Sayang... Ini Hanya Sebuah Permainan (END) - Here I am, Aryanti


Tanpa mereka sadari, didepan pintu, sesosok wanita berusaha menahan air mata. Bersandar didinding, kakinya yang gemetar berusaha tubuh yang terasa begitu lemah.

“Seharusnya kalian bisa bersatu,,,” bisik Aryanti, mulai terisak, “seandainya kalian memperjuangkan cinta kalian,,, hikss,,,,”

Tangan Aryanti berusaha menahan tubuhnya yang limbung, berjalan dengan telapak tangan merayap pada dinding. Melangkah keluar cottage. Dengan tubuh terhuyung menuju gazebo.

Dako yang menyusul Aryanti kedalam cottage melalui pintu belakang beberapakali terjatuh saat mendaki tangga, lelaki itu tampak mabuk berat. Baru saja dirinya sampai diatas, dilorong yang temaram tanpa cahaya yang memadai, wanita yang dikejarnya sudah kembali berlari tertatih menuruni tangga depan.

“Yaaant,,, kamu mau kemana lagi sayaaaang,,,” panggil nya, namun suaranya tak mampu keluar. Berusaha mengejar. Tapi langkahnya terhenti didepan pintu kamar Arga. Berdiri mematung dengan tatapan kosong, dilorong yang suram.


Aryanti terus berjalan, meski kepalanya mulai terasa berat, kakinya dipaksa untuk terus melangkah, menembus pekat malam dalam rinai hujan yang tiba-tiba menghambur seolah dengan sengaja dijatuhkan oleh awan untuk melengkapi ujian wanita yang selalu terlihat ceria itu.

Setelah mendapati bangku yang agak panjang, wanita itu merebahkan tubuhnya, menahan tubuh yang sakit dengan air mata berlinang. Gemuruh ombak, deru angin, dan derasnya hujan seakan menyempurnakan derita.

Di gazebo, Aryanti menangis sendiri, entah berapa banyak air mata yang mengalir keluar. Berkali-kali tangannya mengusap wajah yang telah basah oleh air mata dan air hujan yang sempat menyapa kulit mulusnya. Zuraida dan Arga,,, dua sosok penting dalam hidupnya.

Terbayang senyum Arga yang lembut, saat melamarnya disebuah resto pinggir pantai. Sebuah pinangan yang dinobatkannya sebagai kado terindah dihari ulang tahunnya. Tubuhnya yang menggigil mencoba mengingat hangat pelukan sang suami.

Terbayang tatapan sepasang mata Zuraida yang meneduhkan, saat Dako mengenalkan sebagai tunangan.

Wanita yang begitu melindunginya ketika dirinya diteror oleh seorang lelaki sinting yang tergila-gila pada tubuhnya. Mengizinkannya menginap berhari-hari dirumah mereka tanpa mengeluh, meski Zuraida dan Dako saat itu baru saja menikah, hingga akhirnya Aryanti membeli rumah tepat disamping kediaman Zuraidan dan Dako.
Terbayang saat pertama kali dirinya menghianati Arga, hanya untuk sebuah promosi jabatan, gairah muda telah melacurkan kesetiaannya sebagai seorang Nyonya Arga, titel yang baru dua bulan disandangnya.

Terbayang ketika dirinya menggoda suami sahabatnya, Dako, dengan tubuhnya dalam permainan kartu yang panas. Mabuk tidak dapat dijadikan alasan untuk membela diri atas ulah nakalnya, memasukkan perkakas senggama Dako kedalam tubuhnya.

“Maasss,,, Mbaaa,,, maafin Yantii,,,” suaranya yang bergetar pelan, semakin hilang tergulung oleh deru ombak, angin, dan hujan.


“Buuu,,,, ibu baik-baik saja, Buu,,,”

Telinga Aryanti lamat mendengar sebuah suara, berusaha membuka matanya, berharap itu adalah suaminya, Arga. Tapi wanita sedikit kecewa, karena laki-laki berpayung potongan plastik yang menghampirinya bertubuh lebih besar dari suaminya.

“Ibu kenapa tiduran disini,,, Bu,, badan ibu panas, ibu sakit?,,,” tangan kekar yang besar memegang lengannya, memerika keningnya.

“Konteet?,,,” tanya wanita itu lemah.

“Iya bu,,, ini saya,, mari Bu,, biar saya gendong masuk ke cottage,,,”

Tapi wanita itu menggeleng, kembali meringkuk memeluk tubuhnya sendiri.

Kontet bingung, wanita yang tadi begitu liar bercinta didepan matanya kini didapatinya dalam keadaan begitu lemah, dengan suhu tubuh yang tinggi.

Naluri lelaki bertubuh besar itu mengintruksikan untuk memeluk melindungi tubuh mulus yang hanya dibalut mini dres yang basah. Membaringkan kepala Aryanti dipahanya.

Merasa ada kehangatn yang mencoba menyelimuti tubuhnya, Aryanti segera beringsut, semakin masuk dalam pelukan si lelaki. Menekuk tubuhnya dalam pangkuan tubuh besar dan kekar.

“Teeet,, dingiiiin,,, dingiiin bangeeeet,,,”

Kontet bingung apa yang harus dilakukannya, tangannya reflek mengusap-usap tubuh Aryanti, mencoba memberi hawa panas. Sementara derai hujan semakin deras, seakan ingin menghabiskan seluruh persediaan yang ada dilangit.

Usaha itu cukup berhasil, tubuh Aryanti yang gemetar menggigil mulai bisa tenang. Nafasnya mulai teratur, terlelap.

Tinggallah kontet sendiri yang panas dingin, dikegelapan malam berselimut awan hitam, mata kontet berusaha menjelajah selangkangan yang tak mampu ditutupi oleh mini dress yang begitu pendek.

Tangan kanan Kontet mengambil sesuatu dari kantong celananya, sebuah kain kecil warna merah muda, warna yang sama dengan dengan gaun yang dikenakan oleh Aryanti. Tangan yang kekar membawa kain itu kewajahnya, lalu menghirup aroma yang melekat.

Berkali-kali lelaki itu menghirup membaui kain yang tidak lain merupakan celana dalam Aryanti, yang tadi dilepas oleh Dako dan dilemparkan kearah Kontet yang duduk mengawasi persetubuhan wanita itu.

Ditengah nafsu yang memburu, Kontet mencoba bertahan, melampiaskan hasratnya pada celana dalam Aryanti, tak ingin mengganggu sicantik yang terlelap dipangkuannya.

Tapi itu justru membuat nafsunya semakin bertingkah, tak puas dengan kain ditangannya, Kontet dengan hati-hati melabuhkan tangannya pada payudara si teller bank yang cantik.

Payudara besar yang kencang, jauh berbeda dengan wanita-wanita diwarung remang-remang yang kerap dikunjunginya.

“Buuu,,,,” jantung lelaki itu bergemuruh saat mulai meremas, terus dan terus bermain-main pada bundaran daging yang ada didada siwanita.

Tiba-tiba kepala Aryanti bergerak, berusaha menatap pemilik dari tangan yang tengah bermain-main dengan tubuhnya. “Jangan kontet,,,” tangannya berusaha menepis, tapi tenaganya yang begitu lemah tak berarti apa-apa bagi tangan kekar itu.

“Tidurlah Bu,,, saya hanya ingin mengenali tubuh Ibu, seperti tadi sore,,”

Tadi sore,,, Yaaa,,, tadi sore,,,
Otak Kontet me-review semua kejadian didapur, saat tubuh besarnya berjongkok diselangkangan si teller bank cantik, menghisap setiap tetes cairan yang mengalir membasahi vagina.

Me-review saat batangnya yang begitu besar, berusaha untuk memasuki tubuh yang juga tengah dilanda birahi, tapi terhenti oleh kehadiran Dako dan Pak Prabu.

Dan kini, ditempat sepi ini,,, tak ada seorang pun yang dapat menghentikan bila dirinya ingin mengulang kembali kejadian didapur. Dengan cepat tangan Kontet terhulur menuju selangkangan yang terbuka, mengusap paha yang mulus.

“Ooowwhh,,, Buu,,,”
Pikiran Kontet kacau diaduk nafsu yang memburu, rasa kasihannya pada wanita yang tengah sakit mulai tergusur oleh birahi.

Jangankan memegang,, bermimpi pun Kontet tidak berani, bisa mendapatkan tubuh wanita secantik Aryanti, tapi kini wajah cantik dipadu dengan tubuh indah nan putih mulus itu terbaring dipangkuannya, tak berdaya.

Tiba-tiba kontet melepaskan pelukannya, membaringkan tubuh itu diatas bangku kayu yang panjang, merentang kedua tungkai kaki yang indah kelantai. Menyingkap minidress semakin keatas. Otak lelaki yang hanya lulus SD itu sepenuhnya dikuasai setan.

“Konteeet,,, jangaaaan,,,” suara Aryanti serak, tangannya tak memiliki tenaga untuk mendorong tubuh Kontet yang mulai menindih.

“Buuu,,, Maaf Bu,,, saya hanya mencoba menghangatkan tubuh ibu,,, maaf Bu,,,”
Suara Kontet menggeram, seiring pinggulnya yang berusaha menerobos vagina Aryanti dengan batang yang besar,,, sangat besar,,, lebih besar dari miliki Arga dan Pak Prabu.

Jika vagina Bu Sofie, yang sudah beberapakali melahirkan, kesulitan saat berusaha melumat batang Kontet, lalu bagaimana dengan Aryanti, yang baru saja menikah.

Wajah Aryanti meringis menahan perih, lelaki yang tadi dinobatkannya sebagai dewa penolong kini justru berusaha memperkosa tubuhnya yang tengah sakit. Air mata kembali menetes. Meratapi nasib dirinya.

“Apakah ini adalah karma yang harus ku terima, setelah berbuat nakal disepanjang masa liburan,” lirih hati Aryanti. Tubuhnya terasa ngilu dan perih akibat ulah Kontet yang terus memaksa menjejalkan batang kedalam kemaluannya.

Cairan milik Dako yang masih menggenang, tak mampu membantu banyak atas usaha batang Kontet untuk menorobos masuk.

“Maaf Buuu,,, Maaaaf,,, banget,,, cuma ini kesempatan saya bisa menikmati tubuh secantik ibu,,,” ucap Kontet, tangannya mengangkat kedua kaki Aryanti kepundaknya yang berotot.

“Sakiiiit,,, sakiiiiit,,, ngga kuaaaat,,, sakiiit,,,” wanita itu menjerit kuat, Kontet memaksa menekan batangnya dengan sangat kuat,,, terus dan teruuus menekan,,, hingga akhirnya setengah dari batang besar itu menghilang dilorong kemaluan.

Wanita itu mengigit bibirnya hingga berdarah, berusaha mengalihkan rasa sakit yang diterima oleh vaginanya, sedikitpun tak ada kenikmatan yang bisa dirasakannya dari gerakan batang yang mulai keluar masuk memperkosa liang kawin.

Tubuhnya yang tak berdaya, tergoncang akibat hentakan-hentakan yang mulai dilakukan dilakukan dengan kasar.

Begitu berbeda dengan Kontet yang terus menggeram menikmati sensasi dari vagina seorang teller bank swasta ternama. vagina Lik Marni yang tadi sore dicicipinya dan sering menjadi hayalan mesumnya seakan tak berarti apa-apa dibanding milik seorang Aryanti.

“Oooowwwhh,,, Bu,,, nikmaaat bangeeet,,, nikmaaat banget Buuu,,,”

“Memeeek cewek kotaaa ternyataaa memang nikmaaat bangeeeet,,, owwwh,,,”
Hentakan batang Kontet semakin cepat dan dalam, tak peduli dengan kondisi Aryanti yang mulai kehilangan kesadarannya.

“Buuu,,, sayaaa semprot dimemeek ibuu yaaa?,,, boleeh Buu?,,, sayaaa ngecrooot buuu,,, Aaaarggg,,, aaagghhh,,,”

Tubuh kontet mengejang, mengejat-ngejat mengeluarkan begitu banyak sperma yang tak mampu ditampung oleh vagina Aryanti. Lalu jatuh memeluk tubuh Aryanti.

Tapi sedikitpun tak ada respon dari tubuh yang berhasil memuaskan nafsunya, Aryanti pingsan.

“Buuu,,, banguuun Buuu,,, banguuun,,,”
Panggil Kontet dengan panik.




* * *
“Sayaaaang,,, peluklah aku,,, aku kedinginan,” pinta Zuraida manja, menarik tubuh Arga, tapi bukan untuk sekedar memeluknya, tangan wanita itu memaksa Arga menaiki tubuh telanjangnya.

“Zeee,,, tubuhmu itu kelelahan sayang,,, istirahat sajalah,,,”

“Kau menolak permintaan ku lagi?,, coba mengacuhkan ku lagi?,,,”

“Hadeeeeh,,, ya ngga laaah,,, aku tak mungkin mengacuhkan mu lagi, tapi cobalah untuk mengasihani tubuhmu,,,”

“Argaaa,, tapi aku saat ini benar-benar menginginkanmu, aku ingin,,, ” lagi-lagi bibir Zuraida terdiam, bingung dengan apa yang ingin diucapkannya. “Ayolaaah,,, plisss,,, setelah ini aku takkan memintanya lagi,,,” lanjutnya, tidak tau bagaimana cara meminta Arga bersedia menyetubuhinya.

Arga menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal. Siapa yang tidak berminat pada tubuh indah yang kini telanjang bulat disampingnya. “Tapi jangan lama-lama ya,,, langsung di crotin aja,,,”

Zuraida tertawa mendengar kata-kata Arga.

“Tuuu kaaaan,,, punya mu juga udah keras koq,,,” seru Zuraida, merasakan batang yang menempel dipahahnya saat lelaki itu mulai mendaki keatas tubuhnya. Menyibak selimut yang menutupi tubuh mereka, dengan tangannya sendiri wanita itu berusaha melepas celana Arga. Sepertinya wanita itu ingin menebus kesalahannya kepada Arga.

“Argaaa,, lakukan sepenuh hatimu sayang,,, aku tidak tau apa yang akan terjadi setelah liburan ini, maka anggaplah ini yang terakhir,,,” ucap Zuraida dengan sedih, merentang lebar kedua kakinya. Jari yang lentik menggenggam batang, memastikan benda telah siap memasuki tubuhnya berada diposisi yang benar.

“Zeee,,,” Arga mencium bibir Zuraida, seiring gerakan tubuh menghantar batang kedalam lorong yang lembab.

“Jangan menangis sayang,, kamu adalah jagoanku,,, seandainya waktu kita masih banyak, niscaya aku akan selalu melayanimu sepenuh hati,,,” Zuraida berusaha menghibur Arga, meski air matanya ikut meleleh.

Dua tubuh itu bergerak pelan, setiap gerakan seakan ditasbihkan dalam kadar cinta yang terbuncah dalam nafsu yang berselimut syahdu. Tak ada hentakan-hentakan yang kasar, tak ada remasan-remasan yang nakal, hanya gerakan penuh cinta yang membara.

Arga membalik tubuh mereka, membuat tubuh Zuraida berada diatas, membiarkan wanita itu mengambil kendali. Duduk tegak diatas batang yang mengacung keras didalam tubuhnya, Bergerak maju mundur dengan pelan, meremas batang Arga dengan lembut.

“Sayaaang,,, kalo terus seperti ini mungkin besok lusa baru selesai,,,”

Zuraida tertawa. “Lhooo,,, memangnya kenapa sayang, biarkan mereka pulang duluan, kita lanjutkan liburan ini hanya berdua.”

“Hahahaa,,, memangnya kau sanggup terus melayani batangku,,,”

“Kalau batangmu dapat terus mengeras didalam tubuhku, kenapa tidak, aku cukup tidur telentang dan menonton aksimu menikmati tubuhku,,, hihihi,,,” Zuraida tertawa sambil terus menggerakkan pantatnya, duduk tegak memamerkan bongkahan payudara yang mancung didepan mata Arga.

“hahahaa,,, tapi tetap sajakan aku tidak bisa menyiram didalam vaginamu,,,”

Zuraida menjatuhkan tubuhnya kedada Arga. Menatap lekat mata si pejantan. “Kau ingin menyirami lorong vaginaku?,,, ingin memenuhi rahimku yang tengah subur dengan semburan bibitmu?,,,” tanya Zuraida, tersenyum menggoda.

“Seandainya boleh,,,” ucap Arga, meremas pantat Zuraida dan menekannya kebawah, membuat batangnya menyundul pintu rahim siwanita.

“Ooowwwhhsss,,, Gaaa,, Argaaa,, apa kau bisa merasakan mulut rahim yang tengah dihuni sel telurku,, sayaaang?,,,” Zuraida mengusap pipi Arga, sambil mengulek batang Arga yang berusaha menyelusup lebih dalam.

“Eeemmmhhh,,, aaahhsss,, Hanya kau yang mampu menyentuh sisi terdalam kemaluan ku Gaaa,,, benihmu pasti tidak akan kesulitan untuk membuahiku,,,”

Tiba-tiba Arga menggeleng, “Kau ingin membuatku merasa bersalah pada Dako?,,,”

Kata-kata itu membuat si wanita tertegun, gerakannya terhenti.


Sosok lelaki nestapa, yang terus mengamati pergumulan dan percakapan dua sejoli itu, melangkah pelan,,, mundur hingga menabrak dinding kamar, terhuyung membuka pintu kamarnya, tertawa sendiri dikegelapan, menenggak bir yang ada digenggaman. Terjatuh dilantai saat berusaha membuka laci meja, mengacak-acak isinya mencari sesuatu yang dapat menenangkan pikiran yang kacau.


“Sayaaang,,, tak perlu memikirkan itu,,, sekarang aku hanya ingin menikmati kebersamaan kita,,,” seru Arga, tangannya mendorong tubuh Zuraida untuk kembali menduduki penisnya. Lalu meremas payudara Zuraida. “Aku ingin melihatmu mengendarai batangku sayang,,,”

Wanita itu tertawa. “Hahaaha,, aku ngga bisa sayaaang,,, selama bersama Dako kami lebih sering melakukan gaya konvensional,,, Dako ngga pernah secerewet kamu tauu,,, jadi jangan meminta yang aneh-aneh yaaa,,, aku maluu,,,hahaha,,,”

Tiba-tiba Zuraida teringat saat tubuhnya bergerak liar meladeni keinginan Pak Prabu, kejadian yang akan membuatnya begitu malu setiap teringat kejadian itu.

“Yaa,, tapi sekarang kau akan melakukan itu untukku,,,” ucap Arga dengan gaya cool, melipat kedua tangannya kebawah kepala. “Ok,,, One Girl Shooow,,,” sambungnya, memandang Zuraida menunggu wanita itu beraksi.

“Hahahaaa,, kau paling pinter membuatku malu,,, tapi jangan diketawain ya,,,”
Zuraida menekuk kedua lututnya, berpegangan pada perut Arga, lalu perlahan mengangkat pinggul membuat batang Arga hampir terlepas, lalu dengan cepat kembali menghentak kebawah.

“Ooooowwwsshhh,,,,” wanita itu kaget, ternyata gerakan yang dilakukan dengan terpaksa itu membuat lorong vaginanya terasa begitu nikmat, semakin cepat tubuhnya bergerak semakin vaginanya ketagihan, semakin kuat pantatnya menghentak semakin besar nikmat yang dirasakan oleh vaginanya.

Kali ini Zuraida lebih bisa menikmati ulah nakalnya, sambil terengah-engah tersenyum puas melihat wajah Arga yang merem melek menikmati servis dari vaginanya. Tapi itu justru membuatnya semakin bersemangat mengejar kenikmatan puncak.

“Argaaa,,, ayo sayaaaang,,, aku ingin kau yang melakukannya untukku,,,” Zuraida menarik tubuh Arga untuk kembali menindih tubuhnya. Merentang lebar pahanya. Memeluk erat tubuh Arga, mendesah penuh birahi ditelinga si lelaki yang mulai memacu tubuhnya dengan kecepatan tinggi.

“Ooowwwssshh,,, Argaaaa,,, akuuuu hanyaaa ingiiin dirimmmuuu,,, Ssshhh,,,”

“Aku ingin bataaangmu yang selaaaluuu mengiissiii memekkuuu sayaaang,,,”
”Oooowwwhhh,,, Saaaaayaaang bawaaa akuuuuhh kepuncaaaak sayaaang,,,”

Menjambak rambut sipejantan, memberi perintah tepat didepan wajahnya dengan suara menggeram nikmat. Tubuhnya melengkung mengangkat pantatnya lebih tinggi, mengejar batang Arga yang begitu cepat menggasak diliang yang sempit.

“Tusssuuuuk yang kuaaaat,,, Aaarrggghhaaa,,,”

“lebiiihh dalaaaam,,, Arrggghhh,,, kaaauu bisaaa,,,”

“Kaau pastiii bisaaa membuahi kuu sayaaaang,,,”

Zuraida sadar apa yang diucapkannya, memohon pada lelaki yang bukan suaminya untuk menitipkan benih dirahimnya.

Mendengar permohonan Zuraida, Arga menghentak batangnya dengan kalap.

“Aaaagghh,,, Aku tidaaak bisa Zeee,,,”


Tiba-tiba Zuraida menatap Arga garang. “Ku mohooon sirami rahimkuuu,,, izinkaaan akhuu pergii membawa buaaah cintaaa kitaaa,,, Aaawwhhhh,,,”

Dua tubuh yang tengah berpacu dalam birahi tinggi itu berdebat diantara decakan alat kawin yang membanjir. Diantara batang yang menghujam dengan ganas. Diantara liang senggama yang terus menyambut hujaman dan melumatnya dengan jepitan yang kuat.

“Tidaaak Zeee,,, Arrgggghhhh,, aku maaau keluaaarr,,,”

“Oowwhh,, oowwhh,,,Aaaaku,,, owwhh,,,siaaap saayaaaang,,, hamilii akuuu,, sekaaaarang,,,”

“lepaaass sayaaaang,,, aku tidaaak bisaaa,,,”

“Ooowwwghhh,,, Gilaaa,,, gilaaa,,, aku saaampaii,,, aku keluaaarr,,,”

Zuraida meregang orgasme, suaranya terengah-engah,,, melonjak-lonjak dengan mulut terbuka,,, menatap Arga memproklamirkan kenikmatan yang didapat.

Tangannya meremas kuat pantat lelaki yang menindih tubuhnya. Dengan sepasang kaki yang menyilang mengunci paha Arga.

Lagi-lagi Arga menggelengkan kepala.
bisa saja dirinya dengan paksa melepaskan tubuh Zuraida. Tapi vagina Zuraida yang tengah orgasme mencengkram penisnya dengan sangat kuat, terasa begitu nikmat, seakan ingin memisahkan batang itu dari tubuhnya. Memaksa spermanya menghambur keluar.


“Aaarrgghhh Zeee,,,”
Arga meminta ketegasan dari apa yang akan dilakukan.

Zuraida yang masih dirudung orgasme panjang, hanya bisa mengangguk dengan nafas memburu, tatapan birahi nan syahdu yang mengemis sebuah siraman benih dirahimnya.

Setelah berusaha menjejalkan penisnya lebih dalam, Arga memeluk tubuh Zuraida yang membuka lebar pahanya, menapak dikasur membuat pantatnya melengkung keatas, membantu usaha Arga menjejali pintu rahimnya.


“Zeee,,, Owwwhhh,,, sayaaaang,,, aku keluaaaaar,,, aku keluar dimemekmu sayaaang,,, Ooowwhh,,,” pinggul lelaki itu mengejat, dengan kepala jamur besar yang menghambur cairan semen disertai ribuan benih kehidupan.

“Terimalaaah Zeee,,, biarkan semua memasuki tubuhmu, sayaaang,,,” Arga terus berusaha mendorong penisnya lebih dalam, dengan semprotan kuat menggelitik daging yang sensitif.

Aksi Arga membuat Zuraida kalang kabut, penis Arga serasa semakin membesar dalam jepitan kewanitaannya. “Oooowwwhhh,,, Argaaa,,, akhuuu,, akuuu keluar lagiii,,,” orgasme tiba-tiba kembali menyapa tubuhnya. Ikut mengejang dibawah tindihan tubuh Arga yang tengah mentransfer bermili-mili sperma kedalam tubuhnya.

Dua tubuh itu melonjak-lonjak, masing-masing sibuk menikmati aktifitas yang terjadi dialat kelamin mereka. Penis yang mengeras sempurna, menghambur beribu-ribu bibit cinta. Dan vagina yang mencengkram kuat batang sang kekasih, berkedut, memijat ritmis pusaka sang penjantan, seolah memaksa menguras habis persedian sperma dari kantungnya.

“Oooowwwgghhh,, gilaaa,,, nikmat banget sayaaang,, gilaaa,,,”

Zuraida terkapar, berusaha mengisi rongga paru dengan oksigen, menatap Arga yang masih mencari-cari kenikmatan tersisa yang didapat dari alat kelamin kekasihnya. Hingga akhirnya terdiam, tertelungkup menindih tubuh si wanita yang tersenyum puas.

“Zeee,,, apa kau sadar, dengan apa yang baru saja kita lakukan?,,,” tanya Arga, sambil menciumi wajah cantik Zuraida.
“Yaaa,,, aku sadar,,, terimakasih sayang,,, terimakasih untuk yang sudah kau berikan ini,,, semoga memang terjadi, dan biarkan aku membawa titipan mu ini pergi,,,”

Zuraida tersenyum, membiarkan bibir Arga bermain-main diwajahnya.

“Apa kau bisa menikmati, menuntaskan semua didalam tubuhku?,,,”

“Nikmat bangeeet,,, punyamu nikmat banget sayang,,, vaginamu seperti menghisap habis semua spermaku,,,”

Zuraida tertawa mendengar pengakuan Arga. “Masih pengen lagi?,,,”

Arga mengangguk dengan cepat.

“Ya udah,,, ayo entotin memek ku lagiii,,, lagian sepertinya punyamu masih keras nih,,” wanita itu memainkan otot vaginanya.

Giliran Arga yang tertawa. “Kalo aku tusuk-tusuk lagi, entar bibit ku malah keluar,,,” meski berkata seperti itu, batang Arga mulai bergerak pelan, membuat Zuraida merasa geli.

“Yaaa,,, sebagian mungkin keluar, tapi bukankah setelah itu kau bisa mengisi penuh lagi,,,lagipula sel telurku hanya perlu satu bibit yang beruntung dari ribuan yang hamburkan tadi,,,”

“Emang boleh semprot didalam lagi?,,,,”

“Iiiihh,,, ya bolehlah,,,, kan punyamu masih ada didalam, ngapain kalo setelah ini kamu nyemprot diatas perutku,,, ngga nikmat tau,,,” Zuraida ikut menggerakkan pinggulnya, berusaha mencari kembali kenikmatan yang membuat tubuhnya ketagihan.

“Ayooo Papaaah,,, ngecrot dimemek mamah lagi,,,, aku masih sanggup melayani batangmu beberapa ronde lagi,,, hihihi,,,”

“Koq Papah?,,,”

“Yaa,, Papah,,, mungkin 9 bulan setelah hari ini,,,”

Arga tertawa mendengar kelakar Zuraida, “Ya udah,,, kalo gitu kita bikin adeknya aja sekarang.

“Yeee,,, mana bisa gitu,,, ihhh,,, Hahahaa,,,”
Keduanya tertawa dengan tubuh kembali bergerak berirama. Bersiap memulai pertarungan yang berikutnya.



Braaakk...

Pintu kamar yang sedikit terbuka itu didorong dengan kuat.

“Argaaaa,,, Dako,,, Dako, Gaa,,,”

“Zuraidaaa,, Suamimuu,, tolongin suami muu,,”

Terdengar suara munaf yang panik didepan pintu. Menunjuk-nunjuk keseberang kamar.

Merasa ada sesuatu yang tidak beres, Dengan cepat Arga melepaskan pagutannya, mengambil celana dan bergegas mengenakannya.

Begitupun dengan Zuraida yang masih bertelanjang bulat, mengambil handuk baju yang menggantung, lalu berlari menuju kamarnya.

“Siaaal,,,” umpat Munaf, yang tak sengaja menyaksikan pemandangan indah, terbayar sudah rasa penasarannya akan bayang tubuh seorang dokter cantik bernama Zuraida. Payudara yang membulat padat, dan selangkangan dengan gundukan tembem yang bersih dari rambut kemaluan.

“Maasss,,, Maasss,,,”
Zuraida panik,,, menggoyang-goyang tubuh Arga.

“Zee,,, kamu dokternya,,, ingat,,”

Tubuh suaminya yang terbaring dilantai tak sadarkan diri, dengan mulut mengeluarkan busa, membuat wanita itu panik, seolah lupa dengan titelnya, lupa dengan semua ilmu yang didapat.

Dengan cepat Zuraida memeriksa tubuh Dako, memeriksa pupil mata, dan setiap bagian yang dapat memberinya informasi tentang kondisi Dako.

Bu Sofie, Andini, Pak Prabu, yang masih dalam kondisi setengah mabuk ikut menghambur kedalam kamar.

“Bu Sofie, tolong ambilkan tas saya dilemari Bu,,,”

“Arga,, tolong aku mengangkat Mas Dako ke kasur,” perintah Zuraida yang mulai bisa mengendalikan suasana hatinya.

Semoga Mas Dako tidak apa-apa, ucapnya setelah menyuntikkan obat kedalam tubuh suaminya. Tapi wajahnya masih tampak cemas. Merapikan tubuhnya yang masih terbuka dengan mengikat tapi yang ada pada handuk. Lalu mengusapi rambut Dako yang lembab.


“Tolooong,,, Argaa,, istrimu Gaa,,”
“Tolooong,,,” kembali terdengar teriakan dari lantai bawah.

“Kenapa istriku?,,, ada apa?,,” dengan cepat wajah Arga memucat, meloncat keluar kamar, diiringi yang lain.

“Buu,,,, Pak Dako biar saya yang jaga,,,” seru Andini. Membaca sitausi dengan cepat.”Tolong ya Din,,, tolong jaga suamiku sebentar,,,”

Zuraida yang belum sempat mengenakan penutup kepala, hanya berbalut handuk baju, segera menyambar tas yang berisi peralatan kerjanya, lalu menghambur berlari keluar, tak peduli dengan bagian depan dadanya yang terbuka.

Diruang tengah, mereka mendapati Sintya yang memeluk Aryanti yang tak sadarkan diri. Wajahnya begitu pucat, demamnya semakin tinggi. Dengan Bibir yang tampak membiru kedinginan. Sementara cairan kental hampir menutupi seluruh kemaluannya yang terbuka.

“Yaaant,,, Yantiii,,, bangun sayang,,,”

“Zeee,,, tolong Yanti Zeee,, cepat Ze,,,”

“Tolong ambilin selimut tebal,,,” seru Zuraida cepat. Adit dan Sintya berlari bersamaan, masing masing mengambil selimut dikamarnya. Panik.

Setelah memeriksa dan memberikan pertolongan semampunya, Zuraida menangis sambil memeluk tubuh Aryanti yang berbalut selimut tebal. “Yaaant,,, kamu tidaak apa sayang,,, kamu akan sembuh,, cepatlah sadar sayang,,, hiks,,”

“Kenapa tubuh Aryanti basah begini?,,, kenapa dirinya sampai pingsan?,,” tanya Arga, menadang semua yang ada disitu, berharap ada seseorang yang tau.

“Tadii,,, tadiii,,, aku melihat Kontet yang menggendong mba Aryanti dari Gazebo depan,,,” jawab Sintya gemetar.

“Kontet? Terus sekarang tu orang kemana?,,,”

“Ngga tauu,, setelah membaringkan Mba Aryanti dia langsung lari keluar,,, wajahnya juga terlihat panik,,,”

“Bajingaaaan,,, Konteeet,,, mana Konteeet,,,” Arga berteriak nyaring, mencari Kontet.

Mendengar penuturan Sintya dan melihat selangkangan Aryanti yang penuh dengan sperma laki-laki, Siapapun akan berasumsi Kontet telah melakukan sesuatu pada wanita itu.

“Mang Oyik,,, Kontet manaaa?,, mana Kontet Maang?,,,” Arga memburu Mang Oyik yang terlihat datang tergopoh.

“Ngga tau Den,,, tadi saya liat dia pergi pake motor saya Den,,, ngga tau kemana,,,”

“Bajingan kalian,,, cepet seret temenmu itu kemari,,, cepaaaat,,,” Arga mencengkram kerah Kontet, hendak memberikan pukulan kewajah lelaki itu.

“Argaa,, sabar, Ga,,, lebih baik sekarang kita bawa Aryanti kekamar,,,” cegah Pak Prabu, menahan ayunan tangan Arga.

“Ingat!!!,,, Semua ini salah kita jugaaa,,,” bentak Pak Prabu.
Memiting tangan Arga, memaksa lelaki itu untuk berpikir jernih.

“Kontet ya?,,,”
Ucap Bu Sofie sambil bergidik, membisik pada Munaf yang membiarkan tangannya dipeluk, iba melihat kondisi Aryanti.

“Memang nya kenapa dengan Kontet, Bu,,,”

“Batang Kontet itu lho,,, ngeri banget,, pasti Aryanti kesakitan banget, aku yang sudah berkali-kali melahirkan aja sulit banget nelen tu batang,,,,,”

Munaf cuma bisa melongo mendengar apa yang dikatakan Bu Sofie sambil berbisik ditelinganya.

“Naaf,,, punyamu tak ada apa-apanya dibanding batang kontet,” Sambungnya, membuat Munaf bergidik ngeri.



* * *

Sinar hangat mentari pagi menerobos jendela yang terbuka lebar, menghangatkan suasana didalam kamar. Hujan deras pada dini hari tadi, menyisakan jejak pada rerumputan dan tanah yang basah.

Tubuh Aryanti dan Dako dibaringkan disatu kasur yang lebar, agar Zuraida dapat mengawasi keduanya bersamaan.

Wajah cantik yang masih terlihat pucat tampak berusaha tersenyum, menyampaikan binar pesan pada orang disekitar yang terlihat cemas, bahwa saat ini dirinya tak apa-apa.

“Yaaant,,, maafin mba mu ini sayaaang,,,” ucap Zuraida yang bersimpuh disamping kasur, menggenggam erat tangan Aryanti, sambil tersedu-sedu.

“Mbaa,,, bukan salah mba koq,,, tubuh Yanti aja yang letoy, cepet ngedrop kalo kecapean,” jawabnya dengan suara pelan.

Arga cuma bisa memandang wajah istrinya dengan penuh kasih, karena saat itu dirinya tengah membantu Dako untuk duduk pada sandaran kasur.

Lelaki itu berusaha menahan sedih, merasa dirinyalah suami yang paling tidak bertanggung jawab. Begitu terlena pada cinta masa lalu.


Suasana yang sebelumnya meriah berubah menjadi haru, Pak Prabu berdiri sambil memeluk kedua istrinya, begitupun dengan Adit dan Munaf yang juga memeluk istri masing-masing.

Semua, seolah sepakat untuk mengakhiri permainan yang berujung pada tragedi yang hampir merenggut nyawa Aryanti dan Dako.

“Maaah,, maafin papah ya mah,, selalu menuntut macam-macam padamu,,” bisik Munaf, memeluk tubuh istrinya dengan erat. Aida mengangguk, menyandarkan kepala dipundak sang suami.


* * *
“Cukup besar pelajaran yang harus kita terima untuk menyadarkan kita, Zee,,,” ucap Arga saat menuju bis, sambil membawa beberapa barang..

Zuraida mengangguk,,, wajahnya masih terlihat sendu, kelopak matanya bengkak akibat terlalu lama menangis. “Kasihan Aryanti, terpaksa kau acuhkan, gara-gara diriku yang selalu menagih perhatian darimu,”

“Istrimu memiliki kesabaran yang sempurna, dia lebih memilih untuk menanggung semua. Sudah cukup lama aku mengenalnya, dan sangat jarang aku melihatnya bersedih, wajahnya selalu ceria,”

Zuraida menghentikan langkah Arga, dengan berdiri didepan lelaki itu.

“Arga,,, mungkin ini permintaan ku yang terakhir padamu,,,”

“Yaa,,, katakanlah sayang,,, semoga aku bisa melakukan apa yang kau minta,,,”

“Aku mohon dengan sangat kepadamu,,, Tolong,,, jagalah Aryanti, jangan buat ia sakit dan menangis lagi,,,”

Lelaki itu mengangguk, “Pasti,,, aku akan menjaganya, mencintainya seperti hati ini mencintaimu,,, Dan kau,,, jagalah Arga, sampai kapanpun ia adalah sahabat terbaikku,,, berikan ia servis terbaikmu,,, seperti yang sudah aku ajarkan,,,”

“Iiihh,,, masih sempat-sempatnya mikir yang itu, jahat kamu Ga,,,” Zuraida tertawa sambil menangis, mencubit pinggang Arga.

“Akan sangat sulit untuk melupakan semua kenangan ini,,, jadi aku memilih untuk selalu menyimpan cintamu dihatiku bersama Aryanti. Percayalah aku tak akan menyia-nyiakan nya lagi,,,”

Zuraida tertawa, jari-jarinya berusaha membendung air mata yang terus keluar..

“Arga,,, aku masih boleh memelukmu?,,,”

Tertawa mendengar pertanyaan Zuraida, Arga merentang kedua tangannya, menyambut Zuraida yeng menghambur kepelukannya.

“Sayang,,, aku pun akan selalu mencintaimu, tapi aku juga tak akan mensia-siakan cinta Dako dan hidupnya,,, Terimakasih untuk benih yang kau titipikan,,, berdoalah, semoga Dako bisa menerima semua,” ucap Zuraida lirih


“Woooyyyy,,, pacaran mulu,,,” seru Bu Sofie, menepok pundak Arga. Mebuat keduanya kaget, lalu tersipu malu-malu. “Zuraida, dicari Aryanti tuh,,, katanya dia pengen duduk disamping kamu,,,” lanjut wanita dengan rambut disanggul ala Syarini, itu.

“Eeehh,,, iya Bu,,, saya naik ke bis duluan ya,,,” jawab Zuraida, ngacir, mencari aman.

“Arga,,, ingat, kamu masih punya hutang sama saya,” ujar wanita itu ketika Zuraida sudah masuk kedalam bis.

“Heehh? Hutang apa ya Bu?,,,” tanya Arga, bingung.

“Kamu lupa ya,,, kamu sudah nyicipin semua istrimu teman-temanmu,,, tapi kamu justru lupa dengan istri atasanmu ini,,,” ucap Bu Sofie, matanya melotot, tapi itu justru membuat wanita berumur terlihat semakin cantik.

Setelah mengerling genit, wanita itu berpaling menuju bis, sengaja melenggok memamerkan pantatnya super montok. “Ingat ya,,, sebelum kami berangkat ke Jakarta,, aku sudah mencicipi batang mu itu,,,:” ucapnya lagi, sambil memeletkan lidah. Meninggalkan Arga yang menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal.

Suasana dalam bus terasa lebih sepi dibanding saat mereka berangkat. Entah karena memang kecapean, atau memang mereka bersimpati pada kondisi Aryanti dan Arga, meski sudah semakin membaik, keduanya masih harus mendapatkan perawatan lanjutan dan banyak beristirahat.

Adit tampak begitu mesra mengobrol dengan istrinya, Andini. Merencanakan apa yang akan mereka lakukan setelah liburan ini.

Pak Prabu bersandar dipelukan Sintya, sambil merasakan pijatan mesra istri mudanya itu.Sementara Bu Sofie tampak asik dengan kamera LSR nya, mengambil gambar yang dianggapnya menarik, sepanjang perjalanan.

Arga sibuk mencatat semua pengeluaran selama liburan, tugas yang seharusnya dilakukan oleh Dako yang tengah tertidur sambil memeluk boneka beruang besar milik Aida.

Zuraida, wanita itu memangku kepala Aryanti yang berbaring, mengobrol sambil berbisik-bisik, seperti tengah membahas sesuatu yang sangat penting, sesekali wajah mereka tertawa kecil.

Sedangkan Munaf, lelaki itu tampak tertidur bersandar dijendela. Terjaga saat istrinya tak ada disisi. “Maaahh,,, Mamaaah kemana,,,” panggilnya keras, membuat semua menoleh kearahnya.

“Paaahh,,, aku disini Paaah,, dibelakaang,,, Ooowwhhsss,,”
“Aaaahhh,,, Papaaahh,,, enak banget paaah,,,”

“Lho Mamah lagi ngapain,,, emang masih kurang Mahh,,, ?” tanya Munaf, ketika mendapati istrinya tengah bergerak naik turun, seperti sedang mengendarai tubuh seseorang yang terhalang oleh seat bis.

Lelaki itu menatap bingung, karena Pak Prabu, Adit, Dako, dan Arga berada dibangkunya masing-masing.

“nyicipin punya siapa lagi sih,, sayaaang,,,”

Karena tragedi yang mereka alami, Munaf berusaha menjadi suami yang lebih toleran pada istrinya yang ternyata memiliki kebutuhan seksual yang tinggi.

“Punya Kontet Paah,,, Ooowwhh,,, kontolnya gede banget,, memek mamaaahh sampai ngilu,,, tapi nikmat bangeeet paaah,,,”

“Haaahh? KONTEEET???,,,” teriak Munaf tak percaya!!!....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Seks: Bocah Nyusu Plus Ngentot Efni

Mama Gitu Dehh 1 - 5

Tukang Kebun yang Menggarap Memekku