dan setelah selesai, aku langsung keluar kamar masih dalam keadaan bugil.

Kubuka jendela belakang, berdiri di balkon belakang sambil ngeliatin langit yg masih gelap, sinaran mentari di ujung horizon yang biasanya keliata semburatnya bahkan gak nembusin sang mega yang begitu sombong bertengger di sana, memuntahkan muatan kesejukan yang begitu dinantikan sama semua orang.

Ah, rintik hujan selalu ingetin aku tentang semua keindahan yang sekejap lalu bercengkrama di atas jemariku yang sekarang aku taro di bawah air curahannya. Sejuk banget, bahkan sesekali keliatan nyala langit yang berkobar, merobek mega dengan kilatannya yang cepet.

Semua kenangan itu terkonstelasi hebat di kepala, entah kenapa seolah sejenak aku bisa lupain Nino sama kedua anak-anakku saat aku dientot abis-abisan sama mereka. Bahkan rasanya aku masih bisa ngerasain semua titit-titit itu ngejajah lubang-lubang kenikmatan aku.

Wangi hujan masih terdistorsi sama angin yang berembus cukup dingin, ujan ini bahkan gak berehnti dari pas aku godain tiga keponakan aku sore kemaren. Tapi, ujan semaleman ini mungkin akan ngebuat satu masalah baru di wilayahku, banjir.

“Tan,” panggil suara itu, di belakangku, “boleh ke sana?”

“Sini aja Daf,” kataku pelan. Dia berdiri di sebelah aku, badannya bener-bener macho banget deh, asli.

“Gak dingin apa Tan, telanjang bulet di balkon?”

Aku gelengin kepala, “sama sekali gak kok, udah biasa.”

Daffa terus pegang tanganku yang ada di handrail ini, anget banget rasanya. Dia mandang ke arah aku, senyum dengan wajah yang merah di bawah temaramnya pendaran cahaya di pagi ini. Entah apa yang mau dia sampein, kayak ada sesuatu yang keliatan ganjel.

“Aku sayang sama Tante,” katanya pelan, “aku cinta sama Tante.”

“Jujur, aku enggak pernah bayangin bisa lakuin hal kayak gini sama Tante,” katanya lagi, dia nundukkin pandangannya.

“Kenapa?” tanyaku pelan, “kamu kan udah punya Dinda,” kataku menyebut nama kekasihnya.

Dia gelengin kepala, “gak akan pernah ilangin cinta pertama aku ke kamu, Adisti.”

“Muka kamu masih unyu pas kayak kamu kocokin titit aku dulu,” katanya pelan.

Aku terdiam, mandang keponakan yang udah jamah liang sanggama aku berulang kali ini, “semoga kamu bisa move on ya Daf, aku lakuin ini just for fun,” kataku pelan.

Dia gelengin kepala, “tapi cinta aku beneran ke Tante,” katanya sambil genggam tangan aku, “dan aku akan buktiin itu.”

Deg!

Sumpah, mukanya unyu banget pas dia ngomong gitu. Dia yang cuma pake bokser keliatan banget kalo tititnya ngaceng. Tempting sih pagi-pagi gini, biasanya dientot Nino, eh ada cowok laen yang notabenenya lebih ganteng dari Nino ada di depanku.

“Aku pipis dulu ya,” kataku, niatnya abis itu ngentot sama Daffa, tapi Daffa tarik tangan aku.

“Di sini aja, sayang.”

Daffa gendong aku, dia tumpu badan aku di handrail sementara mukanya langsung turun ke selangkanganku, “Aaaaah! Da…, Daffaaah!” aku mendesis saat mulutnya langsung memagut bibir vaginaku.

Sumpah demi apapun! Aku lagi kebelet pipis!

Tarian lidah Daffa di bagian atas liang sanggamaku bener-bener ngebuat aku melayang. Rasa geli sama ngilu nahan pipis semua jadi satu. Bahkan aku ngerasa lidahnya kayak nyentuh urethral aku. Ampun rasanya, geli, ngilu, melayang semua jadi satu,

Seraya lidah Daffa nyapu liang sanggama aku, sesekali neken bagian urethral sampe ke klitoris, bibirnya terus memagut labium minusku.

Sumpah demi apapun! Rasanya enak tapi aku gak tahan!

“Aaaah! Daaaffhh!” kataku melenguh menikmati cunnilingus yang dilakuin Daffa, “Disti mau pipiiiiisshh!” kataku mendesis.

“Udaaaaah,” kataku sambil dorong kepalanya, “Daffaaaah, aku mau pipiiiiissh.”

Daffa makin menekan kepalanya kuat-kuat ke arah tubuhku yang meronta-ronta. Gila, aku gak ngerti, kenapa dia malah nahan aku di handrail ini biar gak kemana-mana? Aku gak pernah lakuin ini sebelumya, bahkan sama mantan-mantan aku.

“Daffh,” lenguhku, “Aaaaaaaaaaaaaaaaaah!”

Seeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeer!

Entah apa ini namanya, rasanya begitu nikmat dan lega pas pipisku keluar dari saluran kencing aku, nguras semua isinya. Dan abis itu Daffa langsung telen itu semua, iya semua! Demi apapun! Dia bener-bener gila udah minum pipis aku.

Abis dia minum pipis aku, dia terus kecup manja memek aku. Dia jilatin dari labium ku turun ke perineum terus lanjut jilatin anus aku. Dia lakuin itu naik turun, dari klitoris sampe anus aku. Demi apapun rasanya geli banget, dan karena biasa dientot Nino pagi-pagi, makanya birahi aku langsung bangkit.

“Ka…, kamu,” kataku pelan, “jorok Daff.”

Daffa terusan senyum, “aku udah bilang, aku cinta kamu Adisti.”

“Aku akan lakuin apapun buat kamu,” kata Daffa, “tapi aku mau kumur dulu yah.”

Daffa pergi dari balkon ini, gak lama kedengeran suara dari kamar mandi, ninggalin rasa geli yang bener-bener bangkitin gairah aku buat dientot lagi pagi ini. Semua saraf sadarku berasa udah putus entah kemana, rasanya bahkan aku pengen banget dientot sama Daffa, Nanda, Andri, bahkan Anto.

Daffa balik lagi, muka gantengnya merah banget pas ngeliat badan polos aku. Matanya gak lepas dari ngeliat sepasang payudara 38K ini. Titit 17 cm nya udah ngaceng kenceng banget. Denyutnya kenceng banget, di atas pembuluh vena yang keliatan tebel biarpun jauh dari sini.

Dia angkat badan aku, sumpah aku suka banget digendong gini. Kuapit dua pahaku di perutnya, sementara tanganku manja gelayutan di pundaknya. Tangan keker Daffa nahan badan aku di kedua pahaku, kita ada dalam posisi standing kalo kata orang-orang mah.

Mukaku sama muka merah dia deket banget, gak aku sangka, keponakanku sekarang yang lagi nikmatin romansa di pagi hujan ini,“I love you, Adisti,” katanya pelan.

Dia langsung memagut bibir aku, kasih morning French kiss yang bener-bener hangat dan kerasa banget ada cinta di seluruh aliran darahnya. Aku sambut badan Daffa dengan dekap dia erat-erat, sementara aku terus gerak-gerakin pinggulku buat nyesuaiin posisi tititnya.

“Hmmph! Hmmmph!” gumam kami saat dua pasang bibir kami saling berpagut, bertarian lidah, saling menggelorakan birahi di pagi ini.

Daffa juga terus nyamain posisi tititnya yang ngaceng keras itu ke badan aku. Baik aku sama Daffa saling berusaha buat bikin dosa nikmat itu pagi ini, dan setelah agak lama, dia akhirnya lepasin ciumannya, “gak bisa sayang, memek kamu kelewatan rapetnya.”

Aku senyum ke arah dia, perlahan terus turun dari gendongannya dan numpuin badan aku di handrail, seraya ngangkat pantat aku tinggi-tinggi ke arah Daffa yang saat itu langsung ngarahin tititnya ke memek aku dengan napas yang berat menderu.

“Masukin langsung Daf,” kataku pelan, “tante udah gak tahan.”

Cleeeep!

“Aah,” lenguhku pelan, saat hanya sebagian kecil kepala tititnya masuk ke liang sanggamaku.

Cleeeeeep!

“Aaaaah, teruuus,” lenguhku pelan, dan hanya setengah kepala tititnya berhasil menistakan liang sanggamaku.

“Memek kamu udah becek gini sayang, tapi rapet banget,” kata Daffa, dia ambil ancang-ancang lagi.

Cleeeeeeeeeeeep!

“Aaaaaah!” aku sedikit teriak, rasa perih dan nikmat yang berpadu saat semua kepala tititnya sudah menjajah liang sanggamaku dengan begitu gagahnya.

“Perih sayaang,” lenguh Daffa, “rapet banget memek kamu Adisti,” lenguhnya seraya menggenggam kuat-kuat lekuk pinggulku.

Cleeeeeeeeeeeeeeeeeep!

“Aaaaaaasssh!” kataku mendesis, nikmatin perih dan nikmat yang terdistorsi saat setengah titit Daffa ngejajah memekku.

“Ampun sayang, ini rapet banget,” kata Daffa.

“Itu udah basah kok,” kataku sambil nahan rasa geli yang semakin menggeliat di dalem memek aku.

Cleeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeep!

“Aaaaah! Aaaasssh!” aku mendesis lagi, rasa perih itu semakin ilang, diganti sama rasa nikmat yang terus dateng barengan geli yang mulai kerasa di ubun-ubun kepalaku.

Daffa masih genggam pinggul aku kuat-kuat, dan dia mundurin lagi pinggulnya buat nistain memekku lagi.

Cleeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeep!

“Aaaaaaaaaaaaaaaah!” aku ngedesah lagi, tapi aku belom ngerasain titit Daffa mentok sekarang.

Cleeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeep!

“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaah!” aku ngedesah, lega saat serviks aku kerasa dicium mesra sama kepala tititnya Daffa yang saat itu cuma diem.

“Uuh!” Daffa melenguh sambil genggam pinggul aku kuat-kuat, “enaknya Sayaang memekmu, nyut-nyutan banget.”

Pelan tapi pasti, Daffa gerakin pinggulnya, dia kayak agak kesulitan buat ngeluarmasukin kejantanannya yang sekeras batu itu di memek aku. Tangannya langsung ngeraih nenen aku dari posisinya sekarang, dan setelah kedua tangannya sibuk milin-milin pentilku, dia mulai ngerakin pinggulnya.

Clep! Clep! Clep! Clep! Clep! Clep! Clep! Clep!

“Aaah! Aaah! Aaah! Aaah! Aaah! Aaah! Aaah! Aaah! Aaah!” aku ngedesah pelan, menikmati jajahan titit Daffa di memek aku.

Rasa geli sisa tarian lidahnya tadi masih ada, semuanya terkumpul dengan cepat. Semua rasa geli nikmat yang bergerumul dari ujung kepala sampe ujung kakiku tersirat di antara dinginnya udara pagi kota ini yang masih diguyur hujan deres.

“Dikit lagi Daaaaffhh,” lenguhku, seraya pinggulku nyamain irama pinggulnya buat semakin cepat ngeraih orgasme pertamaku pagi ini.

Semakin lama, badanku semakin geli, tulang punggungku berasa ada aliran nikmat yang langsung memuncak, berkumpul di memekku, seraya aku makin menggelinjang dan bergetar.

“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaah!”

Kuteken-teken kuat-kuat pinggulku ke arah tikaman titit Daffa, seraya seabis itu aku gigit sendiri bibirku agak kenceng, ngerasain betapa nikmatnya persanggamaan pagi ini.

Clep! Clep! Clep! Clep! Clep! Clep! Clep! Clep!

Daffa masih ngelakuin gerakan rekursif dengan konstan, dan gak lama, seabis semua nikmat yang terasa begitu tinggi layaknya Olympus itu aku mulai ngerasain lagi geli yang ngejalar di sekujur memek aku. Panjangnya titit Daffa yang bener-bener bisa nyium-nyium manja serviks aku seolah ngebuat semuanya semakin cepet.

Clep! Clep! Clep! Clep! Clep! Clep! Clep! Clep!

“Aaah! Aaah! Aaah! Aaah! Aaah! Aaah!” aku gak bisa hentiin gerakan pinggulku yang nyamain irama gerakan Daffa, sumpah memek aku kerasa gatel banget.

Demi apapun! Aku gak pernah ngerasain gatelnya memek aku segatel ini.

“Daaaffh!” lenguhku pelan, “yang laeen manaaaah?”

Ingatan aku seolah balik kayak semalem, pas aku dientot secara brutal, membabi-buta, dan asal-asalan sama keempat cowok itu. Dan gak ada jawaban dari Daffa yang masih ngeremes sepasang nenen 38K aku seraya milin-milin pentilnya.

Dia pun jilatin kuping kiri aku, sumpah rasa geli itu makin lama makin menjadi-jadi. Sumpah demi apapun! Aku gak bisa nahan ini lebih lama lagi, geli yang kekumpul di sekujur badan aku langsung memusat di memek aku, dibarengin sama badan aku yang menggelinjang begitu hebat.

“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaah!” aku teriak, menikmati tiap detik orgasme sambil neken-neken pinggulku.

“I love you, Adistiiiiiii,” lenguh Daffa.

Cruuuuuuuuuuuuuuuuuuut! Cruuuuuuuuuuuuuuut! Cruuuuuuuuut! Cruuuuuuuut! Cruuuuuuut!

Aku orgasme barengan sama meledaknya benih cinta Daffa yang gak seberapa banyak masuk, menelusup ke setiap milimeter memek aku yang sekarang masih kerasa gatel. Aku masih neken-neken memek aku, tapi aku ngerasa titit Daffa udah letoy.

Cloooop!

Titit Daffa langsung keluar begitu aja kayak kelempar dari memek aku. Sang titit 17 cm miliknya langsung letoy, keliatan dari sini.

“Aaah, Daffaaaaaaah,” lenguhku, kecewa karena memek aku masih begitu gatel, sementara aku udah berjanji gak mau muasin diri pake dildo.

Sialan! Ini pasti gara-gara terakhir dientot sama Anto!

Pas orgasme terakhir semalem, aku pas dientot Anto. Tititnya paling gede, tapi kayaknya enggak banget kalo aku mohon-mohon sama Anto buat dientot pagi ini. Kalo Andri sama Nanda, aku gak yakin bisa muasin aku dengan titit mereka.

“Anto tidur di mana Daff?” tanyaku, nahan malu.

“Di ruang tamu sayang,” kata dia pelan, “jangan bilang kamu mau ke Anto?”

Aku gak gubris omongan dia, aku langsung ke ruang tamu di bawah, sementara tangan aku ditahan Daffa. Aku bener-bener gak peduli, semua nafsu birahi aku seolah udah gak peduli sama sosok gendut, item, dan jeleknya Anto yang saat ini bener-bener tidur di sofa ruang tamu.

Titit! Entot! Orgasme!

Cuma kata-kata itu yang terus muter di kepala aku, pas aku liat Anto cuma tidur pake bokser, dan dia keliatan begitu pules saat ini. Agak ragu rasanya aku deketin sosok yang masih terlelap itu, tapi sumpah demi apapun, aku gak kuat lagi nahan rasa pengen dientot tititnya Anto.

“Tan, jangan Tan,” kata Daffa, “aku gak rela kamu dientot Anto,” kata Daffa coba buat nahan aku, tapi aku gak peduli.

Aku turunin sepenuhnya bokser Anto, dan muncullah titit yang masih belom ngaceng tapi keliatan panjang dan gemuk itu. Jembutnya bener-bener lebat dan masih kecium peju yang kecampur sama cairan cinta aku yang agak kuat di tititnya.

Bahkan, bekas cairan persanggamaan semalem masih keliatan ada dan mengering di sekujur tititnya. Testisnya yang item legam juga keliatan kendor, ugh sumpah kenapa aku bener-bener sange sama kakak tiri aku yang aku benci ini yah.

Aku terus berlutut, dan ngelahap titit Anto.

Claaap!

Ugh! Rasanya masih asin dan asem jadi satu. Jemari tanganku mulai ngeremes testis Anto, dan gak lama dari itu, titit Anto langsung perlahan mengeras, dan akhirnya titit 19 cm itu bangun dengan sempurna, seraya dengan terjaganya Anto dari lelap yang menenggelamkannya seabis tragedi perzinahan semalem.

“A…, Adisti!” Anto gak percaya.

Aku langsung naek di atas perutnya, dan dengan nahan rasa yang bener-bener gak ketahan, aku dekap Anto dari posisi ini, terus langsung nyium bibirnya.

Bangsat! Kenapa aku malah ketagihan!

Aku gak tahu, pas aku bayangin betapa kulit aku yang putih banget ini keliatan kontras sama kulitnya Anto yang item itu, aku ngerasa horny sendiri.

“Hmmmmph! Hmmmmph! Hmmmmph! Hmmmmph! Hmmmmph!” kami bergumam di atas tarian lidah dan pagutan bibir ini, dan gak lama aku ngerasa kepala tititnya Anto udah berada di bibir liang sanggama aku.

Aku udahin ciuman itu dan posisin diri di atas badannya Anto, “tahan ya Mas kalo perih,” kataku yang ada di posisi lead cowgirl.

Cleeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeep!

“Hmmmmmmph!” aku melenguh sambil gigit bibir aku sendiri, saat kepala titit Anto udah masuk semua, aku ngeliat Anto meringis nahan perih.

Cleeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeep!

“Aaaaaaaaaaaaaaah!” aku ngedesah pelan saat seluruh titit 19 cm Anto udah tenggelam di memek aku.

“Perih Deeeek,” lenguh Anto, “ruapet tenan tempikmu,” puji Anto, dia masih meringis.

Bangsat! Titit kakak tiri aku bener-bener berasa penuh di dalem liang sanggama aku. Tiap milimeter vaginaku seolah berteriak gembira dapet titit segede dan segendut ini.

Cleep! Cleep! Cleep! Cleep! Cleep! Cleep! Cleep! Cleep! Cleep!

Aku memulai gerakan rekursifku di atas tititnya Anto. Aku naek turunin pinggulku, sementara Anto dengan sigap langsung dempetin kedua pentilku dan langsung ngisep barengan.

“Aaaah! Aaaah! Aaaah! Aaaah! Aaaah! Aaaah!” aku ngedesah saat titit Anto bener-bener aku keluarmasukin, sementara Anto cuma sibuk ngeremes nenen aku sambil ngisep, jilat, dan gigit-gigit kecil pentilku yang saat ini makin menambah kenikmatan bersanggama pagi ini.

Gak lama, badan aku kerasa bergetar parah, kenikmatan titit Anto bener-bener ada di level yang berbeda. Daffa udah enak tititnya, tapi ibarat cuma sebuah mesin Inline-6 yang torsinya mantap, tapi masih belum bisa nyaingin kenikmatan mesin V8 yang punya torsi dan tenaga lebih mumpuni, apalagi kalau pakai flat-pane crankshaft. Ya ini, ibaratnya tititnya Anto.

Cleep! Cleep! Cleep! Cleep! Cleep! Cleep! Cleep! Cleep! Cleep!

Rasa geli dan nikmat itu langsung memuncak begitu cepat, aku langsung percepat gerakan rekursif aku. Anto yang dari tadi diem akhirnya ikut imbangin gerakan pinggulku dengan gerakannya yang makin ngebuat memek aku berasa disesaki sama titit item Anto yang jelek dan gendut ini.

Badan aku menggelinjang di atas perutnya, bergetar dengan hebat seraya rasa geli itu langsung meledak, begitu sempurna dan panjang.

“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaah!” aku menikmati orgasme panjang itu, seraya masih gerakin pinggulku, kali ini semakin cepat.

“Masih gateeeeel,” kataku lirih, “Daffaaa, pantat aku nganggur niiih,” kataku sambil liat Daffa yang ternyata dari tadi ngocok sendiri tititnya ngeliat aku ngentotin Anto.

Aku berhenti sejenak, nungguin titit Daffa yang sekarang udah ngaceng lagi. Gak lupa dia lumurin anus aku pake pelumas yang sengaja dia bawa, dan dia pun mulai ngejajah lubang surga keduaku.

Cleeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeep!

“Uuuuuh! Enaaaak!” kataku lirih, saat kepala titit Daffa masuk semua di anusku.

Cleeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeep

“Aaaaaaah!” lenguhku, dan gak lama, kedua kejantanan yang nyumpel dua liang itu langsung gerak masing-masing.

Cleep! Plek! Cleep! Plek! Cleep! Plek! Cleep! Plek! Cleep! Plek! Cleep! Plek!

Suara ini bener-bener indah. Harmoni gerakan kedua titit itu di dua liang kenikmatanku yang udah becek ditambah dengan suara kulit kami yang saling beradu, ngebuat sebuah simfoni kenikmatan yang menyuratkan sebuah dosa-dosa para pezinah yang gak pernah puas dengan orgasme demi orgasme yang terjadi.

“Aaah! Aaah! Aaah! Aaah! Aaah! Aaah! Aaah! Aaah! Aaah!” aku mendesah menikmati hujaman titit mereka, sementara nenen aku masih dijajah oleh remasan tangan kasar Anto dan mulutnya yang sesekali mencari udara, karena nenen aku yang super besar ini.

Demi apapun. Tiap detik yang aku laluin sama mereka berdua seolah jadi sebuah momen berharga, desir demi desir langsung terkumpul, bergerumul, membuncah, dan akhirnya meledak begitu cepat dengan getaran yang begitu hebat dan luar biasa di badanku.

“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaah!”

Aku menikmati ledakan orgasme yang rasanya bertahan lama banget, sama kayak rasa orgasme yang biasa Nino kasih, dan aku pun langsung ketawa karena begitu gembiranya saat ini.

Tapi memek aku masih amat sangat gatel!

Mereka tampak bener-bener usaha buat muasin libido aku yang biasanya emang memuncak pas pagi-pagi gini. Dan aku liat Nanda dan Andri ngeliat ke arah aku sambil ngocok titinya.

“Jangan ngocok!” bentakku, “abis Anto ngecrot, kalian harus langsung gantiin!”

Nanda sama Andri cuma manggut, saat Anto sama Daffa masih sibuk memuaskan birahi pagi mereka.

Cleep! Plek! Cleep! Plek! Cleep! Plek! Cleep! Plek! Cleep! Plek! Cleep! Plek!

Dan di saat yang hampir bersamaan, aku ngerasa denyutan titit mereka berdua.

Cruuuuuuuuuuuuuuuuut! Cruuuuuuuuut! Cruuuuuuuut!

Daffa ngeledakin benih cintanya di dalem memek aku.

Cruuuuuuuuuuuuuuuuut! Cruuuuuuuuuuuuut! Cruuuuuuuuuut! Cruuuuuuuuuut! Cruuuuuuuuuut!

Disusul sama Anto yang juga ngeledeakin benih cintanya di memek aku.

Gak lama, titit mereka langsung letoy, dan lagi-lagi otomatis keluar dari memek dan anus aku.

Aku berdiri, langsung tiduran di karpet sambil ngangkang, “Cepetan gantiin!” kataku agak tinggi, “memek aku gatel banget!”

Andri langsung maju, tititnya yang sekeras batu langsung kerasa di bibir liang sanggamaku, angetnya peju Anto sama Daffa pun masih kerasa begitu anget di dalem tubuhku.

Cleeeeeeeeeeeeeeeep!

Kepala titit Andri masuk semua ke memek aku, dan dia pun mundurin lagi pinggulnya.

Cleeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeep!

“Uuuuuh,” lenguhku pelan saat setengah tititnya Andri berhasil ngejajah liang surgaku.

Cleeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeep

“Aaaah! Enaaak titit kecilmu Ndri,” kataku sambil senyum ke dia, “yang kenceng ya, puasin Adisti.”

Pagi ini begitu menggelora, Andri dengan sigap gerakin pinggulnya. Tititnya keluarmasuk di liang sanggama aku dengan gagah perkasa, tangan-tangan kekarnya pun langsung jamah nenen aku. Dia keliatan agak susah remes-remes nenen aku sambil gerakin konstan pinggulnya.

Cleeep! Cleeep! Cleeep! Cleeep! Cleeep! Cleeep! Cleeep! Cleeep!

“Aah! Aah! Aah! Aah! Aah! Aah! Aah! Aah! Kencengan Ndriiii!” lenguhku, dan Andri pun

“Kamu kenapa sih Tan?” tanya Andri keheranan, “nafsu kamu gede bangeet.”

“Memek akuuuh!” lenguhku sambil menikmati tikaman titit Andri, “gateeel bangeeet!” kataku sambil neken-neken pinggulku, ngikutin irama pinggul Andri.

Cleeep! Cleeep! Cleeep! Cleeep! Cleeep! Cleeep! Cleeep! Cleeep!

Rasa itu semakin lama semakin nguasain badan aku, entah kenapa, tapi rasanya ngentotin tiga titit beda di pagi ini bener-bener ngebuat aku ilang kesadaran. Seluruh badan aku dipenuhi nafsu, nafsu, dan nafsu. Seolah-olah semakin banyak aku orgasme, semakin pengen pula aku orgasme lagi.

Dan semakin ke sini, semakin cepet rasanya orgasme itu kekumpul di memek aku, dan enggak kerasa, ini gak ada semenit aku dientot sama Andri, tapi aku ngerasa badan aku mulai gemeteran, menggelinjang gak karuan sampe orgasme itu meledak lagi.

“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaah!” orgasme panjang dan nikmat itu dibarengin sama denyutan titit Andri yang juga gak kalah kenceng.

“Tante Adisti, ampuuuuuuuuuuun, memek kamu rapeet banget,” lenguh Andri seraya ledakan benih cintanya di liang sanggamaku.

Cruuuuuuuuut! Cruuuuuuuut! Cruuuuuuuuut! Cruuuuut!

Rasa hangat dari benih cinta Andri langsung nyampur jadi satu sama benih cinta kedua orang yang udah duluan ngeldeakkin pejunya di rahim aku. Dan saat titit Andri letoy, tititnya langsung keluar begitu aja, sama kayak yang lainnya.

Andri langsung mundur, diganti Nanda yang tititnya masih tegak berdiri. Tanpa banyak kata-kata, dia langsung arahin tititnya ke bibir liang sanggamaku.

Cleeeeeeeeeeeeeeeeep!

Semua kepala titit Nanda langsung masuk ke memek aku.

Cleeeeeeeeeeeeeeeeeeeeep!

“Aaaah, teruuuus,” lenguhku saat setengah titit Nanda yang udah masuk.

Cleeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeep!

“Kocokin Nandaaaaah,” lenguhku saat seluruh titit Nanda udah masuk.

Cleeep! Cleeep! Cleeep! Cleeep! Cleeep! Cleeep! Cleeep! Cleeep!

Nanda gerakin pinggulnya cepet, tapi pas aku belom ngerasain enak dari persanggamaan ini, tiba-tiba titit Nanda berdenyut begitu kenceng.

Cruuuuuuuuut! Cruuuuuuuut! Cruuuuuuuuut! Cruuuuut!

“Engga tahaan Taaaan,” kata Nanda pelan, “memeknya demi apapun rapet banget.”

Aku menghela napas, dengan nafsu yang masih menderu, aku langsung balik badan aku, nungging ke arah mereka, “Adisti gak mau tau,” kataku dengan penuh birahi, “pokoknya memek ini harus puaaaas,” kataku.

Dan aku biarin memek aku dijajah bergantian sama titit-titit mereka, ngebiarin mereka make aku sepuas mereka biar aku juga bisa puas. Demi apapun, rasa memek aku bener-bener gatel banget, terlebih mungkin karena semalem badan aku dipaksa buat ngelayanin nafsu bejat mereka yang cheating dengan testoteron.

Sekarang, mereka harus bener-bener bisa muasin birahi aku. Demi apapun, aku cuma nungging, bahkan aku gak ngeliat siapa yang saat ini ngentotin aku, apakah Nanda, apakah Daffa, apakah Andri. Kalau Anto, aku tahu banget rasa tititnya, jadi gak mungkin salah.

Moral aku sebagai wanita terhormat kayaknya udah gak ada lagi di mata mereka. Mungkin pikiran mereka, aku adalah mesin seks yang amat sangat liar dengan segenap birahi yang begitu memuncak. Entah berapa lama, tapi setelah orgasme kesekian, akhirnya aku tumbang dengan segala kepuasan yang emang aku cari.

“Mandi yang bersih,” kataku pelan, “nanti aku masakin sarapan.”

Sungguh sebuah kenikmatan di awal tahun 2020 yang masih diguyur hujan sampai saat ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Seks: Bocah Nyusu Plus Ngentot Efni

Mama Gitu Dehh 1 - 5

Tukang Kebun yang Menggarap Memekku