Muslihat Kakek Dewo 9 - 12

Hari masih sangat pagi ketika Dewo melangkahkan kaki menyusuri jalanan kampung yang mulai ada aktivitas. Beberapa orang menyapanya; mulai dari para petani yang akan berangkat ke sawah, hingga ibu-ibu genit yang sudah pernah merasakan kontol panjang si Dewo. Ya, sejak bisa menguasai Nyai Siti, Wiwik, dan Rohmah, Dewo bisa meniduri semua wanita yang ia inginkan. Tentunya dengan bantuan mereka bertiga. Dan kini, setelah 3 bulan berlalu, hampir separuh wanita di kampung ini pernah dientotinya. Karena terkena pelet Dewo, mereka rela memberikan mulut, memek dan anusnya untuk dientot oleh laki-laki tua itu. Tidak cuma ibu-ibu, Dewo juga mengincar anak gadis dan cewek-cewek yang masih perawan, meski untuk mendapatkannya harus sedikit sulit karena ilmu peletnya harus ia gandakan berkali-kali lipat. Sangat menguras tenaga, namun hasilnya sungguh setimpal. Dewo merasa lebih muda sepuluh tahun kalau sehabis meniduri gadis perawan! “Mau kemana Pak Dewo?” tanya Nuning, istri si Jamil juragan tahu. Dewo tersenyum pada wanita itu. “Cuma jalan-jalan aja.” jawabnya sambil tersenyum, menampakkan gigi-giginya yang hitam dan tak rata. Nuning mengerling genit, “Nggak mampir dulu? Tahu saya enak lho, sudah dari tadi malem saya angetin.” tawarnya nakal. Dewo hanya mengangguk saja menanggapinya. Nuning memang adalah salah satu korbannya. Ia sudah menidurinya dua kali. Yang pertama atas bantuan Nyai Siti, sedang yang kedua saat ada pengajian di Musholla. Dewo yang disuruh untuk mengambil kue di rumah Nuning, memanfaatkannya untuk mencicipi sebentar wanita yang masih kelihatan cantik meski sudah punya dua anak itu, sebelum kembali ke Musholla tak lama kemudian. Tidak ada yang curiga. Dan Nuning sendiri tampak ketagihan, sejak saat itu ia selalu merayu Dewo dan mencari-cari kesempatan agar bisa berdua saja dengan laki-laki tua itu untuk mengulangi lagi perbuatan mereka. Sayang kesempatan itu tidak pernah tiba. Yang ada Dewo malah mendapatkan wanita lain untuk menyalurkan hasratnya yang menggebu-gebu. Nuning harus sekuat tenaga menahan nafsunya. Dan hari ini, kembali ia harus menelan ludah karena Dewo terus berlalu tanpa sedikit pun berniat mampir di tempatnya. Dewo meneruskan langkah. Di depan, ada sekumpulan gadis berseragam SMA yang akan berangkat sekolah. Dewo segera menyapa mereka. “Pada mau sekolah nih?” tanyanya. Mereka tersenyum, salah satu diantaranya menjawab. “Iya, Paman.” Dewo mengenalinya sebagai Rizka, anak Pak RW. Ia juga sudah menikmati tubuh gadis itu, bahkan diantara tiga anak yang ada disana, Dewo sudah mengentoti 2 orang. Tinggal satu yang belum, dan Dewo yakin bisa mendapatkannya dalam waktu dekat dengan bantuan dari Wiwik tentunya. Dewo melanjutkan langkah. Tujuannya sudah semakin dekat sekarang. Di belokan ujung kampung, beberapa orang kembali menyapanya. Disana Dewo sedikit mengerjapkan mata saat melihat sesosok perempuan yang sangat cantik. Dewo mengenalnya sebagai Salamah, anak Haji Tohir, yang sebentar lagi akan segera menikah. Dewo sudah lama mengincarnya, namun tidak pernah bisa mendapatkannya. Kalau perawannya gagal, saat sudah menikah juga boleh. Yang penting ia bisa menikmati tubuh sintal gadis itu. Dewo menganggukkan kepala, yang dibalas Salamah dengan cepat-cepat masuk ke dalam rumah. Gadis itu risih dengan tatapan mata si Dewo yang seperti menelanjanginya. Kalau Salamah risih, beda dengan Nurul, kakak iparnya, yang langsung saja tersenyum melihat kedatangan Dewo. “Mau kemana, Paman?” tanya ibu muda beranak satu tersebut. Ya, benar, Nurul memang sudah takluk kepada Dewo. Mereka sudah tidur berdua berkali-kali. Bahkan Nurul yang saat ini hamil 2 minggu, kemungkinan besar mengandung anak si Dewo. Dewo hanya menyahut seperlunya, ia lagi males dengan wanita itu. Hamil muda membuat Nurul jadi tidak bisa dipakai. Dewo sudah punya incaran lain, wanita yang tidak kalah cantik dan seksi, yang bersedia melakukan apapun demi bisa mendapatkan sepongan di mulut, memek dan anusnya. Langkah Dewo memelan di depan sebuah rumah. Pintunya tampak terbuka sedikit, menampakkan bagian dalamnya yang mungil dan sederhana. Dewo segera berbelok kesana. Ia memutar langkah ke belakang saat dilihatnya seorang laki-laki sedang asyik merokok di bawah pohon jambu. Itulah Kang Hamdi, salah satu teman akrab Kyai Kholil. Bukan laki-laki itu yang ingin ditemui oleh Dewo, tapi Astri, istrinya yang cantik dan seksi. Pertama kali menjumpai Astri, Dewo langsung tertarik padanya. Selain cantik, Astri juga sangat pemalu dan pendiam, tipe yang sangat disukai oleh Dewo karena bisa bikin penasaran. Beberapa kali ia mencoba merayu wanita itu saat Astri bertamu ke rumah Kyai Kholil, tapi tidak pernah berhasil. Kalau bukan karena Kyai Kholil yang tiba-tiba muncul, pasti karena Kang Hamdi yang buru-buru ngajak pulang. Pendeknya, Dewo jadi makin mupeng dan makin penasaran dibuatnya. Hingga akhirnya, ia menemukan suatu cara. Saat membuka-buka kitab lama warisan sang guru, Dewo tak sengaja membaca sebuah pelet ‘khusus’. Disebut khusus karena yang dipelet adalah laki-laki agar mau menyerahkan istrinya. Dewo langsung mencobanya pada Kyai Kholil, dan berhasil! Buktinya malam kemarin, saat Kyai Kholil baru pulang dari sholat isya di musholla, ia segera menjebak laki-laki itu agar mau diajak ke dapur. Disana Dewo memberikan secangkir kopi yang sudah dimasuki pelet. Hasilnya; Kyai Kholil sama sekali tidak marah saat Dewo mengentoti Nyai Siti tepat di depannya. Malah yang ada, laki-laki itu ikut terangsang dan turut menggoyang tubuh sintal Nyai Siti setelah Dewo selesai. Nyai Siti sendiri tampak tersenyum gembira dan bahagia. Impiannya untuk bebas main dengan Dewo kapanpun dan dimanapun akhirnya terwujud. Ia kini tidak takut lagi dimarahi oleh sang suami. Wiwik dan Rohmah yang melihat semua itu, pelan-pelan ikut bergabung. Jadilah di malam yang gelap tanpa bintang itu, Kyai Kholil sekeluarga nge-seks bareng, dengan dipimpin dan diatur oleh Dewo. Kyai Kholil bergantian menyetubuhi Wiwik dan Nyai Siti, sedangkan kepada Rohmah ia masih sungkan, mengingat kalau gadis ini adalah anak kandungnya sendiri. Padahal kalau seandainya Kyai Kholil meminta, Rohmah akan dengan senang hati memberikan tubuhnya. Pelet maut Dewo membuat pikiran gadis muda ini jadi tumpul, tidak bisa membedakan lagi mana yang benar dan yang salah. Yang ada cuma hasrat birahi menggebu-gebu yang harus dituntaskan saat itu juga. “Mulai sekarang, setiap bikin kopi buat suamimu, pake gula yang ada di kaleng ini. Kalau gulanya habis, bilang padaku, nanti akan aku kasih lagi.” kata Dewo pada Nyai Siti yang tergolek pasrah di bawah tubuhnya. “Dengan begitu, kita bisa terus bebas melakukan apa saja di rumah ini.” tambahnya. Nyai Siti mengangguk mengiyakan, ia sudah tidak punya tenaga lagi untuk sekedar mengucapkan sesuatu. Di sebelah mereka, Rohmah sudah tampak tertidur pulas. Sementara agak sedikit lebih jauh, terlihat tubuh molek Wiwik yang meringkuk lemah di dalam pelukan Kyai Kholil. Begitulah, saat pagi tiba, Dewo bergegas pergi ke rumah Kang Hamdi. Ia yakin, dengan pelet ini ia bisa mendapatkan tubuh molek Astri. Kang Hamdi segera menoleh dan tersenyum kepadanya saat melihat Dewo berjalan mendekat. “Tumben nih, ada perlu apa sampai membuat Pak Dewo datang kemari?” tanya Kang Hamdi. “Nggak ada apa-apa. Saya cuma jalan-jalan, dan kebetulan lihat kamu lagi sendirian. Emang nggak boleh ngajak ngobrol?” tanya Dewo berkilah. Kang Hamdi tersenyum. “Boleh, tentu saja boleh. Sini, Pak Dewo, duduk sini.” Dia mempersilahkan Dewo untuk duduk. Kang Hamdi sama sekali tidak tahu, itu adalah kesalahan terbesarnya hari ini. Dewo pun duduk dan mulai mengajak laki-laki itu untuk ngobrol. Mereka berbincang-bincang mulai dari masalah tanaman hingga cuaca. Sambil ngobrol, Dewo menawari Kang Hamdi rokok. Yang tentu saja bukan sembarang rokok, sudah ada ‘pelet khusus’ di dalamnya. Kang Hamdi mengambil satu dan mulai menghisapnya. Dewo tertawa puas dalam hati. Mereka melanjutkan obrolan sampai mentari mulai merangkak naik menerangi bumi. Dari dalam rumah, terdengar kesibukan Astri yang lagi memasak di dapur. Dewo tidak bisa melihatnya, tapi ia bisa membayangkan bagaimana rupa perempuan cantik itu. Dalam pikirannya, Dewo menebak kalau Astri mengenakan baju panjang dan jilbab lebar seperti biasanya, yang makin menambah kecantikan, juga kemontokan tubuhnya. Dewo melirik ke samping, dilihatnya Kang Hamdi mulai tidak fokus. Pelet Dewo sudah mulai bekerja mempengaruhi pikirannya. Dewo mencoba bertanya untuk mengetes, “Istri Akang cantik ya, siapa namanya?” “Astri,” jawab Kang Hamdi tenang, seharusnya ia curiga dengan pertanyaan seperti itu. “Saya selalu ngaceng lho kalau lihat istri Akang.” kata Dewo lagi. Kang Hamdi menatapnya, tetap tidak marah. Tidak ada sedikit pun emosi di dalam wajahnya. “Saya juga, karena itu tiap malam dia saya entoti. Tapi saya selalu kalah, selalu muncrat duluan.” Dewo tertawa. “Mau aku bantu? Saya bisa lho bikin dia puas...” Kang Hamdi mengangguk. “Hm, gimana ya... kalau saya sih nggak masalah, tapi nggak tahu kalau istri saya.” Ini dia jawaban orang yang sudah kena pelet si Dewo. Dewo tertawa samar. “Ah, itu gampang. Serahkan itu sama saya. Sekarang dimana istrimu?” tanyanya tak sabar. Kang Hamdi menunjuk pintu dapur yang terbuka lebar. “Dia di dalam, coba Pak Dewo cari ke dalam.” jawabnya tanpa rasa berat sedikitpun. Dewo segera beranjak, tapi sebelum pergi ia sempat berpesan, “Akang tunggu disini, jaga pintu ini. Kalau ada orang datang, Akang harus menghalangi orang itu masuk ke dalam. Dengan begitu aku bisa total memuaskan istrimu. Gimana, Akang sanggup?” Kang Hamdi dengan tanpa membantah mengangguk mengiyakan, tingkahnya persis seperti boneka penguin di pasar malam yang bisanya cuma menganguk-angguk. Dewo masuk ke dalam rumah. Di dapur, ia tidak menemukan keberadaan Astri. Tapi didengarnya ada suara dari arah kamar mandi yang terletak di dekat dapur. Dewo segera pergi kesana. Dibukanya ganggang pintu kamar yang tidak terkunci dengan cepat, pemandangan vulgar yang sangat segar dan indah langsung tersaji di depannya. Disana, tanpa tertutup oleh sehelai benangpun, tampak Astri yang sedang membasuh tubuh sintalnya. Ia tepat menghadap ke arah pintu, hingga kontan saja perempuan itu menjerit-jerit kaget saat melihat Dewo yang tiba-tiba berdiri di hadapannya. Astri berusaha menutupi tubuhnya, namun tidak bisa semuanya. “Pak Dewo! Apa yang bapak lakukan disini?! Keluar! Cepat tutup pintunya kembali!“ teriak Astri sambil menarik handuknya yang tersampir. Kontol Dewo langsung ngaceng bak gagang cangkul melihat semua itu. Kesintalan tubuh Astri benar-benar luar biasa indahnya. Dewo terus memandanginya sepuas hati sambil tersenyum. Astri yang ketakutan kini meringkuk ke pojokan kamar mandi, ia terus berusaha menutupi tubuhnya meski tidak pernah berhasil karena begitu kecilnya handuk yang ia pakai. Dewo yang sudah tidak tahan, segera melucuti pakaiannya dengan cepat. Tak lama, ia sudah telanjang bulat seperti Astri. Dilihatnya istri Kang Hamdi itu makin terkaget-kaget menyaksikan aksinya. “Akang! Tolong! Tolong aku!“ teriak Astri pada sang suami, yang tentu saja sia-sia. Suaranya bahkan lenyap ketika Dewo dengan paksa menarik handuk yang ia pegang dan ganti menggunakan kain itu untuk membekap mulutnya agar tidak lagi menjerit-jerit. “Tenang, Mbak Astri.“ bisik Dewo sambil mendekap tubuh montok Astri erat, ia memeluknya dengan begitu mesra dan mulai meraba bagian buah dadanya yang sintal dan padat. Astri berontak dengan kuat, namun tentu saja ia tidak berdaya melawan Dewo yang kadung diburu nafsu. “Tolong! Lepaskan aku!” hibanya saat sudah tidak bisa meronta lagi. “Kamu seksi sekali, Mbak...“ bisik Dewo lagi, lalu dengan gemas merangsang Astri dengan mengarahkan tangannya ke belahan vagina perempuan cantik itu. Astri melonjak ketakutan saat Dewo mulai mengusap-usap selangkangannya yang penuh dengan rambut itu, ia kembali berusaha untuk memberontak. Namun setelah dirasa percuma dan sia-sia, lama-lama ia menjadi pasrah. Anehnya ia tidak menangis, tapi tangannya masih berusaha mencakar-cakar tubuh Dewo. Dewo membalas dengan meremas buah dada Astri kuat-kuat hingga membuat istri Kang Hamdi itu menjerit kesakitan. “Auw! Hentikan, Pak Dewo! Sakit!” teriak Astri menghiba. “Aku pengin ngentot denganmu, Mbak Astri sayang!“ kata Dewo dengan vulgar, membuat Astri sampai mendelik. Apalagi sekarang kontol Dewo sudah menempel ketat di bongkahan pantatnya, membuat Astri semakin melotot saja jadinya. Tapi di lain pihak, perlawanannya malah semakin melemah, sehingga Dewo dengan berani melepaskan bekapan tangannya. “Pak Dewo... jangan! Jangan lakukan! Jangan perkosa saya! Lepaskan! Aku mohon!“ Astri berkata memelas, namun tidak berusaha untuk memberontak, malah bagian pantatnya terlihat semakin menempel ketat di selangkangan Dewo. Dewo tersenyum gembira, peletnya sudah mulai bekerja sekarang. Tadi sambil merangkul tubuh montok Astri, Dewo memasukkan pengaruhnya. Dan berhasil. Astri kini sudah sepenuhnya takluk dalam kekuasaannya. Meski masih sedikit melawan, itu hanya dorongan sesaat saja. Begitu Dewo makin merapatkan kontolnya, perempuan itupun langsung terdiam. “Mbak, kita sudah sama-sama telanjang... aku pengin menikmati tubuhmu!” rayu Dewo semakin nakal, ia terus menekan-nekan selangkangannya sambil memberikan ciuman di pipi Astri yang putih mulus. Astri berusaha menyingkirkan kepalanya agar tidak dicium, namun Dewo terus mengejarnya hingga mendapatkan bibir Astri yang memerah tipis. Dewo langsung melumatnya dengan rakus dan penuh nafsu. Astri berusaha memberontak lagi, namun Dewo menguatkan dekapannya sambil pantatnya mulai bergoyang-goyang, menggesekkan batang kontolnya ke selangkangan perempuan cantik itu. Membuat Astri jadi kembali melotot lebar. “Jangan, Pak Dewo! Ampun... ini dosa... tidak boleh! Jangan berbuat kurang ajar... aku ini istri orang... bukan istrimu!“ debat Astri untuk yang terakhir kali. “Sudahlah, Mbak... sebaiknya nikmati saja!” kata Dewo sambil terus menyerbu bibir Astri dengan rakus. Setelah tidak ada perlawanan lagi, ia pun memutar tubuh istri Kang Hamdi itu dengan cepat. Dewo mengangkat dan kemudian mendudukkan Astri di atas bak mandi. Astri berusaha untuk turun, namun saat melihat batang Dewo yang sudah ngaceng keras, ia langsung terdiam pasrah. Memang tangannya masih sempat digunakan untuk menutupi mukanya. Namun dari tutupan tangan itu, Dewo bisa melihat kalau celah-celah jari Astri sedikit terbuka, menandakan kalau wanita itu penasaran dan ingin mengintip batang kontol Dewo yang besar panjang! “Nggak usah malu-malu, Mbak... waktu cuma milik kita berdua saat ini.” kata Dewo sambil berusaha merangsang, ia elus-elus paha Astri yang putih mulus, terasa begitu licin dan halus dalam genggagam tangannya. Begitu juga buah dada perempuan cantik itu. Selain ukurannya yang besar, bentuknya juga sangat bulat dan padat sekali. Rasanya jangan ditanya lagi, sudah dari tadi Dewo tidak berhenti-berhenti memijit dan meremas-remasnya, ia seperti ketagihan oleh bulatan daging kembar itu. “Ahh... Pak Dewo... jangan!“ Astri mulai merintih. Dewo langsung menyerbu bibirnya dengan rakus, ia pancing Astri dengan menjulurkan lidahnya sambil terus meremas-remas buah dadanya. Astri memang tidak membalas, ia masih tetap mengatupkan bibirnya rapat, namun istri Kang Hamdi itu sudah terlihat pasrah, tidak memberontak lagi seperti tadi. “Ssh... shh... hhh...“ dan tak lama, Astri pun mulai mendesis ketika Dewo semakin gencar meremas buah dada dan menghujani bibirnya dengan pagutan dan ciuman yang sangat membangkitkan gairah. Pelan-pelan bibirnya mulai terbuka dan menyambut lumatan Dewo. Ia mulai menanggapi walau masih kaku. Dewo terus mengajaknya untuk saling berpagut mesra, dan kali ini Astri membalas dengan lebih lembut. Dan tak lama, saat Dewo merangsangnya semakin gencar, ia pun terlena. Astri tidak membantah saat Dewo mengangkat dan membopong tubuhnya menuju ke kamar. “Pak Dewo, kita mau kemana?” tanyanya dengan lemas tak berdaya. Tidak menjawab, Dewo membawa Astri keluar dari kamar mandi dan membuka sebuah kamar yang ada di dekat dapur dengan kakinya. Rupanya itu kamar tamu, terlihat jarang sekali dipakai. Dewo melemparkan tubuh montok Astri yang masih basah ke atas ranjangnya yang berdebu dan langsung menindihnya. Dewo menghujani perempuan cantik berambut panjang itu dengan pagutan dan rangsangan. Ia remas-remas buah dada Astri dengan dua tangan, sambil mulutnya menjelajah ke daerah yang lain. “Uuh... Pak Dewo! Kenapa begini?! Ahh...” sergah Astri sambil menahan kepala Dewo yang ingin menjilati ujung putingnya. Tapi Dewo terus memaksa hingga Astri jadi tak bisa melawan lagi, terpaksa ia relakan dua tonjolan mungil yang sangat sensisif di puncak buah dadanya itu menjadi sasaran mulut Dewo. Astri cuma bisa merintih dan menggigit bibir untuk menahan rasa nikmatnya. Ia sudah tidak melakukan pemberontakan lagi. Melihat itu, setelah puas menikmati bongkahan payudara Astri, Dewo melorot turun dan menyorongkan kepalanya ke bawah. Tanpa aba-aba, ia langsung menjilati memek Astri yang berambut tebal. “Pak Dewo, jangan aah... jijik!“ tahan Astri dengan menutupi lubang memeknya memakai tangan, namun Dewo segera menariknya hingga terlepas, lalu pelan-pelan ia kembali menjilati lubang mungil yang terlihat sangat menjanjikan tersebut. “Auh... jangan, Pak Dewo... aah... aah... ssh... hhh...“ desis Astri sambil menggigit bibirnya semakin keras. Ia terus mendesis tak karuan, tubuhnya menggelinjang kesana-kemari saat Dewo dengan gemas terus menjilat sambil meremas-remas lembut kedua buah dadanya. Astri sudah tidak meronta lagi, kali ini malah memegang kepala Dewo agar tidak menjauh dari selangkangannya. Ia sampai terpejam merasakan jilatan Dewo yang menusuk semakin nakal mengorek liang surgawinya. Dewo menjilat rakus liang itu dengan lidahnya sampai membuat Astri mendesis dan pelan-pelan tubuhnya merebah pasrah. “Terus, Pak Dewo...“ kata Astri pada akhirnya, memberi akses bagi Dewo untuk merangsang tubuhnya sepuas-puasnya. Dewo yang tersenyum senang, terus menyusuri segitiga emas milik Astri dengan lidahnya, ia menghisap-hisap lembut lubang sempit itu hingga membuat Astri makin mendengus terangsang. Meski penuh jembut, tapi belahan memeknya terlihat sungguh rapat, tidak mudah bagi Dewo untuk mencobloskan lidahnya. Perlu perjuangan keras untuk menaklukkan belahan itu. Dewo menghitung, ukuran kontolnya tampak tidak sebanding dengan ukuran memek Astri yang sempit. Namun ia lekas mengesampingkan semua urusan itu, yang penting baginya sekarang adalah bagaimana merangsang birahi Astri agar saat bercinta nanti ia bisa merasa nikmat. Astri terus berbaring telentang ketika Dewo menjilati vaginanya dengan posisi membungkuk, “Ssh... shh… auh... aah... ssh... hhh...“ desisnya dengan suara mendesah. Dewo menyingkap belahan daging yang menutup lubang itu pelan-pelan, ia rasakan ada cairan yang keluar dari lorongnya yang sempit, membuat area terlarang itu kini mulai membasah deras. Dewo kembali menjilat, menyusupkan lidah ke dalam sana sambil tangannya terus memegang dan meremas-remas buah dada Astri dengan lembut, hingga membuat istri Kang Hamdi itu sampai menggeleng-gelengkan karena saking enaknya. Astri memejamkan matanya dengan erat, tampak sangat meresapi setiap juluran lidah dan bibir Dewo yang mengobok-obok liang vaginanya. “Terus, Pak dewo... aah... j-jangan berhenti... aah... auh... ssh...“ lenguh Astri semakin menggila. Di luar, hari tampak mulai terang menuju siang. Astri terus menggeliat tak karuan, kakinya bergerak-gerak, kadang ditekuk kadang diluruskan merasakan jilatan Dewo yang semakin lama semakin membuat lubang vaginanya membelah dengan cepat. Penolakannya kini sudah mulai menghilang, matanya tetap terpejam, sementara tangannya meremas sprei kuat sekali. “Pak Dewo, aah... uuh... enak sekali... sssh... ahh...“ erang Astri semakin tidak karuan, antara penolakan dan kenikmatan bercampur menjadi satu. Namun ketika sudah dibuai oleh birahi, ia pun lupa akan segalanya; lupa kalo dirinya seharusnya tidak layak melakukan hubungan seks di luar nikah, apalagi dengan pria tua seperti Dewo yang pantas menjadi ayahnya! Dewo semakin gencar melakukan rangsangan, terlihat Astri semakin lama semakin menikmati jilatannya yang semakin nakal. Badan perempuan itu menggeliat kesana-kemari, sambil kaki kirinya menopang ke punggung Dewo. “Terus, Pak Dewo... aah... enak... ngg... ahh... a-aku nggak tahan... terus... duh enaknya!“ erang Astri semakin menggila. Nafsu buta akibat pelet Dewo telah menutupi logika dan mata hatinya, yang ada kini hanyalah kepuasan birahi yang harus dituntaskan. Gelora rangsangan itu datang cepat sekali, mata Astri terbuka, ia mengangkat kepalanya untuk melihat Dewo yang masih asyik bermain di belahan vaginanya. “Ooh... aah... vaginaku... rasanya... aah... nikmat...“ desis Astri dengan kedua kaki menjepit kepala Dewo kuat-kuat. Dewo yang tahu kalau memek Astri sudah hampir memuntahkan segala isinya, terus menjilati semakin kuat. Ia tahan gerakan tubuh Astri yang semakin menggeliat-geliat dengan tangan kiri, sementara yang kanan terus memegang dan meremas-remas bulatan dada perempuan cantik itu. Hingga tak lama, gelombang orgasme yang mereka tunggu-tunggupun datang menghampiri. Astri langsung melenguh panjang. “Aaauuuwww…!!!“ dengan tubuh menegang dan berkelojotan tak karuan, kepala Astri mendongak ke belakang. Dari liang vaginanya mengucur cairan panas yang sangat banyak, menerpa bibir Dewo. Lidah Dewo terus menjilat, merasakan betapa cairan itu ternyata asam dan sangat amis, namun begitu nikmat. Dewo mengelus-elus paha mulus Astri untuk menunjukkan perhatiannya. Kemudian Dewo membuka paha perempuan itu agar lebih melebar, sementara Astri masih terpejam rapat menikmati orgasmenya. Dewo maju dan segera meludahi tangannya, lalu ia kocok-kocok batangnya yang sudah menjulang tajam. Astri masih terpejam dengan nafas ngos-ngosan. Dewo mengarahkan batangnya ke vagina Astri yang sudah membuka, lalu pelan- pelan ia tekan memek perempuan cantik itu dengan sekuat tenaga. “Eh, tunggu... jangan!“ erang Astri membuka matanya, kakinya langsung merapat agar bisa menolak tubuh Dewo supaya tidak lebih maju lagi. Namun terlambat, kontol panjang Dewo sudah keburu mencoblos duluan. “Aaaaaaaaaaah...“ Astri menjerit kesakitan, ia bangun untuk menahan dada Dewo, sementara matanya tertuju pada lubang mungil di selangkangannya yang kini sudah dipenuhi oleh batang kontol laki-laki tua itu. Dewo meneruskan tusukannya, kemaluannya kian melesak hingga membuat Astri kembali mengerang kesakitan, “Aaaaah... aduh, sakit...!“ teriaknya dengan mata kembali terpejam. “Jangan kau tolak kenikmatan yang kuberikan, Mbak Astri yang cantik... kau pantas mendapatkan kontol besarku!“ bisik Dewo membuat Astri membuka matanya, memandang kepadanya dengan sorot sayu. “Tapi sakit...“ Astri masih mengeluh, namun sudah tidak menolak lagi seperti tadi. “Sudah terlambat, nikmati saja!” kata Dewo sambil menekan lagi sampai membuat Astri menjerit merasakan kontol besar Dewo yang lebih dalam menyeruak di liang surgawinya. “Aah... uhh... s-sakit... aah... batangmu…“ erang Astri dengan memegang kepala Dewo yang kembali menyerbu bibirnya. “Enak kan kontolku, sayang?“ rayu Dewo semakin edan. Astri hanya mengangguk perlahan, nafasnya memburu dengan cepat. “Siap-siap ya, akan kugenjot dirimu...“ kata Dewo lagi sambil menarik batangnya dan lalu memajukannya perlahan hingga membuat Astri menjerit lagi. “A-ampun... aah... s-sakit!!!“ lenguh Astri kesakitan karena sempitnya lubang memek miliknya saat menampung batang Dewo yang besar lagi panjang, ia sampai menutup mukanya dengan kedua tangannya. Dewo kembali meremas-remas buah dada Astri, ia memainkannya untuk beberapa saat sementara batangnya terus ia tekan agar menusuk lebih dalam lagi. Kini sudah masuk hampir separo, Astri semakin menggigit bibirnya ketika tangannya telentang menggapai-gapai apa saja yang bisa ia raih. Desakan kontol Dewo sudah semakin dalam dan sudah mencapai lebih dari separo, Astri jadi semakin menggeliat dan meronta dibuatnya, ia terlihat begitu kesakitan. Dewo terus memaksa batangnya tenggelam di liang vagina Astri yang sempit dan legit. “Pak Dewo, aah... pelan-pelan!” Astri kembali merintih, namun terlihat semakin ingin dimasuki lebih dalam lagi. Kakinya mengangkang sangat lebar hingga bagian atas vaginanya semakin menggelembung karena batang Dewo yang semakin tenggelam di liang senggamanya. “Ooh Pak Dewo... sakit… tapi enak… aah... terus... masukkan batangmu!“ erang Astri dengan membuka matanya. “Sebut dengan kontol, Lonteku!“ balas Dewo tak mau kalah. ”Ini namanya kontol, bukan batang!“ desaknya sambil kembali meremas-remas buah dada Astri penuh nafsu. “Ah iya... kontol... ooh... auh... ayo tenggelamkan kontolmu!” sahut Astri menyerah bulat. Dewo mendesakkan kontolnya lebih dalam lagi hingga tinggal beberapa centi saja yang masih ada di luar. Astri kembali menjerit keras dibuatnya, “Aaaah... a-aduh... kontolmu gede banget, Pak Dewo!“ jeritnya sambil memandang Dewo dengan mata membesar. “Enak kan?” tanya Dewo saat mulai bergerak memaju-mundurkan pantatnya. “Iya, aah... enaknya... ayo, Pak Dewo... terus genjot!!“ pekik Astri tak tahan. “Genjot apanya?” tanya Dewo nakal. “Aah... uhh... y-ya vaginaku donk!“ sahut Astri dengan tersenyum. “Itu namanya memek, sayang!“ goda Dewo lagi sambil menggenjot tubuhnya pelan-pelan. “Aduh... iya... memek… uhh… memekku sakit... tapi enak!!“ sahut Astri dengan tertawa kemudian. “Kamu suka?” tanya Dewo lagi. “Sudah... jangan ngomong terus, ayo genjot memekku dengan lebih cepat!“ ajak Astri, ia sudah menyerah total pada nafsu bejat Dewo. Dewo memandangnya sejenak. “Ini, rasakan genjotanku!“ katanya kemudian sambil menggenjot tubuhnya lebih cepat lagi. Batangnya mulai lancar keluar-masuk di memek sempit Astri karena perempuan itu membuka belahan kakinya dengan lebih lebar lagi. “Aah... enak, Pak Dewo... terus... aah... duh enaknya... aku jadi nggak kuat... terus... jangan berhenti...“ erang Astri dengan mata terpejam, ia tampak menikmati sekali batang kontol Dewo yang menyodok-nyodok hingga mentok di bagian terdalam dari liang vaginanya. Namun meski begitu, batang Dewo tetap tidak amblas seluruhnya karena saking panjangnya bagi vagina Astri yang pendek dan dangkal. Sodokan demi sodokan terus dilakukan oleh Dewo dengan semakin cepat. Astri semakin terlihat tidak tahan; jeritan, lenguhan, erangan, dan desahan serta rintihan semakin lama semakin membuncah dengan liarnya dari mulut perempuan itu. Badannya juga menggeliat-geliat kuat bak cacing kepanasan. Dewo terus menggenjot dengan cepat, tampak memek Astri sudah tidak tahan menghadapi semua serbuan itu. “Pak Dewo, aah... aku nggak kuat...” teriak Astri yang hendak mencapai orgasmenya. Bola matanya sudah memutih, seolah-olah matanya terbalik. Sementara nafasnya semakin kacau tak beraturan. Dewo melihat buah dada perempuan cantik itu ikut bergoncang kuat seiring genjotannya yang kini semakin kuat. Dewo terus menusuk dan menghujam dalam-dalam beberapa kali sampai bisa mengantar Astri mencapai orgasmenya tak lama kemudian. “Aaaaaaaaaaaaaaaaah...!!!” erang Astri panjang, tubuhnya menegang dan matanya terpejam sangat erat, sementara bibirnya tergigit kuat. Ia berkelojotan tak karuan bagai ikan yang kena setrum. Dewo segera menghentikan sodokannya, ia peluk tubuh Astri begitu mesra sambil ia remas-remas buah dadanya yang besar. Ia belai kepala Astri yang berambut panjang, sementara di bawah, Dewo merasakan batangnya dijepit kuat oleh vagina Astri dengan sangat luar biasa. Dewo jadi sedikit mengernyit dibuatnya. “Pak Dewo hebat, kuat banget... padahal sudah tua! Suamiku aja sering kalah main sama aku...“ ujar Astri sambil tersenyum samar. “Tentu saja! Jangan panggil aku Dewo kalau tidak bisa memuaskanmu!” bangga Dewo. ”Sesuai dengan nama, punya Pak Dewo gede dan dowo!” sahut Astri mesra. “Jadi enakan mana, kontolku atau kontol suamimu?” tanya Dewo ingin lebih tahu masalah pilihan besar penis itu. “Ya jelas enak yang gede donk... semakin sesak semakin baik!“ ucap Astri kembali tersenyum. “Kalo aku kapan-kapan mau ngentotin Mbak Astri lagi, boleh nggak?” tanya Dewo, ingin mengajak Astri untuk lebih jauh lagi mengeksplorasi gairah seksualnya. “Seharusnya saya yang ngomong gitu...” Astri tertawa ringan. ”tapi nggak papa, saya selalu siap kalau Pak Dewo... duuuh... bapak jangan gerak... memekku jadi sakit lagi!“ Astri mengerang karena Dewo yang tiba-tiba menggeliat di depan pantatnya. “Kita ganti gaya, Mbak... aku cabut dulu kontolku ya?!“ ajak Dewo, tapi ditahan oleh Astri. “Aah, kok gitu? Saya masih pengin menjepit kontol Pak Dewo terus... jangan dilepasin!“ rengek Astri dengan mesra, ia tersenyum mesum sekali. “Iya, nanti aku tancepin lagi.“ Dewo membuat alasan, pelan ia mencabut batangnya yang terasa sesak. “Auw! Aah... gesekannya… b-bikin... aah... enak!“ erang Astri yang kemudian tertawa dan menghembuskan nafasnya dengan panjang. Dewo diam sebentar dan berguling ke samping, dilihatnya sebentuk kain biru yang teronggok di sebelah bantal. Melihat Dewo yang tetap diam, Astri segera beraksi dengan langsung menindihnya. Ia memegang batang kontol Dewo dan cepat diarahkan ke arah lubang vaginanya, namun Dewo lekas mencegah. Kontan Astri menjadi heran. “Kenapa, Pak Dewo?” tanya Astri dengan kesal karena tak sabar ingin memeknya segera dimasuki kontol lagi. Dewo menarik jilbab yang ada dekat kepalanya dan diberikannya pada perempuan cantik itu. “Aku pengin ngentotin Mbak Astri dengan berjilbab... kamu lebih cantik kalo berjilbab!“ “Hah? Nggak boleh!” sahut Astri cepat. ”Kenapa nggak boleh?” tanya Dewo. ”Pokoknya nggak boleh!” Astri tetap bersikukuh. “Kalo begitu... nggak aku entotin lagi!“ tolak Dewo dengan mendorong dada Astri menjauh. Astri justru malah melawan agar tubuh telanjang mereka tetap menempel erat. Namun akhirnya, setelah menyadari kalau Dewo serius dengan ancamannya, Astripun mengangguk. “Baiklah, akan kupakai... tapi awas kalau Pak Dewo nggak bisa muasin aku lagi!“ ucapnya dengan menerima jilbab warna biru itu, lalu cepat dipasangnya dengan tetap menduduki selangkangan Dewo. Tak lama ia sudah selesai. Astri tersenyum, tampak cantik dan anggun dengan jilbabnya. Tapi tidak dengan bagian bawah tubuhnya, malah Astri menyampirkan untaian jilbabnya ke samping agar tidak menutupi tonjolan buah dadanya yang bulat besar, yang sejak dari tadi terus dipegang dan diremas-remas olehsi Dewo. ”Nah, sudah... sekarang masukin kontolmu ya!“ ucap Astri dengan memegangi kontol panjang Dewo. “Lakukan saja sesukamu, Mbak Astri jalang!“ sambut Dewo yang disambut cubitan tangan Astri di kulit pahanya. ”Pak Dewo jahat... alim-alim begini masak dibilang jalang...” Astri menunjuk jilbabnya, ia sepertinya lupa dengan kondisi tubuhnya yang lain. Dewo tertawa gembira. ”Sudah ah... aku masukin kontol Pak Dewo sekarang... tahan ya!” ucap Astri sambil menekan pelan, matanya memandang ke arah selangkangannya. “Uuh... besar sekali kontolmu... pantesan bikin memekku jadi sesak begini!“ tambahnya dengan tertawa renyah, kemudian ia meringis keenakan ketika batang si Dewo pelan-pelan mulai menyeruak masuk ke dalam lubang memeknya yang sempit dan memerah itu. “Aduh... benar-benar enak memekmu, Mbak... nggak salah aku memilihmu...“ erang Dewo yang disambut tawa oleh Astri. “Hihihi... rasain, ini akibat kalo nyatroni memek milik istri orang!“ ejek Astri sambil dengan gemas menarik pantatnya, kemudian turun lagi. “Auw!” Dewo melenguh puas. ”Habis aku nggak punya memek sendiri, ya terpaksa nyari memek lain yang bisa aku entoti!“ erangnya semakin tenggelam dalam lautan birahi bersama istri Kang Hamdi ini. Astri sendiri juga lupa, perjuangannya menjadi istri yang baik dan alim lenyap bersama Dewo. Ia terlibat perzinahan dengan laki-laki tua itu, suatu perselingkuhan yang diawali oleh ilmu pelet, yang ternyata kini sangat dinikmatinya. Gairah seksnya yang tertahan selama 7 tahun pernikahannya dengan Kang Hamdi, kini terlampiaskan sudah. “Saya boleh kan minta dientoti terus sama Pak Dewo?” ajak Astri dengan tersenyum. “Selalu, Mbak... aku akan selalu memenuhi keinginan Mbak Astri... akan kuberikan siraman birahi padamu, lonteku sayang!“ jawab Dewo enteng. “Janji?” tanya Astri minta ketegasan. “Tentu saja!“ Dewo menjawab singkat. “Kalo gitu... nih rasain!“ ujar Astri sambil menekan kuat-kuat pinggulnya sehingga batang kontol Dewo melesak sampai separo. “Aaah!!” rintih Dewo gemas sambil mengelus buah dada Astri yang mulus dan bulat. ”Ayo goyang bareng , Pak Dewo... bantu aku masukin kontolmu ke dalam memekku...“ ajak Astri. Dewo segera menaikkan pantatnya, sementara Astri menurunkan selangkangannya sehingga alat kelamin saling bertemu dan terus semakin mengisi satu sama lain. Mili demi mili, batang kontol Dewo semakin tenggelam di liang vagina Astri. Astri sampai mendongak ke atas merasakan batang kontol Dewo yang membelah tajam di liang surgawinya. “Dikit lagi, Pak Dewo... uuh… enak sekali kontolmu... aku bisa ketagihan disetubuhi…“ Astri semakin gemas menarik dan menekan pinggulnya. “Mau telan spermaku, Mbak?” tawar Dewo yang disambut tawa oleh Astri. “Siapa takut... bisa awet muda lho itu...” sambutnya. Ia terus menekan, dan... “Luar biasa, Pak Dewo... kontolmu bisa menusuk sampe dalam sekali. Suamiku aja nggak sanggup lebih dari separoh, kalo nyodok kudu kuat-kuat agar bisa mentok... ini malah masih ada sisa... ahh!” Astri meracau penuh kepuasan. Dewo pun merasakan hal yang sama, ia semakin tidak tahan dengan memek Astri yang sempit, apalagi kedua kaki Astri kini melebar sehingga Dewo bisa merasakan kuatnya jepitan vagina perempuan cantik itu. “Sudah, cepat lakukan!” perintah Dewo sambil memegangi pantat Astri yang bulat padat. “Oke, aku genjot ya?” sahut Astri sama-sama tak tahan. Ia mulai bergerak pelan-pelan. Dewo pun menyambut gerakan itu dengan memeluk tubuh sintal Astri erat-erat. Tangan kirinya memegang buah dada perempuan cantik itu, sementara yang kanan mengelus dan meremas-remas bulatan pantatnya. “Ooh, Pak Dewo… enak… kontolmu enak… ssh… ahh…“ erang Astri bak cacing kepanasan, ia terus menunggagi badan kurus Dewo bagai seorang koboi yang menunggangi kudanya. Di selakangannya, batang kontol Dewo terus bergerak keluar-masuk dengan lancar. “Uuh... aku juga enak, Mbak... memek Mbak enak!“ sambut Dewo sambil terus meremas dan mempermain buah dada Astri yang bulat kenyal. “Iya, Pak Dewo... ssh... ahh...“ desis Astri dengan mata terpejam rapat. “Aku nggak tahan, Mbak…“ keluh Dewo sambil tetap bergerak menyodoki vagina Astri yang makin lama kian bertambah cepat. “Sama... aku juga...” sahut Astri dengan vaginanya terasa semakin menyempit. Ia semakin menggila dengan bergerak semakin cepat. Dewo pun jadi tidak tahan lagi. Sementara Astri kelojotan melepas orgasmenya, ia ikut menjerit sambil menyemburkan seluruh isi buah pelirnya dengan menyodok dalam-dalam di memek sempit Astri. Craaat... craaat... craaat... cairan itu menembak dengan keras dan kuat sampai membuat Astri memekik kegelian, “Aah... spermamu... keras nembaknya, Pak Dewo... aah!“ erang Astri dengan suara lenguhan lemah. Tubuh mereka terkapar dengan nafas hancur, dada mereka bergemuruh. Kontol Dewo melemas namun tidak loyo, masih terasa ngaceng di lorong memek Astri yang kini sudah menjadi sangat-sangat basah. “Janji ya, mulai sekarang, Pak Dewo kudu rajin ngentotin aku...” pinta Astri dengan manja. “Asal tetep memakai jilbab.“ sahut Dewo sambil memeluknya, ia elus-elus pelan punggung Astri, kemudian turun ke bawah dan meremas-remas gemas bongkahan pantat perempuan cantik itu. “Itu bisa diatur.” jawab Astri pendek. ”Dan satu lagi,” Dewo memberi syarat. ”Apa?” Astri bertanya menunggu. ”Aku mau lubangmu yang ini dan yang ini.” Dewo menunjuk anus dan mulut Astri. Astri mengangguk ringan saja, mengiyakan. ”Terserah Pak Dewo. Semua lubang di tubuhku adalah milikmu.” Dewo tersenyum. Untuk kedua lubang itu, sebaiknya disimpan untuk cerita di lain waktu. Sudah siang, sudah waktunya Dewo untuk pulang.
========================================================================================================================================================
============================================================================
Seperti biasa, sehabis memasak dan bersih-bersih rumah, Nyai Siti akan pergi ke kamar Dewo untuk membangunkan laki-laki itu. Dan seperti biasa juga, caranya membangunkan Dewo adalah dengan menyepong kontolnya. Dewo terbangun ketika merasakan ada tangan halus yang menggerayangi kontolnya, ia membuka mata dan melihat Nyai Siti yang duduk di tepi ranjang sambil cepat sekali mencopoti bajunya hingga telanjang. Hanya jilbab lebar yang ia biarkan menutupi rambutnya yang panjang. Sambil tersenyum, Nyai Siti langsung menghisap kontol Dewo. Ia kulum habis dan jilat-jilat benda panjang itu penuh nafsu, sambil tak ketinggalan juga biji pelernya ia pijit-pijit ringan. ”Yang beginian aja kok banyak yang nyari ya?” kata Nyai Siti sambil terus melomot kontol panjang Dewo. Dewo cuma tersenyum mendengarnya. Ia biarkan Nyai Siti terus mempermainkan batang penisnya sementara ia sendiri membalas dengan meremas dan memijit-mijit bulatan payudara perempuan cantik itu yang kini kelihatan makin besar dan mengkal saja akibat sering ia pegang-pegang. Lagi enak-enaknya, tiba-tiba masuklah dua orang ke kamar itu. Dewo dan Nyai Siti serentak menoleh kaget, tapi segera menarik nafas lega saat tahu kalau itu cuma Rohmah dan Wiwik yang akan berangkat ke sekolah. ”Mi, berangkat dulu,” pamit Rohmah pada ibunya. Nyai Siti mengangguk mengiyakan. Ia lepaskan kontol Dewo sebentar untuk menyalami Rohmah dan Wiwik. ”Ih, Paman... nggak ada bosan-bosannya, ngaceng terus,” goda Wiwik sambil menggenggam pelan kontol Dewo. Nyai Siti tersenyum saja melihat ulah adiknya itu. ”Iya, bikin pengen aja.” Rohmah nimbrung dengan ikut memegang dan mengocoknya lembut. ”Eh, sudah-sudah… nanti kalian bisa terlambat sekolah,” sergah Nyai Siti begitu melihat Rohmah dan Wiwik mulai menunduk untuk menciumi kontol panjang Dewo. Dewo hanya tertawa saja melihat kontolnya jadi rebutan. ”Iya, kalian sekolah dulu. Nanti sore, kalian baru boleh mainin kontol paman sepuasnya.” kata Dewo sambil meremas dada Rohmah dan Wiwik secara bergantian. Dengan berat hati kedua gadis itupun melepaskan kontol panjang Dewo. Diiringi anggukan dari Nyai Siti, mereka keluar dari kamar. ”Janji ya, Paman, nanti sore?” kata Wiwik sebelum menutup pintu. ”Iya,” Dewo mengangguk sambil menarik kembali kepala Nyai Siti agar sekali lagi mengulum batang penisnya. ”Tusuk di memek sama anusku ya?” timpal Rohmah. “Iya, iya, pasti dikasih sama Paman Dewo. Sekarang kalian sekolah dulu, cepat berangkat sana!” usir Nyai Siti melihat kedua anak gadisnya yang masih berat meninggalkan kamar. Rohmah dan Wiwik tertawa cekikikan melihat Nyai Siti yang mulai uring-uringan karena nafsu kenikmatannya terganggu. Sepeninggal mereka, dengan gairah menggebu-gebu, Nyai Siti langsung berjongkok di atas kontol Dewo. Dia pegang dan masukkan benda coklat panjang itu ke lubang vaginanya, dan lalu mulai menggenjotnya naik-turun sambil menghadap pada Dewo sehingga laki-laki itu bisa leluasa mempermainkan dan meremas-remas tonjolan payudaranya sementara ia sendiri berkuda. Sekitar 7 menit mereka dalam posisi seperti itu sebelum pintu kamar kembali terbuka. Kali ini Kyai Kholil yang masuk. Nyai Siti sempat menghentikan gerakannya sejenak, tapi segera menggoyang kembali saat mengetahui kalau Kyai Kholil cuma menanyakan dimana Nyai Siti menyimpan lauk untuk sarapan. ”Ahh... a-ada di d-dalam lemari...” sahut Nyai Siti dengan nafas ngos-ngosan dan tubuh mulus mengkilat karena keringat. Dewo sendiri cuma tersenyum dan mengangguk, tangannya dengan nakal terus menjamah dan meremas-remas payudara Nyai Siti yang putingnya kini kelihatan kaku dan menegang. Seperti sudah diceritakan di episode lalu, Dewo sudah berhasil memelet Kyai Kholil. Laki-laki itu kini sudah seperti orang ling-lung, sama sekali tidak marah meski mengetahui istrinya main gila dengan Dewo. Malah yang lebih gila lagi, Kyai Kholil juga ikut-ikutan. Ia sudah tidur dengan Wiwik, dan kemarin malam -atas bantuan Dewo- ia juga tidur dengan Imah. Hanya Rohmah yang masih belum karena sedikit kesadaran di pikiran Kyai Kholil melarangnya untuk meniduri anak sendiri. Pelet Dewo masih belum bisa menjangkau kesana. Mengangguk mengiyakan, Kyai Kholil keluar dari kamar, meninggalkan Dewo dan Nyai Siti menyelesaikan urusan mereka. Ia bergegas pergi ke dapur dan menyiapkan sarapannya sendiri. Tapi baru saja menyendok nasi, didengarnya suara seseorang mengucapkan salam dari luar. ”Assalamu’alaikum...” ”Wa’alaikum salam... tunggu sebentar,” balas Kyai Kholil, tanpa mencuci tangan ia pergi ke pintu depan. Saat dibuka, dilihatnya seorang wanita cantik berjilbab lebar dengan pesona yang sungguh memukau. Apalagi dengan baju gamisnya yang cukup ketat hingga mencetak jelas bentuk tubuhnya yang sangat menggairahkan. Kyai Kholil langsung tergoda. Dulu, sebelum terkena pelet Dewo, ia tidak mungkin punya pikiran seperti ini. Kyai Kholil adalah orang yang lurus dan beriman. Tapi sekarang, begitu merasakan kenikmatan memek wanita-wanita berjilbab, ia jadi berubah seperti srigala pemangsa. Di dalam pikiran Kyai Kholil langsung terbayang erangan-erangan mereka yang menjerit penuh nikmat di atas ranjang dengan masih memakai jilbab. Ia jadi ingin merasakannya lagi, dengan wanita ini tentunya. Wanita yang bernama Anita. ”Eh, Anita... mari, mari masuk, silakan.” sapa Kyai Kholil dengan sopan. Anita dengan tersenyum malu melangkahkan kaki ke ruang tamu. Begitu melewati pintu, sebentuk hawa sejuk tiba-tiba menerpa mukanya, membuatnya jadi terdiam dan terbengong-bengong untuk beberapa saat. Kyai Kholil tersenyum, tahu kalau pelet Dewo sudah mulai bekerja. ”Ada perlu apa, Nit?” tanya Kyai Kholil, masih dengan sopan. Padahal di balik sarung, kontolnya sudah mulai ngaceng dan mengeras. ”Eh, itu... aku... emm... apa ya?” Anita menjawab bingung, tiba-tiba lupa dengan tujuannya kemari. Yang ada di pikirannya sekarang malah paras Kyai Kholil yang kelihatan jadi jantan dan menarik, membuat memeknya jadi basah dan lembab dengan begitu cepat. Kyai Kholil tersenyum, ”Kamu duduk aja dulu, saya ambilkan minum.” Sesuai pesan Dewo, agar lebih memperkuat khasiat pelet, harus ditambah dengan minuman yang sudah diberi jampi-jampi. Dewo sudah menyiapkannya di dapur, di dalam sebuah kendi yang ditaruh di atas lemari. Meminum seteguk ramuan itu akan membuat wanita langsung hilang kesadaran dan menuruti apapun mau kita. Kyai Kholil sudah mencobanya kemarin kepada Imah, dan sekarang ia ingin memberikannya pada Anita. Anita sendiri adalah wanita yang sangat cantik, baru saja menikah dan belum dikaruniai anak. Sehari-hari selalu memakai jilbab, perilakunya sangat alim dan religius. Waktunya lebih banyak dihabiskan untuk menekuni akhirat, dan yang pasti selalu berbuat kebajikan. Suaminya seorang da’i muda yang sering memberikan ceramah di mana-mana. Anita jadi sering ditinggal sendiri, membuatnya jadi harus menahan nafsu yang menggebu-gebu. Siapa sangka, di balik jilbab lebarnya, Anita ternyata mempunyai naluri seks yang sangat tinggi, yang sama sekali tidak bisa diimbangi oleh suaminya. Maka jadilah Anita selalu kecewa, tapi selalu bisa ia sembunyikan. Sebagai istri solehah, ia memang tidak boleh menuntut. Menurut agama, itu sangat tabu. Kewajiban istri adalah melayani suami, bukan meminta kepuasan. Karena itulah, begitu pelet Dewo mulai bekerja, Anita tunduk dengan begitu mudah. Ia diam saja saat Kyai Kholil memberinya minum dan kemudian duduk di sebelahnya, padahal seharusnya mereka tidak boleh berposisi seperti itu karena bukan mahram. Kalau dua orang berdiam di satu tempat, maka yang ketiga adalah setan. Setan yang berwujud pelet maut Dewo. ”Habis menikah, kamu tambah cakep aja,“ puji Kyai Kholil tanpa malu-malu, ia memandangi Anita sambil tersenyum. Mukanya sudah mupeng, ingin segera menyetubuhi perempuan cantik itu. “Ah, Pak Kyai bisa aja,” Anita tertawa manja. ”Kok sepi, kemana Bu Nyai?“ tanyanya dengan menggeleng-gelengkan kepala, berusaha mengusir rasa gatal aneh yang mulai menyelubungi tubuh sintalnya. Yang tentu saja itu tidak mungkin, pelet Dewo sangat mustahil untuk dilawan. “Bu Nyai lagi pergi, mungkin belanja.” jawab Kyai Kholil berbohong dengan hidung mengendus-endus, bau wangi tubuh Anita menusuk hidungnya, membuatnya jadi makin terangsang dan bergairah. “Oh... berarti kita cuma berdua ya?“ Anita tersenyum, seperti mengerti dengan kode aman dari Kyai Kholil. ”Iya,” Kyai Kholil mengangguk, “tahu nggak, kecantikan kamu bikin aku jadi kesengsem nih.“ godanya yang dijawab dengan pelototan mata dari Anita. Bukan karena marah, tapi lebih karena kaget melihat Kyai Kholil yang terang-terangan menggodanya. “Pak Kyai kok jahil, sih...“ Anita mengipas-ngipaskan tangannya, mulai merasa panas akibat pengaruh pelet Dewo. Ia berusaha membenahi jilbabnya yang berwarna merah muda dan tersenyum. “Eh, Pak Kyai... saya mau tanya... tapi aaah...“ ucap Anita dengan suara mulai tak teratur. “Tanya apa, soal seks ya?“ pancing Kyai Kholil dengan kurang ajar, membuat Anita yang meski sudah menyerah jadi sedikit terkejut juga. “Iyaa... eh, tidak... ah, anuu... soal rumah tangga!“ ralat Anita yang semakin kacau, panas tubuhnya semakin meningkat membakar gairahnya. “Kamu kok kelihatannya nggak tenang, panas ya... apa kamu gerah?“ tanya Kyai Kholil sambil mendekatkan tubuhnya, merangsek lebih menempel ke tubuh montok Anita. Anita sendiri tidak menyingkir, ia diam saja dan malah memijit-mijit kepalanya, “Nggak tahu nih, Pak Kyai... tiba-tiba saja saya nggak enak badan.” katanya. ”Ada yang bisa kubantu?” tawar Kyai Kholil. ”Uuh... gimana ya, saya mau minta tolong... tapi aaah...“ ujar Anita semakin bingung. Kyai Kholil langung mengambil inisiatif dengan memandangnya sambil tersenyum. Anita terkejut dipandangi seperti itu, tapi sama sekali tidak bisa menolak. Yang ada nafsunya malah semakin melambung dan ikut tersenyum. Anita kembali menenggak sisa minuman yang ada di meja, yang tentu saja membuat badannya menjadi kian panas. Kyai Kholil terus mendekat sedikit demi sedikit, hingga akhirnya Anita memejamkan mata saat merasakan rangsangan dari minuman itu kian menggerogoti tubuh sintalnya. Ia juga diam saja saat Kyai Kholil mulai menggenggam belahan tangannya. ”Pak Kyai...” lirih Anita sedikit terkejut. “Tenanglah, aku akan membuatmu nyaman.“ kata Kyai Kholil sambil mulai memijit lengan Anita. Dengan bimbingan dari Kyai Kholil, Anita segera merebahkan diri di sofa, jilbabnya ia atur sedemikian rupa agar tidak lecek, sebelum kemudian mulai memejamkan mata. Pelan Kyai Kholil terus memijat bahu Anita. “Uh, Pak Kyai... rasanya panas.“ keluh Anita tetap tidak tenang. ”Hembuskan nafasmu pelan-pelan,“ Sambil terus memijit, Kyai Kholil menggiring tangan Anita agar menyentuh selangkangannya. “Iya, Pak Kyai...” Anita membuka matanya sebentar, lalu memejamkannya lagi. ”Eh, apa ini?!” teriaknya kencang saat tangannya nemplok di selangkangan Kyai Kholil yang sudah ngaceng berat. Kontan Anita langsung membuka matanya. Namun Kyai Kholil yang sudah tidak tahan lagi, langsung menundukkan kepala dan melumat bibir tipis Anita dengan penuh nafsu, ia pegang kepala perempuan berjilbab itu agar tidak dapat bergerak lagi. Mereka berciuman dengan sangat-sangat panas. “Oh, Pak Kyai… aaahh...“ jerit Anita dengan mata tertutup. Akibat pengaruh pelet Dewo, ia menanggapi lumatan Kyai Kholil dengan tak kalah bernafsu. Mengetahui kalau mangsanya sudah berhasil dijerat, Kyai Kholil mengendurkan lumatannya, kini ia cuma memagut pelan. Anita menikmati pagutan itu dengan tetap memejamkan matanya. Kyai Kholil terus mencium dan mencucup mesra, ia mainkan bibir Anita dengan lidahnya. Gadis itu tetap terdiam, menerima semua perlakuan Kyai Kholil dengan senang hati. Namun Anita sedikit terkejut saat merasakan ada tangan yang mulai menggerayangi buah dadanya, membuatnya jadi sedikit membuka mata. “Pak Kyai...“ lirihnya untuk yang terakhir kali. Kyai Kholil pantang untuk mundur. Sambil mulai meremas dan memijiti bulatan payudara Anita dari luar baju kurung, ia peluk perempuan cantik itu dan dihujaninya lagi dengan ciuman dan pagutan. Payudara Anita terasa sangat empuk dan kenyal dalam genggaman tangannya. Meski terlapisi oleh beberapa helai kain, tapi kelembutannya begitu terasa. Ukurannya yang besar dan di atas rata-rata juga membuat Kyai Kholil semakin menyukainya, membuatnya semakin bernafsu dan bergairah. “Ah, Pak Kyai... enak... terus... uuuh...“ kembali Anita mengerang saat Kyai Kholil bertindak semakin nakal. “Akan kuberikan kenikmatan surgawi kepadamu, Anita sayang.“ rayu Kyai Kholil semakin menggila. Ia tindih tubuh mulus Anita yang kini semakin tenggelam dalam lautan birahi. Disingkapnya rok panjang perempuan cantik itu dan diterobosnya celana dalam Anita yang menyembunyikan jembut tebal. “Uuh... enak, Pak Kyai... uuh!“ lenguh Anita ketika dengan nakal Kyai Kholil mengelus dan menekan-nekan lubang vaginanya yang telah membasah penuh. “Pegang punyaku, Nit.“ seru Kyai Kholil pada wanita berjilbab ini. Anita membuka matanya saat melihat Kyai Kholil berdiri untuk membuka sarung. Di depannya langsung tersaji kontol Kyai Kholil yang sudah ngaceng berat. Meski tidak begitu panjang tapi sangat kaku sekali. Anita melotot sebentar saat melihatnya. ”Uhh... penis Pak Kyai gede,“ ungkapnya dengan racauan mulut sudah keluar dari logika. Kyai Kholil memberikan pagutan lagi sebelum menyuruh Anita untuk mengulumnya, “Emut, Nit...” Anita menggeleng ragu. ”Saya belum pernah...” dia berkata. ”Enak kok... coba aja, ayo!” rayu Kyai Kholil jorok. Ia tarik tangan Anita dan diarahkan ke batang penisnya. Begitu sudah memegangnya, Anita langsung tersenyum. Ia pandangi batang Kyai Kholil dengan penuh nafsu, gejolak birahinya tahu-tahu naik dengan drastis. Ini semua adalah efek dari pelet Dewo. Pelan-pelan Anita memajukan kepala dan membuka mulutnya. Kyai Kholil mengatur jilbab perempuan itu agar jadi lebih rapi, tidak menghalangi aksinya dalam mengulum penis. Sementara Anita mulai mencucup dan menciumi kontolnya, tangan Kyai Kholil ikut nakal dengan meremas-remas buah dada Anita yang masih tertutup pakaian gamis. Hanya rok Anita yang terlihat tak karuan karena sudah disingkap oleh Kyai Kholil tadi. Terlihat betapa mulus dan putihnya paha perempuan cantik itu. Juga pinggulnya yang bulat menggoda, membuat Kyai Kholil makin ngaceng berat dibuatnya. Di depannya, Anita dengan kaku mulai menelan batangnya. Menghisapnya pelan-pelan dan mulai mengulumnya dengan begitu rupa. “Tahan sebentar!“ Kyai Kholil menahan kepala Anita, ia tarik batangnya hingga terlepas dari jepitan mulut gadis alim itu, sebelum kemudian duduk di sofa. “Sudah, emut lagi!” katanya sambil mengelus paha mulus Anita. Anita pun kemudian membungkuk, mengulum kembali kontol Kyai Kholil. Dengan cepat mereka saling membelai, Kyai Kholil mengelus dan meraba-raba bokong bulat Anita, sementara Anita melayani batang Kyai Kholil dengan segenap nafsu dan gairah. “Sssh... ahhh... enak sekali seponganmu, Nit... ahhh... terus kulum kontolku... kamu benar-benar menggairahkan, berjilbab tapi ngemut kontol...“ Kyai Kholil menarik ikatan jilbab Anita yang terikat ke belakang agar tidak jatuh ke depan. Ia terlihat semakin dilanda birahi, namun Kyai Kholil berusaha sekuat tenaga menahan diri mengontrol nafsunya agar tidak cepat-cepat keluar. Ia ingin bisa bercinta dengan Anita, tidak cuma menikmati sepongan mulut gadis itu. Anita yang juga sudah terbakar birahi, terus melumat dan menghisap kontol Kyai Kholil penuh nafsu. Kehormatannya sebagai seorang istri setia yang alim dan soleha, kini telah hilang. Tergantikan oleh nafsu setan dan gairah yang menggebu-gebu, yang menuntut untuk dipenuhi dan dituntaskan saat ini juga. “Terus, Nit... uhhh... kamu pintar!” rayu Kyai Kholil semakin menggila, membuat Anita semakin cepat mengulum batang penisnya. Ia membalas dengan mengelus belahan memek Anita pelan-pelan. “Sssh... s-sudah, Pak Kyai... g-geli... ahhh...” desis Anita dengan suara tidak terdengar jelas karena mulutnya tersumbat kontol panjang Kyai Kholil. Kyai Kholil segera mendorong tubuh Anita ke depan, ia tarik celana dalam perempuan alim berjilbab itu hingga terlepas. ”Mau tahu yang lebih geli?” tanyanya sambil menaikkan rok Anita ke atas dan langsung menyerbu vagina perempuan itu dengan begitu rakus. Anita langsung memejamkan mata karena saking nikmatnya. “Oh, Pak Kyai... enaknya... aaah... aauh... terus, Pak Kyai... terus!!“ ucap Anita kembali terlanda birahi. Serangan Kyai Kholil pada lubang vaginanya membuat Anita melayang antara sadar dan tidak sadar. Jantungnya berdegup kencang merasakan jilatan Kyai Kholil yang begitu cepat dan lihai, mengorek-ngorek seluruh isi memeknya hingga jadi begitu basah dan lembab. Anita sampai menggeliat tak karuan karenanya. “Pak Kyai nakal... aahh... tapi enak... terus, Pak, terus... aaah... ssssh...“ lenguh Anita yang jilbabnya kini semakin tak teratur akibat gelengan kepalanya. Namun dengan sigap tangan Kyai Kholil segera naik membenahinya, ia tidak ingin jilbab itu sampai terlepas. Kyai Kholil paling suka menyetubuhi perempuan yang memakai jilbab. Setelah cukup lama lidahnya bermain-main di memek sempit Anita, Kyai Kholil akhirnya menarik lepas bibirnya. Pelan ia pagut kembali bibir tipis Anita dan dikulumnya dengan begitu lembut. “Ayo, kontolku sudah siap mencoblos memekmu!“ bisik Kyai Kholil yang dijawab Anita dengan anggukan mesum penuh nafsu. Kyai Kholil mengocok pelan batangnya agar tetap ngaceng sementara Anita mempersiapkan diri. Wanita itu duduk mengangkangi kontol Kyai Kholil yang tetap duduk diam di sofa, siap memangkunya. Pelan Anita mendekatkan selangkangannya, ia pegang batang Kyai Kholil agar tepat menusuk di lubang kemaluannya. Sementara tangan Kyai Kholil sendiri masuk ke gamis Anita untuk meremas-remas buah dada indah yang masih tersembunyi disana. Entah kenapa, sampai sekarang Kyai Kholil masih belum melepas baju Anita. Padahal kan nikmat sekali bercinta dengan tubuh sama-sama telanjang. “Tekan, Nit!“ ajak Kyai Kholil yang disambut tekanan lembut di selangkangan Anita. Pelan tapi pasti, batang Kyai Kholil mulai tenggelam di belahan memek Anita yang sempit dan legit. “Auw! Aduuh… aaah…“ erang Anita merasakan batang Kyai Kholil yang mulai menerobos liang surgawinya. “Tenang, Nit... rasanya nanti akan nikmat kalau kamu sudah menggenjotku.“ rayu Kyai Kholil sambil terus menekan batangnya ke atas. “Iya, Pak Kyai... aaoh... batang Pak Kyai gede banget!“ keluh Anita suka. “Ini kontol namanya, Nit...“ sahut Kyai Kholil jorok. “Iya, kontol... aaah... kontol Pak Kyai... auhh...“ sahut Anita semakin tak karuan. Desakan di lorong vaginanya semakin membesar akibat Kyai Kholil yang terus menekan pinggulnya, membuat batangnya semakin melesak lebih dalam lagi. “Genjot pelan-pelan, Nit.“ ajak Kyai Kholil saat batang kontolnya sudah terbenam penuh. Anita menyambut perintah itu dengan mulai menggerakan pinggulnya pelan-pelan, menggoyangnya naik-turun hingga membuat kontol Kyai Kholil melesak masuk lebih dalam lagi. “Aaaaaw...“ jerit Anita penuh kenikmatan. “Ayo, genjot terus!“ ajak Kyai Kholil dengan tangan terus bermain-main di gundukan payudara Anita yang mulus dan lembut. Ia remas-remas benda bulat padat itu sambil tak lupa memilin-milin putingnya yang semakin terasa kaku dan menegang. Menerima semua rangsangan itu membuat Anita semakin kuat menggerakkan tubuhnya, terus ia genjot batang Kyai Kholil sampai mereka berdua semakin larut dalam api birahi. “Ahh... enak, Pak Kyai... sssh... sssh... uuuh...“ lenguh Anita tak tahan akan kontol Kyai Kholil yang terus mengoyak lorong vaginanya. Ia bergerak semakin cepat karena merasa akan mencapai orgasme, hal yang sudah lama tidak ia rasakan bersama sang suami. Anita terus menekan lebih dalam, bahkan sampai kontol Kyai Kholil mentok di ujung vaginanya. “Pak Kyai... aaaah... saya nggak kuat! Aaaaaah...“ erang Anita sambil menghujamkan pinggulnya kuat-kuat. Di saat yang bersamaan, celah vaginanya menyempit ketika menyemburkan cairan cintanya yang begitu banyak dan basah. Dengan kepala terdongak ke atas, Anita memejamkan mata, sementara dadanya yang besar makin kelihatan membusung dalam genggaman Kyai Kholil. Tubuhnya kelojotan beberapa saat dalam pangkuan laki-laki itu. Kyai Kholil segera memeluk tubuh Anita yang masih tampak ngos-ngosan untuk memberikan ketenangan. Ia rasakan memek perempuan cantik itu mengalirkan cairan banyak sekali, bahkan hingga sampai membasahi sofa. Masih dalam pelukan Kyai Kholil, Anita tampak mulai bisa menguasai diri, nafasnya sedikit lebih tenang meski tubuhnya sudah keringetan disana-sini. Kyai Kholil berusaha terus menenangkan dengan mengelus-elus kepala Anita yang masih tertutup jilbab. Sementara penisnya masih tetap tertanam penuh di lorong kewanitaan Anita yang sekarang jadi terasa hangat dan menyedot-nyedot ringan. Tak lama kemudian Anita menarik kepalanya dan memandang Kyai Kholil dengan perasaan setengah takjub. “Pak Kyai sangat luar biasa, baru kali saya merasakan yang seperti ini.” bisiknya dengan nada penuh pemujaan. Kyai Kholil tersenyum, ”Ini semua karena tubuhmu yang molek dan indah, Nit.” balasnya membual. “Saya puas main dengan Pak Kyai.“ ungkap Anita dengan menunduk mengusap mukanya dan kemudian hendak membuka jilbabnya. “Eh, jangan dibuka.” sela Kyai Kholil, ”Saya paling suka main sama yang berjilbab. Ayo sini, tinggal selangkah lagi aku sampai.” ajaknya sambil memandang kecantikan Anita. “Baiklah, kalau memang itu yang Pak Kyai mau...” gumam Anita mengiyakan. Ia biarkan tangan Kyai Kholil menelusup masuk ke balik baju gamisnya untuk mengelus-elus bulatan payudaranya yang putih mulus. ”S-sudah, Pak Kyai... geli ah... katanya tadi udah mau nyampai.” Anita menggelinjang karena Kyai Kholil kini bertindak semakin nakal dengan menaikkan pakaiannya ke atas, mengangkat terus dan akhirnya melepas kain itu melewati tubuh montok Anita. Anita sama sekali tidak melawan atau mencegah. Diperhatikannya Kyai Kholil yang sekarang tampak melongo mengagumi keindahan payudaranya. Laki-laki itu memandang sambil menggeleng-geleng. “Cium, Pak Kyai... jangan cuma dilihatin aja.“ ucap Anita dengan perasaan ditahan, tanpa terasa gairahnya mulai muncul kembali. Itu semua karena kontol Kyai Kholil yang masih terjepit kuat di celah selangkangannya, membuat Anita jadi cepat lupa daratan jadinya. “Aku pengin menggenjotmu dengan menungging, Nit!“ ajak Kyai Kholil sambil memeluk tubuh molek Anita dan menggulingkannya ke samping. Langsung ia tindih dan tusuk keras-keras begitu Anita memberikan pinggulnya. Anita sendiri kontan melenguh merasakan desakan batang Kyai Kholil yang tanpa membuang waktu sudah bergerak dengan begitu cepat. “Ahhh... Pak Kyai... e-anak banget kontol bapak!!“ aku Anita dengan mata terpejam. ”Iya, Nit. Coba rasakan ini!” sahut Kyai Kholil sambil terus menggerakkan pinggulnya kuat-kuat hingga membuat Anita semakin mengerang penuh kenikmatan. “Aaah... cepat selesaikan, Pak Kyai... saya udah nggak tahan... arghhh!!” pekik Anita keenakan. “Kamu ketagihan kan sama kontolku?!” Kyai Kholil tertawa, ”Lagian kamu berjilbab, tapi nafsu tetep gede...” ejeknya sambil menahan tangan Anita agar ia bisa leluasa meraba dan meremas-remas payudaranya yang besar. “Aah... i-itu karena Pak Kyai yang merangsangku.“ Anita mencoba mencari pembenaran dari perbuatan maksiatnya. “Kita lihat saja... kalo kamu sampai ketagihan sama kontolku, jangan salahkan aku...“ Kyai Kholil semakin cepat menggerakkan pinggulnya hingga membuat Anita sampai melenguh saat menerimanya. Kyai Kholil menghentikan genjotannya sebentar saat penisnya tiba-tiba selip dan terlepas. Anita menggigit bibir, ada secercah kecewa di wajahnya saat batang itu terlepas, sikapnya berubah jadi sedikit masam. Namun kemudian ia bisa tersenyum lagi saat Kyai Kholil menarik tangannya dan membawanya ke dekat meja yang ada di ruang tamu. Kembali Kyai Kholil meremas-remas buah dada Anita sampai membuat Anita melenguh dan mendesah-desah penuh kenikmatan. Jilbabnya ia atur kembali agar tidak terlepas. “Naikkan kakimu ke meja, Nit.“ perintah Kyai Kholil yang disambut senyum oleh Anita. “Belum pernah aku diginiin sama suamiku, Pak Kyai... “ aku Anita jujur. “Kamu pasti suka,” rayu Kyai Kholil. ”Nah, sekarang aku coblos lagi memekmu ya... tahan!” ajaknya dengan selangkangan merapat ke pantat Anita yang bahenol. “Iya, Pak Kyai.“ jawab Anita singkat. “Nanti malam aku ke rumahmu ya… akan kuberikan kepuasan lagi kepadamu.“ pancing Kyai Kholil membuat mata Anita membesar. “Silahkan, Pak Kyai. Mumpung suami saya lagi nggak ada di rumah.” jawab Anita dengan senang hati. Dan ia kembali memekik saat batang Kyai Kholil kembali menusuk celah kemaluannya. “Uuuh… ayo, Pak Kyai... tusuk yang keras... ahhh… enaak... shhh… aaah…” jerit Anita dengan kepala menggeleng-geleng, membuat jilbab lebarnya jadi ikut bergerak ke kiri dan ke kanan. Kyai Kholil segera memeganginya dan mengajak Anita untuk saling mengadu lidah. Anita pun langsung menanggapi dengan memagut bibir Kyai Kholil kuat-kuat, membuatnya semakin tenggelam dalam lautan birahi. Sementara Kyai Kholil terus menekan batangnya sambil tangannya memeluk dada bulat Anita dan meremas-remas lembut disana. “Uuuh... remes yang keras, Pak Kyai… lagi, remes yang kuat... ughhh… enaak... ssssh… ahhh…“ erang Anita kelojotan. Kyai Kholil terus menggerakkan penisnya dan mendesak lagi lebih kuat hingga membuat jeritan Anita semakin meninggi karenanya. Batang Kyai Kholil terasa ludes mentok di bagian terdalam dari lorong vagina Anita. “Ahhh… Pak Kyai… terus entotin aku... saya suka sama kontol yang gede... rasanya… aah!!” racau Anita dengan mata merem melek keenakan disodoki kontol Kyai Kholil dari arah belakang. Roknya yang tersingkap membuat pahanya yang putih mulus jadi terlihat jelas. Kyai Kholil meraba lembut disana setelah puas dengan buah dada Anita. “Aaah… Pak Kyai… ughh… enaknya… aduh… saya jadi nggak tahan nih...” erang Anita semakin menggila dan bersemangat, bahkan sampai menekan pinggulnya ke belakang saat dirasa tusukan Kyai Kholil kurang memuaskan. “Duh, enak banget, Pak Kyai... ayo genjot… sodok… sodok terus punyaku!!“ ajak Anita dengan pinggul digoyang-goyang, ia berusaha mengimbangi kontol Kyai Kholil yang terus meluncur keluar-masuk di lorong kewanitaannya. Kyai Kholil terus bergerak, membuat Anita mulai menggelinjang pelan. Tangannya kembali meremas buah dada gadis cantik itu sambil sesekali mengurut paha Anita yang naik ke atas meja. Dari arah belakang, ia terus menyodokkan pantatnya dengan begitu kuat. “Enak, Pak Kyai... ohhh... nikmat! Terus... aaah... aauh... ssssh...” erang Anita semakin senang. “Jilbabmu jangan sampai terlepas, Nit.“ ingat Kyai Kholil yang dijawab oleh Anita dengan anggukan kepala, ia segera memperbaiki letak jilbabnya yang mulai miring ke samping. Kyai Kholil terus menggenjotnya dengan cepat untuk memberikan kenikmatan. “Uhhh... kontol Pak Kyai kok enak ya... beda sama punya suamiku!” sungut Anita dengan kepala berpaling, ia tatap Kyai Kholil sambil tersenyum. “Itu namanya kamu sudah mulai ketagihan, Nit.” sahut Kyai Kholil sambil terus menggenjot memek Anita, ia pegang ekor jilbab perempuan cantik itu dan disingkirkannya ke samping agar ia bisa leluasa meremas-remas buah dadanya. “Iya, Pak Kyai... sepertinya begitu. Saya suka dengan kontol Pak Kyai!” lenguh Anita dengan tangan kiri mengelus-elus bagian atas vaginanya yang terlihat menggelembung akibat dorongan penis Kyai Kholil. ”Aku juga suka dengan tubuhmu!” balas Kyai Kholil. “Cepetan dikit, Pak Kyai... s-saya sudah hampir sampai!” ajak Anita yang mulai tak tahan menikmati gaya seks di meja itu. Kyai Kholil langsung bergerak lebih cepat hingga membuat tubuh montok Anita menjadi tergoncang-goncang hebat karenanya. Payudaranya yang bulat besar, yang menggantung indah di atas meja, bergoyang-goyang seiring tusukan Kyai Kholil. Kyai Kholil meremasnya sebentar sebelum tangannya berpindah mengelus pantat Anita yang mulus dan bahenol. Anita semakin membungkukkan badannya sehingga Kyai Kholil jadi semakin cepat menggerakkan penisnya. “Ahhh... Pak Kyai... ayo, saya udah nggak tahan nih... ayo cepetan... saya sudah mau...” jerit Anita dengan mata merem-melek keenakan, buah dadanya yang menggelantung indah kembali diremas-remas oleh Kyai Kholil. Ia terlihat sudah tak tahan menerima rangsangan, apalagi Kyai Kholil juga terus menggenjotnya dengan begitu cepat, menghujamkan batangnya keras-keras hingga membuat Anita sampai menjerit-jerit. “Aaah... aaah... aaah...” erang Anita semakin melemah karena tenaganya kian habis akibat digenjot terus oleh Kyai Kholil. Tapi di lain pihak, lorong vaginanya terasa menyempit, menjepit kuat batang Kyai Kholil, dan akhirnya Anita mendapatkan orgasmenya dengan menjerit panjang. Dari vaginanya mengucur cairan panas yang amat banyak, membasahi batang Kyai Kholil sehingga laki-laki itu semakin lancar memaju-mundurkan pinggulnya. ”Ahh...” melenguh keenakan, Kyai Kholil meremas buah dada Anita kuat-kuat untuk memberikan sensasi maksimal pada orgasmenya. Tubuh Anita terus berkelojotan, sementara Kyai Kholil terus menggenjotnya sampai membuat wanita cantik itu kelimpungan dan akhirnya rebah di atas meja dengan tubuh remuk redam karena kelelahan. Kakinya sekarang menjadi selonjor. Meski jadi sedikit kesulitan, tapi itu tidak menghalangi Kyai Kholil untuk terus menggenjot dengan cepat karena ia sendiri juga sudah tak tahan. Kyai Kholil terus menghujam berkali-kali sampai tubuh montok Anita tergoncang-goncang kesana kemari. Tak kuat lagi, Kyai Kholil pun membenamkan penisnya dalam-dalam ke celah kewanitaan Anita yang kini sudah terasa begitu basah dan lengket. “Craaat... craaat... craaat...“ Air mani Kyai Kholil menyembur deras ke dalam rahim Anita. Wanita itu sedikit terkejut saat menerimanya, namun sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa. Dengan kepala yang masih tertutup jilbab, Anita rebah di atas meja sambil menggigit bibirnya kuat-kuat. “Aaah.... banyak sekali, Pak Kyai...” lenguh Anita bimbang. ”Gimana kalau saya sampai hamil?” tanyanya dengan nafas masih berantakan. ”Bukankah kamu punya suami... nggak bakal ada yang curiga.” jawan Kyai Kholil ringan sambil menarik badannya menjauh. Kontolnya yang mulai menciut langsung terlepas dari jepitan memek Anita. Tampak cairan lendir kental belepotan di batang itu, demikian pula dengan vagina Anita. Dengan nafas masih berat, Kyai Kholil duduk di sofa dan mengelap penisnya dengan baju gamis Anita hingga jadi bersih kembali. ”Ihh... Pak Kyai!!” pekik Anita melihat pakaiannya yang jadi belepotan oleh lendir kental. ”Apa-apaan sih?!” protesnya. Kyai Kholil tertawa, “Buat kenang-kenangan, biar kamu selalu ingat sama aku.” Saat itulah, dari dalam kamar, keluar Dewo dan Nyai Siti yang juga baru selesai menuntaskan hasrat bejat mereka. Keduanya tersenyum melihat Anita dan Kyai Kholil. Anita langsung berusaha menutupi tubuhnya, sementara Kyai Kholil tampak tenang-tenang saja. ”Tidak apa-apa, santai saja.” Kyai Kholil berusaha menenangkan. Ia lalu berpaling pada Dewo. ”Pak Dewo, mau merasakannya juga?” tanyanya menawarkan tubuh mulus Anita. Dewo tersenyum dan menggeleng, ”Mungkin lain kali. Sekarang aku capek banget gara-gara istrimu ini, pagi-pagi sudah minta ditusuk dua kali.” Nyai Siti tertawa mendengar omongan itu. ”Habis siapa juga yang tahan melihat kontol besar Pak Dewo.” balasnya genit. Anita melongo, sama sekali tak menyangka akan melihat pemandangan ini di keluarga Kyai Kholil yang terkenal alim dan religius. Anita menyangka hanya dia saja yang berani berbuat mesum, tak tahunya... Tapi sebelum dia berpikir lebih jauh, Kyai Kholil sudah memeluk tubuhnya dan berbisik, ”Kamu nggak buru-buru pulang kan?” Anita menoleh dan melihat kontol Kyai Kholil yang perlahan mulai kaku dan menegang, siap untuk memulai ronde yang kedua. Ia pun tersenyum dan mengangguk. ”Sepertinya saya punya waktu luang sampai dhuhur nanti.”
========================================================================================================================================================
============================================================================
Salamah asyik menyapu dedaunan yang gugur di halaman depan musholla saat didengarnya sebuah langkah kaki mendekat. Ia tidak mengacuhkannya karena menyangka bahwa itu adalah ayahnya yang biasa ikut membantu bersih-bersih. Namun nyatanya, Salamah segera berhenti menyapu ketika di belakangnya terdengar teguran seseorang. Suara yang sangat ia kenal. ”Rajin sekali kamu, Nduk. Sudah cantik, rajin lagi. Hehe…” Gadis delapan belas tahun yang membungkuk di muka musholla itu lekas memutar kepala. Seorang lelaki tua yang selama ini menghantui mimpi-mimpi buruknya, dilihatnya berdiri disitu. Tubuhnya jangkung, janggutnya lebat tak terawat, tampangnya meski tidak seram namun memiliki rona gelap. Dialah kakek Dewo! ”Hehe… kamu memang cantik, Nduk!” kembali laki-laki itu membuka suaranya sambil terkekeh pelan. “Sangat bisa memuaskan seleraku, namun sayang kamu selalu menolak.” ”Paman jangan kurang ajar ya!” bentak gadis berbaju biru itu. Dengan garang ia berdiri tegak, tangannya memegangi gagang sapu, siap untuk memukul Dewo kapan saja. ”Eh, cantik-cantik kok galak. Nanti nggak ada yang mau lho!” kata Dewo santai. ”Paman jangan macam-macam ya! Cepat pergi dari sini, atau mau aku pukul?!” ancam Salamah berani. ”Ah, jangan, jangan! Aku cuma mau bicara sebentar,” kata Dewo sambil mengusap-usap brewoknya. ”Tidak ada yang perlu dibicarakan. Aku sudah tahu maksud paman Dewo!” balas Salamah sengit, tangannya makin erat memegangi gagang sapu. ”Bukan itu! Dengarkan dulu...” Namun sebelum Dewo sempat menyelesaikan kata-katanya, tahu-tahu Salamah sudah memekik sambil mengayunkan senjatanya. Dalam keterkejutannya, cepat Dewo membuang diri ke samping. Sebuah refleks yang cukup bagus untuk orang serenta dia, kalau tidak, pasti kepalanya sudah benjol terkena pukul gagang sapu. ”Dasar sundal!” gertak Dewo hilang kesabaran. ”Meski kau punya tampang cantik dan tubuh mulus, jangan harap aku akan kasihan. Nggak mempan pake bujukan, terpaksa aku memakai cara kekerasan!” Sehabis berkata, cepat Dewo mengayunkan tangan merebut sapu yang dipegang oleh Salamah. Ia menariknya kuat-kuat, namun Salamah tidak mau melepasnya. Meski tahu kalau kalah tenaga, gadis itu berusaha untuk mempertahankannya sekuat tenaga. Demi harga diri, Salamah akan terus bertahan. Dewo yang heran dengan kekerasan hati gadis ini, lama-lama jadi kecut juga. Namun ia tidak hilang akal. Memanfaatkan kelengahan Salamah, iapun beraksi. ”Breet… breet… breet… breet…!!!” ”Auw!” Salamah terpekik dan lekas mundur. Mukanya merah gelap ketika menyadari bagaimana Dewo telah membuat lebih dari sepuluh robekan pada baju kurungnya sehingga ia kini hampir berada dalam keadaan setengah telanjang di depan musholla! ”Dasar manusia cabul..!!” rutuk Salamah. ”Akan kuadukan pada Abah!!” Dengan kalap dia menyerbu ke depan, mengayunkan senjatanya. Namun dengan mudah Dewo kembali mengelak dan membalas dengan memukul pergelangan tangan gadis itu, membuat sapu yang dipegang oleh Salamah terlepas dan mental menjauh. ”Hahaha... hari ini kamu akan menjadi milikku!!” Tangan Dewo kembali bergerak cepat, mempreteli sisa baju Salamah. Suara breet… breet… breet… kembali terdengar. Dan tak lama kemudian, Salamah sudah berdiri di depan Dewo dalam keadaan sudah hampir telanjang. Baju kurungnya yang robek-robek sudah tidak sanggup lagi menutupi keputihan buah dada, perut, punggung serta kulit pahanya! ”Auw! Tidak!” menjerit panik, lekas Salamah menggulingkan diri ke tanah, berjongkok untuk menyembunyikan kemontokan tubuhnya dari pandangan lapar si Dewo. ”Sreet…!” namun kembali tangan Dewo meraih, kali ini BH Salamah yang menjadi sararan. Kain krem itupun tertarik putus sehingga jatuh ke pangkuan Salamah. ”J-jangan!” kembali anak Haji Tohir itu menjerit, menyadari kalau salah satu auratnya telah terburai keluar. Kalau bukan karena jilbab lebar yang ia kenakan, payudaranya pasti sudah ter-ekspos jelas saat ini. ”Bedebah! Bunuh saja aku! Bunuh! Daripada aku kamu perkosa!” teriak Salamah putus asa. Dewo tertawa ngakak. ”Sungguh sayang, membunuh gadis secantik dirimu. Mending kupakai buat teman tidur di ranjang!” katanya sambil mulai mengelus pelan pipi sang gadis. Salamah berusaha menepisnya, namun Dewo dengan cepat mendorong gadis itu ke tanah kemudian menyergapnya dengan ganas. Keduanya bergulung-gulung. Yang satu berusaha untuk mempertahankan kehormatannya, yang satu sengaja untuk menghancurkan kehormatan itu! Keadaan Salamah sudah benar-benar kepepet. Tenaganya sudah hampir habis. Tangan Dewo dengan ganas terus menggerayang di seluruh tubuhnya yang telentang. Gadis itu menangis meratapi nasibnya! Ia berusaha menghantamkan lututnya ke perut laki-laki itu, namun hantamannya yang tidak bertenaga sama sekali tidak dirasakan oleh Dewo. ”Keparat! Bunuh saja aku! Bunuh!” teriak Salamah putus asa. ”Itu gampang, Nduk! Perawanmu dulu, baru nyawamu!” Dewo mengekeh sambil terus menjilat dan menciumi puncak payudara Salamah yang terasa begitu lembut di jepitan bibirnya. Disaksikan oleh desau angin pagi, ia terus menindih gadis itu. Dewo bahkan sudah melepas celananya, bersiap untuk melaksanakan niat terkutuknya. Merasakan gesekan benda tumpul di pintu gerbang kewanitaannya, runtuhlah harapan Salamah untuk bisa selamat dari perkosaan itu. Air mata meleleh semakin deras di pipinya yang bulat. Namun nasib ternyata tidak seburuk yang ia bayangkan. Tiba-tiba saja sebuah bayangan putih berkelebat dari sebelah timur musholla. Salamah hanya merasakan sambaran angin, namun di atasnya, Dewo tiba-tiba memekik dan tersentak. Laki-laki itu terlempar ke samping, menjauh dari tubuh Salamah. Terkejut sekaligus tak percaya, Salamah segera membuka kedua matanya. Ia bangkit dengan cepat, lupa akan keadaan dirinya yang masih telanjang. Dia memandang sekeliling, mencoba mencari tahu apa yang terjadi. Namun yang dilihatnya cuma Dewo yang tergolek pingsan dengan ditutupi sehelai kain sarung. Melihat benda itu, mengingatkan Salamah pada keadaan dirinya. Tanpa perduli lagi siapa pemilik sarung itu, langsung saja Salamah melompat, menyambar pakaian itu dan mengenakannya. Meski kedodoran, namun sarung itu memberi banyak pertolongan bagi dirinya untuk menutupi tubuhnya yang telanjang. Salamah merasa sangat bersyukur karena sekali lagi ia selamat dari perbuatan bejad si Dewo. Ketika memandang si Kakek yang masih meringkuk di bawah tubuhnya, meluaplah amarah Salamah. Darahnya mendidih. Lekas ia mengambil sebongkah batu yang tergeletak di tanah, bersiap untuk memukul kepala Dewo sekuat tenaga. ”Jangan! Itu sudah cukup jadi peringatan buat dia. Kau tidak ingin masuk penjara bukan, karena membunuh orang?!” seru suara seseorang di belakangnya. Lekas Salamah membalikkan tubuh. Disana, berdiri di bawah pohon waru, tampak seorang pemuda berambut gondrong. Salamah terkesiap sejenak karena tak menyangka kalau si rambut gondrong ini ternyata adalah seorang pemuda bertampang keren! Tampan sekali. Mirip malaikat! Apakah pemuda ini yang telah menolongnya? Salamah berharap semoga saja begitu. Namun sebelum ia sempat berkata apa-apa, pemuda itu sudah berbalik dan berjalan pergi. ”Hei, siapa namamu?!” tanya Salamah sambil berteriak. ”Bayu! Panggil saja Bayu!” kata pemuda itu tanpa menoleh. Salamah tersenyum. Hatinya berbunga-bunga. Tanpa mempedulikan peristiwa yang barusan ia alami, ataupun Dewo yang masih tergolek pingsan, Salamah kembali ke dalam rumah. Ada binar cinta di matanya yang bulat. Cinta pada pandangan pertama pada seseorang yang telah menolongnya! *** ”Paman Dewo kenapa?” tanya Nyai Siti kuatir melihat Dewo pulang dengan tertatih-tatih. ”Ah, nggak apa-apa. Cuma jatuh tadi.” jawab Dewo berbohong, malu untuk mengatakan yang sebenarnya. ”Duduklah dulu, aku buatkan minum.” Nyai Siti memapah Dewo ke ruang tengah. ”Eh, Nyai. Gimana dengan permintaanku?” Dewo bertanya. Nyai Siti menunduk, ”Sulit, Paman. Entah kenapa, Dewi sama sekali nggak bisa dipengaruhi.” Dewo menggeram. Ini sudah ke lima kalinya ia kehilangan mangsa. Biasanya ia begitu mudah mendapatkan wanita incaran, namun sudah seminggu ini keadaan menjadi sulit. Jangankan korban baru, korban-korban lamanya saja seperti menjauh dari dirinya. Mereka sepeti tersadar kalau Dewo adalah pembawa bencana, karena itu harus dijauhi. Hanya Nyai Siti sekeluarga yang masih setia melayani dirinya. ”Sabar, Paman. Pasti ada cara lain.” Nyai Siti berusaha menenangkan. Dewo menggeleng, apalagi bila teringat peristiwa tadi pagi. Salamah, gadis itu benar-benar tidak mempan dipelet. Entah apa yang terjadi, masa ilmunya sudah luntur?! Tapi sepertinya itu tidak mungkin karena Dewo masih bisa mendapatkan wanita lain. Meski kadarnya sudah sangat berkurang. Kalau dulu satu pelet bisa untuk seminggu,sekarang bisa tahan sehari saja sudah bagus. Sepertinya para wanita di desa ini sudah mulai kebal, itulah yang bisa dipikirkan oleh si Dewo. Ia tidak bisa menemukan alasan lain. Dan yang menyerangnya tadi. Dewo tidak sempat melihat, namun ia jadi takut orang itu akan melaporkan perbuatannya kepada penduduk desa. Kalau Salamah tidak mungkin buka suara, karena ia sudah mengancam akan menghabisi nyawa ayahnya kalau gadis itu sampai macam-macam. Nyai Siti yang melihat kecemasan Dewo, lekas membimbingnya ke dalam kamar. ”Mungkin paman perlu istirahat.” katanya penuh perhatian. Dewo mengangguk dan tidak menolak saat Nyai Siti mengeloninya pagi hari itu. *** Hari sudah menjelang siang ketika Kyai Kholil pulang dari masjid. Dilihatnya pintu kamar Dewo tertutup rapat, sedang Nyai Siti tidak ada di dapur padahal istrinya itu biasanya masih memasak pada jam segini. Dalam hati Kyai Kholil sudah bisa menebak apa yang terjadi. Padahal ia sudah merasa kangen dengan pelukan Nyai Siti; dengan ciumannya, dengan kulumannya dan dengan jepitan memeknya. Hanya dengan membayangkan semua itu membuat batang kemaluan Kyai Kholil berdiri tegak. Menghela nafas, ia lekas meletakkan kopiahnya di atas meja TV dan melangkah ke kamarnya sendiri. Namun ia berhenti dan berbelok begitu melihat pintu kamar Wiwik yang sedikit terbuka. Dengan perlahan Kyai Kholil membukanya, kemudian menutup pintu kamar itu dengan perlahan setelah berada di dalam. Melihat Wiwik yang masih tertidur pulas, Kyai Kholil melangkahkan kakinya mendekat, kemudian dengan perlahan ia duduk di samping adik iparnya yang cantik itu. Cepat Kyai Kholil menyibak selimut yang menutupi tubuh molek Wiwik. Ia tersenyum begitu melihat tubuh Wiwik yang hanya berbalutkan daster putih tipis, sehingga kedua payudaranya yang bulat terbayang jelas, lengkap dengan kedua putingnya yang mungil kemerahan. Dengan perlahan Kyai Kholil mulai menjamahnya, meremasnya perlahan. Selain itu ia juga menunduk untuk mengecup bibir tipis Wiwik. Remasan kedua tangan Kyai Kholil di payudaranya, serta kecupan-kecupan laki-laki itu di bibirnya, membuat Wiwik tersentak bangun. Ia tampak kaget karena merasakan kedua payudaranya ada yang meremas-remas dan bibirnya ada yang mengecup. Dengan mata masih mengerjap-ngerjap, mulut Wiwik terbuka mencoba untuk berteriak, namun Kyai Kholil cepat membungkam dan melumat bibir gadis itu dengan satu ciuman panjang. ”Hmmph!” Wiwik melenguh, mendapat serangan yang mendadak itu tak urung membuatnya gelagapan juga. Matanya semakin terbelalak, namun setelah tahu siapa yang melakukannya, hasrat untuk marahnya jadi hilang. Malah yang ada, Wiwik mulai membalas ciuman Kyai Kholil. Lidahnya dengan nakal mulai bermain di rongga mulut laki-laki itu, membuat kedua lidah mereka jadi saling bertaut dan menempel mesra. Di bawah, mengetahui Wiwik yang sudah pasrah sepenuhnya, remasan tangan Kyai Kholil jadi semakin menjadi. Wiwik dibuatnya mendesah, nafas keduanya memburu, nafsu birahi mereka semakin memuncak. Wiwik membalas dengan meraih belakang kepala Kyai Kholil, seolah tidak mau melepaskan kakak iparnya itu untuk terus mencumbu dirinya. Tangan kanannya merayap ke selangkangan Kyai Kholil, mengelus-elus batang kontol Kyai Kholil yang sudah tegang dari balik kain sarungnya. Tangan Kyai Kholil pun semakin asyik meremas-remas kedua payudara Wiwik yang ukurannya semakin hari tampak semakin besar saja. Sekarang sudah pas segenggaman tangan. Terasa empuk dan hangat sekali. ”Ahh... ahh... uhh...” desahan dan lenguhan kerap terdengar dari mulut mereka berdua. Tidak puas dengan hanya mengelus-elus batang kemaluan Kyai Kholil dari luar sarung, Wiwik mulai beraksi dengan mencoba menyingkapnya. Setelah berhasil, tangannya dengan lincah menyusup masuk ke dalam cd Kyai Kholil. Batang kontol Kyai Kholil yang sudah tegang segera diremasnya, akibatnya Kyai Kholil jadi menggelinjang mendapat serangan nikmat seperti itu. Saat mereka sedang asyik bercumbu, tiba-tiba terdengar ketukan di pintu kamar. Keduanya segera menghentikan kegiatan mereka. ”Ya?” sahut Wiwik dengan nafas yang masih tersengal-sengal. Ia tersenyum pada Kyai Kholil dan membiarkan laki-laki itu mengecup mesra puncak payudaranya. ”Mbak, maaf, kamarnya mau aku sapu!” terdengar suara Rohmah menjawab. ”Hmm, ya boleh. Masuk aja,” jawab Wiwik. Kyai Kholil mendelik memandangnya, seolah memprotes jawaban adik iparnya itu karena takut dipergoki oleh Rohmah, anaknya sendiri. Namun Wiwik hanya tersenyum sambil mengecup kembali bibir Kyai Kholil. Terdengar suara gerendel pintu dibuka dan, “Eh, ada Abah. Kapan pulang?” tanya Rohmah begitu menyadari ada Kyai Kholil di kamar Wiwik. ”B-barusan aja,” jawab Kyai Kholil sambil tersenyum kikuk, tak tahu harus berbuat apa. Lekas ia lepaskan pelukannya pada tubuh molek Wiwik. Wiwik yang melihat tingkah Kyai Kholil, tersenyum dan kemudian berbisik, ”Pasti Abang sedang membayangkan tubuh Rohmah ya, dan pasti berharap untuk bisa menyetubuhinya?” bisik Wiwik sambil menjilat telinga sang kakak ipar. ”Ah, enggak lah,” jawab Kyai Kholil perlahan dan tersipu. ”Hehehe, Abang jangan bohong. Dari cara Abang menatap tubuh Rohmah, saya bisa langsung tahu,” bisik Wiwik kembali. Kyai Kholil terdiam. ”Kalau Abang pengen nyobain, saya bisa bantu.” goda Wiwik. ”Eh, memang bisa?” tanya Kyai Kholil penasaran. ”Abang mau?” Wiwik kembali menggoda. ”Hhm... mau aja, tapi...” dengan malu Kyai Kholil mengiyakan. ”Tapi kenapa?” tanya Wiwik sambil mendesah. Selama itu, Rohmah hanya berdiri saja di depan pintu sambil memperhatikan mereka berdua. ”D-dia kan, anakku sendiri!” jawab Kyai Kholil. ”Emang kenapa, saya juga adik Abang sendiri. Tapi Abang juga berlaku begini sama saya, lalu kenapa sama Rohmah harus berbeda?” sergah Wiwik. Kyai Kholil tidak mampu untuk menjawab. ”Ayo kita main bertiga, itupun kalau Abang kuat!” tawar Wiwik. ”K-kalau soal itu, nggak usah khawatir,” jawab Kyai Kholil sambil tersenyum. Memang, sejak diterapi oleh Dewo, ia jadi kuat main seks. ”Okelah kalau begitu,” sahut Wiwik riang, kemudian menoleh pada Rohmah. ”Dik, sini sebentar,” panggilnya. ”Ya, mbak,” sahut Rohmah yang segera menghampiri bibinya ini. Dari tempatnya berdiri, ia bisa melihat tubuh molek Wiwik yang membayang dengan jelas dari balik daster tipisnya. Rohmah melihat kedua payudara Wiwik yang indah dan besar dihiasi oleh dua puting yang kemerahan. Sementara di selangkangan, ia melihat bayangan hitam yang mulai melebat, sama seperti miliknya. Rohmah menyadari bahwa bibinya yang masih muda ini tidak mengenakan pakaian dalam di balik dasternya yang tipis itu. ”Sini, Dik, duduk sini,” ajak Wiwik sambil menepuk pinggiran tempat tidur di sebelah kirinya. ”Ah, nggak usah, Mbak. Biar aku disini saja, bajuku basah,” jawab Rohmah sungkan, terutama kepada ayahnya, Kyai Kholil, yang terus memandangi tubuhnya. ”Eh, nggak apa-apa, sini duduk,” kata Wiwik. Dengan berat hati akhirnya Rohmah duduk di sebelah bibinya itu. ”Maaf kalau menganggu.” katanya kemudian. Wiwik tersenyum, ”Sama sekali nggak. Bener kan, Bang?” tanyanya pada Kyai Kholil. Laki-laki itu mengangguk, matanya terus menatap dan memandangi Rohmah, seperti baru menyadari kalau putrinya ini adalah sosok yang manis. Kulit Rohmah yang kuning langsat, bentuk tubuhnya yang sempurna, langsing, dengan kedua payudara yang meski nampaknya tidak terlalu besar namun cukup besar juga, membuat hati Kyai Kholil jadi tergerak. Ia harus bisa meniduri Rohmah, putrinya sendiri! “Gini, Dik. Aku mau tanya, gimana rasanya ngentot sama paman Dewo?” tanya Wiwik memulai. ”E-enak... memang kenapa?” jawab Rohmah sambil tersipu malu. ”Kamu nggak kangen sama itunya paman Dewo?!” tanya Wiwik sambil tersenyum. ”Maksud Mbak?” tanya Rohmah balik, masih belum mengerti maksud Wiwik. ”Itu lho, kan sudah seminggu ini dia nggak nyentuh kita. Kamu nggak pengen ngentot?” Wiwik menjelaskan. ”Oh itu, eeh... gimana yah, malu ngomongnya. Pengen sih, tapi...” jawab Rohmah tersipu. ”Tapi kenapa?” desak Wiwik. ”Iih, Mbak... malu ah,” kata Rohmah. Pipinya merona merah karena malu. Kyai Kholil yang terus mendengarkan jadi semakin bernafsu melihat anaknya yang tersipu malu karena semakin terlihat manisnya. ”Inimu nggak gatel?!” kata Wiwik sambil tangan kirinya mengusap-usap permukaan selangkangan Rohmah. Rohmah tentu saja langsung menggelinjang kegelian oleh rabaan tangan itu. ”Aah... geli, Mbak!” jerit Rohmah. ”Abahmu bisa nolongin,” kata Wiwik. Rohmah terdiam, tidak berani menatap Kyai Kholil. Terlihat kalau ia begitu malu meski dalam hati menginginkannya juga. ”Tidak apa-apa,” Wiwik berusaha menengahi. ”mungkin nggak sekarang.” katanya. Rohmah mengangguk dan menatap bibinya ini penuh rasa lega, namun ia kembali mengernyit saat Wiwik kembali berkata, ”Tapi kamu mau tolongin Mbak, kan? Aku sudah lama tidak merasakan punyanya laki-laki, memekku jadi gatel banget!” ”Eeh... gimana caranya tuh, kita kan sama-sama perempuan?” kata Rohmah bingung. ”Kamu lakukan dengan tanganmu, seperti ini!” jelas Wiwik sambil meraih tangan Rohmah lalu diletakkan di atas selangkangannya. Ia membuka kedua kakinya, dan mengangkat dasternya, tangan Rohmah lalu ia gerakkan di permukaan memeknya yang sudah membanjir. Rohmah terperanjat dengan ulah bibinya ini, tapi karena penasaran, iapun mengikuti kemauan Wiwik. Perlahan tangannya bergerak mengelus-elus memek Wiwik, dari bawah ke atas. Tak lama kemudian Wiwik pun mulai ikut beraksi, tangan kanannya menyelusup ke dalam baju kurung Rohmah dan menyelinap ke dalam bra gadis itu. Payudara Rohmah langsung diremas-remasnya, sementara tangan kirinya mengusap-usap punggung putri Kyai Kholil tersebut. Rohmah tentu saja kaget mendapat perlakuan seperti ini, namun sama sekali tidak bisa menolak. ”Eehh... Mbakk... j-jangan! Ooohh... jangaan!” tolak Rohmah sambil mendesah begitu merasakan gairah birahinya yang mulai timbul. Mulut berkata jangan, tapi tubuhnya tidak bisa menolak dengan perlakuan Wiwik. Tangan Rohmah pun semakin aktif bermain di memek Wiwik, hasrat birahi kedua wanita muda ini dengan perlahan bangkit, permainan mereka semakin menjadi. Entah sejak kapan tubuh mereka berdua sudah telanjang bulat. Dari posisi duduk di pinggiran ranjang, sekarang posisi mereka sudah berbaring bertindihan di atas ranjang. Rohmah berbaring mendesah-desah menikmati jilatan lidah Wiwik di vaginanya, juga hisapan Wiwik yang mendera kelentitnya. Perasaannya melambung seiring tubuhnya yang menggelinjang menikmati serangan-serangan Wiwik di memek dan kelentitnya. ”Oooh... ssh... aah... shh... aah... ooh...” Rohmah mendesah. ”Hhm... slrupp... slrupp... enaak, Dik? Slrupp...” tanya Wiwik sambil tetap menghisap kelentit Rohmah dan menjilati memeknya. ”Ooh... enaak, Mbak... nikmaat!” jawab Rohmah. Tak lama kemudian Wiwik memutar tubuhnya sambil mulutnya tetap bermain di selangkangan Rohmah, ia menempatkan bagian selangkangannya tepat di atas muka gadis itu. Mereka berposisi 69! ”Kamu juga jilati punyaku,” kata Wiwik. ”Ooh... i-iya, Mbak!” Rohmah menuruti kehendak bibinya yang lebih berpengalaman ini. ”Ooh... hisap juha itilku, Dik!” Wiwik mendesah. Kyai Kholil yang melihat pemandangan itu jadi semakin terangsang, kontolnya semakin mengeras, namun dengan sabar ia menunggu kode dari Wiwik. Walaupun hatinya ingin segera memasukkan kontolnya ke memek Rohmah yang terlihat sempit dan kenyal, tetap berusaha ia tahan sekuat tenaga. Sabar, nanti ada waktunya sendiri. Sekarang biarlah kedua gadis itu memuaskan nafsunya masing-masing. Kyai Kholil terus memperhatikan dengan nafas yang semakin memburu, tanda kalau nafsu birahinya sudah semakin memuncak. Sementara itu di ranjang, aksi Rohmah dan Wiwik sudah semakin menggila. Keduanya saling menghisap dan mengerang silih berganti, saat itulah terlihat Wiwik memberi kode kepada Kyai Kholil agar masuk ke arena pertempuran. Bergabungnya Kyai Kholil tidak diketahui oleh Rohmah yang saat itu sibuk menikmati jilatan dan hisapan mulut Wiwik pada lubang memeknya, juga sibuk dengan aksi mulutnya sendiri di memek sempit Wiwik. Dengan pelan Kyai Kholil bergeser, ia melihat memek Rohmah yang sedang dijilati oleh Wiwik sudah merekah indah, siap untuk dimasuki. Lubangnya yang sengaja dibuka oleh Wiwik terlihat basah kemerahan, juga sedikit berdenyut-denyut seiring hisapan Wiwik pada biji kelentitnya. Dengan dibantu oleh Wiwik, perlahan Kyai Kholil menyelipkan kepala kontolnya ke lubang tersebut. Sleeepp...!! Kepala kontolnya terjepit di lubang vagina Rohmah. Rohmah yang merasakan lesakan di lubang kemaluannya kontan tersentak, tapi ia tidak bisa bergerak karena tubuhnya sedang ditindih oleh Wiwik. Ia yang bertubuh mungil jadi tidak dapat berbuat apa-apa, bahkan ia sama sekali tidak mengetahui apa yang sedang mengganjal di lubang kemaluannya itu. ”Oughh... i-itu apa, Mbak, yang masuk ke dalam lubangku?” tanya Rohmah kaget. ”Tenang, Dik, nikmati saja kontol Abah kamu. Pasti kamu nggak kecewa,” jawab Wiwik menenangkan. ”Eeh... j-jangan! Jangan dimasukkan, Bah! Arghh... pelan-pelan! Kontol Abah gede banget... nggak kalah sama punya paman Dewo! Ooughh... robek memekku!” Rohmah menjerit saat Kyai Kholil mulai meneroboskan kontolnya ke dalam lubang memek sang putri tercinta. Perlahan tapi pasti batang kemaluan Kyai Kholil mulai menyeruak ke lubang memek Rohmah yang sudah seminggu tidak dikunjungi oleh batang kemaluan lelaki. Sedikit demi sedikit kontolnya mulai terbenam dalam lubang memek Rohmah yang masih sempit dan kesat. Bleeess...!!! Dengan sekali hentak, Kyai Kholil mendorong masuk semua batang kemaluannya sehingga terbenam seluruhnya di dalam lubang kenikmatan Rohmah. ”Arghhh... memekmu sempit juga, Nduk!” Kyai Kholil mengerang keenakan merasakan jepitan ketat memek putrinya sendiri, hal yang sudah lama ia inginkan namun baru kali ini berani ia lakukan. ”Oohh... sakit, Abah! Aahh...” Rohmah mengerang merasakan kontol Kyai Kholil yang memenuhi rongga kewanitaannya. ”Sabar, Dik., nanti juga nggak sakit. Ini karena kamu sudah lama tidak merasakan batang kemaluan lelaki,” Wiwik berusaha menenangkan. Kyai Kholil mendiamkan kontolnya sejenak dalam jepitan memek Rohmah. Sementara Wiwik kembali menjilati kelentit Rohmah, jilatan yang dilakukannya perlahan-lahan mulai menghilangkan rasa sakit di memek gadis itu. Namun ternyata bukan hanya Rohmah yang menikmati jilatan itu, Kyai Kholil pun ikut merasakannya karena Wiwik sesekali juga menghisap pangkal kontol sang Kyai yang berada berdekatan dengan posisi kelentit Rohmah. ”Ooh... ssh... hhh...” erangan Rohmah mulai terdengar lagi, isak tangisnya telah berganti dengan lenguhan nikmat akibat jilatan Wiwik. Ia sudah tidak merasakan sakit di memeknya, yang ada malah perasaan enak akibat kontol Kyai Kholil yang memenuhi lubang memeknya. Kyai Kholil sendiri juga merasakan memek Rohmah mulai berdenyut-denyut pelan, seolah meremas-remas batang kontolnya dengan begitu lembut. Tanpa menunggu lebih lama, ia pun mulai menggerakkan pinggulnya; menggesek dinding memek Rohmah dengan batang kontolnya yang besar dan panjang. Kyai Kholil mengayunkannya keluar-masuk secera perlahan-lahan di lubang memek Rohmah, putrinya sendiri, yang kini semakin melenguh dan menggelinjang nikmat akibat persetubuhannya. Wiwik yang masih asyik menjilati kelentit Rohmah, melihat bagaimana kontol Kyai Kholil keluar masuk di memek Rohmah dengan begitu perlahan. Menyadari bahwa Rohmah sudah dapat menikmati lesakan-lesakan kontol Kyai Kholil, iapun bangkit dari posisi membungkuknya dan lalu berbaring di samping Rohmah, sambil tangannya bermain di kedua payudara gadis itu. Benda yang mulai mengkal itu silih berganti ia remas-remas dan ia hisap-hisap ringan, dengan lidahnya Wiwik bermain di kedua puting Rohmah. Gigitan-gigitan lembut ia lakukan di kedua puting itu, akibatnya erangan dan desahan nikmat dari Rohmah jadi semakin kerap terdengar. ”Auw... ahh... ahh...” Rohmah merasakan kenikmatan yang sangat luar biasa yang belum pernah ia alami sebelumnya. Selain batang kontol besar yang memenuhi rongga memeknya, hisapan dan jilatan serta gigitan Wiwik di puting payudaranya membuatnya bergairah luar biasa. Matanya kadang terpejam kadang mendelik, sementara mulutnya terus mendesah dan mengerang penuh gairah. ”Oughh... enaak, Bah! Ssh... ahh... kontol Abah enak! Genjot terus... memekku enak!” Rohmah mendesah tak karuan. ”Sssh... ughh... memekmu juga enak, Nduk!” Kyai Kholil balas mengerang. ”Bener kan, Dik, kamu pasti merasa nikmat,” gumam Wiwik sambil terus mencucupi puting Rohmah satu per satu, menghisap dan menjilatinya dengan penuh nafsu. ”I-iya, Mbak... oughh... kontol Abah nggak kalah sama punya paman Dewo... enakk... gede banget! Aaghh...” erang Rohmah dengan tubuh semakin menggelinjang. Batas antara ayah dan anak sudah hilang sekarang, berganti dengan nafsu binatang yang menuntut untuk dipuaskan. Nampak kepala Rohmah bergoyang ke kiri dan ke kanan, kadang-kadang juga terangkat saat lesakan kontol Kyai Kholil masuk lebih dalam di lubang vaginanya. Lenguhan dan desahannya juga semakin sering terdengar, gairah birahinya yang terpendam selama satu minggu ini terlampiaskan sudah. Gejolak birahinya meledak-ledak menikmati sodokan-sodokan kontol Kyai Kholil, ayahnya sendiri. Rohmah bahkan merasakan puncak pendakiannya akan segera tercapai, ia merasakan lahar kenikmatannya akan segera meletup keluar. ”Oohh... terus genjot memekku, Bah! Yang cepat! Yang kuat! Auw... yah begitu! Terus! Ahhh... makin cepat, Bah! Makin kuat! Aku... oghh... mau keluarr...” Rohmah mengerang sejadi-jadinya merasakan nikmatnya digenjot oleh ayahnya sendiri. Mendengar erangan sang putri tercinta, Kyai Kholil semakin mempercepat gerakan pinggulnya. Saat merasakan kedutan kuat di dinding-dinding memek Rohmah yang melingkupi batang penisnya, iapun menekan kontolnya kuat-kuat ke dalam lubang kenikmatan gadis itu, bllessh...!!! ”Oughh... Bah! E-enak! Nikmaat! Hhm...” Rohmah mengerang keenakan saat vaginanya mulai menyemburkan cairan kenikmatannya yang sudah terpendam selama satu minggu ini. Kyai Kholil mendiamkan sejenak kontolnya dalam lubang vagina gadis itu untuk memberi kesempatan kepada Rohmah menikmati puncak kenikmatannya. Ia merasakan bagaimana memek Rohmah yang berkedut-kedut kuat seiring dengan menyemburnya cairan kenikmatannya. Terlihat nafas Rohmah masih memburu, matanya terpejam, namun di mulutnya tersungging senyum tipis penuh kepuasan. Untuk pertama kalinya ia bersetubuh dengan ayahnya sendiri dan untuk pertama kalinya juga ia dipuaskan oleh laki-laki itu. Setelah nafasnya mereda, barulah Rohmah membuka kedua matanya, tapi ia langsung tersipu begitu tahu kalau Kyai Kholil sedang menatap dirinya. Mukanya langsung memerah, kedua tangannya secara otomatis menutupi kedua payudaranya yang terbuka. Meski baru saja bersetubuh, dan malah kontol Kyai Kholil masih menancap di liang rahim Rohmah, namun gadis itu merasa malu. Ini memang tidak seharusnya dilakukan, kalau bukan karena pelet maut si Dewo tidak mungkin ini terjadi. Tingkah Rohmah itu membuat Wiwik dan Kyai Kholil tersenyum. Dengan kontol masih terbenam di lubang kenikmatan Rohmah, kembali Kyai Kholil menggerakkan pinggulnya secara perlahan. Rohmah yang masih tersipu malu terhenyak dengan ulah ayahnya itu, namun ia hanya bisa melenguh merasakan gesekan batang kemaluan Kyai Kholil di dinding-dinding vaginanya tanpa bisa berbuat apa-apa. Hanya mukanya yang semakin memerah saat kedua tangan Kyai Kholil mulai menggerayangi kedua payudaranya yang sedang ia tutupi dengan menggunakan tangan. Lembut Kyai Kholil menyingkirkan tangan Rohmah hingga payudara yang masih ranum itu kembali terpampang jelas. Segera Kyai Kholil meremas-remasnya sambil terus menggenjot lubang memek Rohmah dengan batang kontolnya yang masih ngaceng penuh. Erangan Rohmah pun kembali terdengar, nafsu birahinya yang tadi sudah sedikit padam, perlahan mulai menyala kembali. Wiwik yang melihat Kyai Kholil mulai menggenjot ringan, segera beranjak ke belakang tubuh kakak iparnya itu, ia peluk Kyai Kholil dari belakang. Mesra ia ciumi punggung, telinga, tengkuk dan leher Kyai Kholil, sambil salah satu tangannya bergantian mengelus-elus batang dan biji peler sang Kyai yang bergoyang-goyang seiring hentakannya. ”Ahh...” Kyai Kholil yang merasakan sentuhan Wiwik jadi ikut melenguh. Ia merasakan sensasi nikmat yang berbeda. Akibatnya, kontolnya jadi semakin gencar keluar masuk di liang memek Rohmah. Gerakan ayunannya menjadi bertambah cepat. ”Aughh... shhh... ahh...” Rohmah yang merasakan kontol sang ayah semakin gencar keluar masuk di lubang vaginanya, jadi semakin melenguh. Desahan dan erangannya kini semakin menjadi. Cairan pelicin semakin banyak mengalir dari lubang vaginanya, bercampur dengan cairan orgasmenya yang tadi sudah menyembur keluar. Akibatnya lubang vaginanya jadi semakin basah sekarang. Suara kecipak aneh terdengar begitu alat kelamin mereka beradu, yang mana itu semakin menambah gairah birahi mereka bertiga. ”Ooh... enak, Bah! Terus genjot! Memekku... oooh...” Rohmah merintih-rintih keenakan. Sambil kedua tangannya tetap meremas-remas kedua payudara putrinya, genjotan-genjotan Kyai Kholil pun semakin bertambah cepat. Sementara itu ia sendiri merasakan elusan-elusan Wiwik di biji pelernya berubah menjadi remasan-remasan lembut. Sangat nikmat sekali. Tangan adik iparnya itu seperti tidak mau lepas dari sana. ”Hhm... jangan lupa, Bang, sisakan kontolmu buat aku!” Wiwik berbisik lirih di telinga Kyai Kholil. ”Oughh... pasti, Wik, aku masih kuat kok!” jawab Kyai Kholil penuh keyakinan. ”Ayo, Bah... genjot lebih kuat! lebih cepat! Aku mau keluar!” rintih Rohmah yang merasakan puncak kenikmatan akan segera ia raih kembali untuk kedua kalinya. Kyai Kholil tersenyum mendengar jeritan Rohmah. Hatinya membatin, obat yang diberikan Dewo memang betul-betul ampuh. Untuk kedua kalinya ia bisa mengantarkan Rohmah meraih puncak kenikmatannya. ”Keluarin, Nduk, keluarin!” kata Kyai Kholil sambil mempercepat genjotannya. ”Ahh... aku nggak kuat lagi, Bah! Arghh... aku keluar!!” Rohmah menjerit keenakan saat memeknya memuntahkan lahar kenikmatan untuk yang kedua kalinya, membuat lubang itu jadi semakin basah oleh cairan lendir bening. Nafas Rohmah masih memburu menikmati puncak pendakian yang berhasil ia raih, dadanya naik turun seirama dengan tarikan nafasnya yang masih berat, sementara kedua payudaranya yang bergoncang-goncang terus dipegangi oleh Kyai Kholil. Laki-laki itu kembali mendiamkan kontolnya terbenam di lubang memek sang putri untuk memberikan kesempatan bagi Rohmah menikmati sensasi orgasmenya. Wiwik tersenyum melihat Rohmah kelojotan untuk kedua kalinya oleh terjangan kontol Kyai Kholil. Ia segera memagut bibir Kyai Kholil penuh nafsu, lidahnya menerobos ke rongga mulut kakak iparnya itu, yang disambut oleh Kyai Kholil dengan penuh nafsu juga. Keduanya asyik berciuman sementara Rohmah yang masih menikmati sisa-sisa orgasmenya melihat pemandangan itu dengan iri. Ia lihat tangan sang Abah mulai meremas-remas kedua payudara bulat milik Wiwik, desahan-desahan birahi mereka terdengar saling bersahutan. Meski masih ingin merasakan lagi keperkasaan kontol Abahnya, namun Rohmah tahu diri. Sekarang adalah giliran Wiwik, jadi iapun segera mendorong tubuh Kyai Kholil sehingga jepitan alat kelamin mereka terlepas. Sekarang Kyai Kholil berbaring telentang di tempat tidur, tepat di sebelah Rohmah. Kontolnya yang masih ngaceng keras tampak bergoyang-goyang indah menantang Wiwik agar segera menaikinya. Tanpa membuang waktu, Wiwik menaiki tubuh Kyai Kholil. Dengan mulut masih berpagutan mesra, ia mulai menggesek-gesekkan lubang memeknya di batang kemaluan sang kakak ipar sehingga membuat kontol Kyai Kholil semakin keras dan kaku saja. Selanjutnya, dengan tidak sabar Wiwik meraihnya dan mengarahkan benda itu ke lubang vaginanya. Slleeepp...!! dengan mudah kontol Kyai Kholil terjepit di bibir vagina Wiwik, dan dengan satu dorongan ringan, melesaklah benda itu ke dalam lubang memek Wiwik hingga membelahnya jadi dua bagian sama lebar. ”Arghh... Bang, masuk semua kontolmu... di memekku... aah!” Wiwik melenguh puas. ”Hmm... memekmu sempit, Wik, nggak kalah sama punya Rohmah!” balas Kyai Kholil merasakan sempitnya lubang memek Wiwik. Tanpa menunggu lama, mereka pun mulai menggerakkan pantat maju mundur sehingga kontol Kyai Kholil bergerak keluar masuk dengan sendirinya di memek sempit Wiwik. Mereka berpelukan erat, tubuh keduanya seolah menyatu. Wiwik terlihat semakin bernafsu memagut bibir Kyai Kholil, yang dibalas oleh Kyai Kholil dengan meremas-remas payudara Wiwik mesra. Wiwik yang sudah berpuasa selama satu minggu inipun semakin liar beraksi, goyangan pantatnya betul-betul hebat; kadang bergerak maju-mundur, kadang berputar-putar, bahkan juga beberapa kali turun naik dengan begitu cepat saat merasakan kontol Kyai Kholil yang seperti sedang mengebor lubang kemaluannya. ”Oooh... enak, Bang! Kontolmu enak!” Wiwik merintih keenakan. ”Aah... terus goyang, Wik! Memekmu betul-betul enak!” balas Kyai Kholil yang merasakan kontolnya seperti dipijit-pijit saat Wiwik memutar-mutar pantatnya. Rohmah yang mulai tersadar, begitu melihat kedua payudara Wiwik yang bergoyang-goyang indah seiring dengan gerakan pantatnya, segera memberanikan diri untuk mendekat. Ia peluk Wiwik dari belakang dan mulai meremas-remas kedua payudara gadis itu. Bahkan tidak hanya tangannya yang beraksi, tapi mulut Rohmah pun ikut bekerja dengan silih berganti menjilat kedua puting Wiwik yang mungil kemerahan. “Arghh…” akibatnya, Wiwik jadi mengerang penuh kenikmatan. Jilatan Rohmah di puting payudaranya dan serangan kontol Kyai Kholil di kemaluannya benar-benar membuatnya tak tahan. Gerakannya maju mundurnya kini semakin bertambah cepat, juga tidak beraturan. Akibatnya kontol Kyai Kholil pun semakin gencar menyodok-nyodok ke dalam lubang memeknya. Nampaknya gadis itu sudah hampir mencapai puncak kenikmatannya. ”Aarggh... aku mau keluar, Bang! Kontolmu memang nikmat!” Wiwik mengerang, tubuhnya mengejang saat vaginanya memuntahkan lahar kenikmatannya. Cairan itu menyembur membasahi batang kontol Kyai Kholil yang masih berada dalam jepitan liang vaginanya. Kyai Kholil yang melihat tubuh Wiwik mengejan-ejan nikmat, segera buru-buru membenamkan penisnya dalam-dalam. Tanpa aba-aba ia muntahkan spermanya ke liang rahim gadis itu. Mereka melenguh secara berbarengan dan saling berpelukan. Rohmah melihat dengan iri, namun ia segera tersenyum begitu Wiwik bangkit dan membagi sisa pejuh Kyai Kholil yang merembes dari liang memeknya sama rata. Berdua mereka menjilatinya hingga bersih, sampai tidak ada yang tersisa. Selanjutnya mereka tertidur berpelukan dengan Kyai Kholil berada di tengah-tengah, tubuh mereka masih sama-sama telanjang. Di kamar sebelah, Dewo juga melakukan hal yang sama. Ia muntahkan spermanya untuk yang ketiga kalinya di pagi ini ke mulut Nyai Siti. Dan wanita itu terus menelannya dengan penuh rasa suka. Tersenyum puas, Dewo kembali meraih tubuh molek Nyai Siti ke dalam pelukannya.
========================================================================================================================================================
============================================================================
Angin malam bertiup dingin dari lembah. Bayu masuk ke dalam kedai seenaknya sambil bersiul-siul. Orang tua pemilik kedai menyambutnya dengan muka bertanya. ”Anak muda,” katanya, ”baru kali ini kulihat dirimu. Kau ini siapa sebenarnya dan datang dari mana?” Bayu mengusap-usap dagunya yang licin. ”Bapak sudah lama tinggal di sini?” katanya balik bertanya. ”Sejak masih bayi….” jawab orang tua itu. ”Hem… kalau begitu tentu kenal dengan nama Dewo.” kata Bayu. ”Oh tentu… tentu sekali. Dia orang tua sepertiku, bapaknya dulu Kepala Kampung disini. Tapi sekarang dia tinggal bersama Kyai Kholil, setelah dia pulang merantau selama bertahun-tahun. Cuma sayang…” laki-laki itu menggantung kalimatnya. ”Sayang kenapa?” kejar Bayu. Orang tua itu tak segera menjawab. Dia memandang keluar kedai seperti mau menembusi kegelapan malam, seperti tengah mengingat-ingat sesuatu. ”Sejak kedatangannya, kampung ini jadi aneh...” katanya kemudian menambahkan. Bayu menelan ludahnya. ”Aneh bagaimana, kalau boleh saya tahu,” Pertanyaan ini membuat si orang tua memandang lekat-lekat pada paras tampan pemuda itu. ”Semua perempuan sangat menurut kepadanya… penduduk yakin dia punya ilmu pelet, tapi sama sekali tidak bisa membuktikannya. Dengan begitu kami tidak bisa bertindak. Ditambah pula, kami juga segan pada Kyai Kholil yang dituakan di kampung ini. Dia selalu melindungi dan membela Dewo.” katanya. Kemudian dituturkannya beberapa peristiwa perselingkuhan Dewo dengan wanita-wanita di desa ini. ”Tampaknya dia suka wanita yang berjilbab, buktinya istri Pak Lurah yang tidak berjilbab masih aman-aman saja sampai sekarang meski orangnya sangat cantik.” tutup pemilik kedai tersebut. Sebenarnya kisah ini sudah diketahui dengan pasti oleh Bayu, karena tujuan kedatangannya ke desa adalah untuk menghentikan Dewo. Ini adalah perintah dari gurunya, yang juga adalah guru Dewo. Bedanya, kalau Dewo menggunakan ilmunya di jalan kesesatan, Bayu lebih memilih yang sebaliknya. Itulah sebabnya, mau tak mau dia harus melawan Dewo kalau tidak mau kemungkaran ini semakin merajalela. Dan sebagai tahap awal, ia sudah mencampur sejenis ramuan khusus yang hanya ia sendiri yang bisa meraciknya ke dalam sumur-sumur penduduk. Dengan begitu ia berharap pelet si Dewo akan tertolak, atau malah luntur dan menghilang bagi wanita-wanita yang sudah terlanjur kena. Usahanya itu sepertinya tidak sia-sia, karena sudah seminggu ini dilihatnya Dewo kelimpungan dalam mencari mangsa. Bayu lega bahwa perempuan di desa ini sudah sanggup menolak permintaan Dewo. Berarti ramuan penangkalnya sudah mulai bekerja. Kini tinggal bagaimana meneruskan ke tahap selanjutnya. Bayu mengulurkan tangannya untuk memotes sebuah pisang yang tergantung di para-para. ”Eee… apa kau punya uang untuk membayar pisang itu, anak muda?” tanya si pemilik kedai. Bayu tertawa, ”Hutang dulu, tidak apa-apa kan?” sahutnya ringan sambil tertawa. Si orang tua mengeluh dalam hati. Berarti tambah satu lagi ’langganan’nya yang makan tanpa bayar! Sambil mengunyah pisangnya, Bayu bertanya, ”Kalau misalnya kedok Dewo terbongkar, apa yang akan dilakukan oleh penduduk?” Si orang tua memandang lagi ke luar kedai dengan geram. Lalu katanya, ”Mungkin kami akan ramai-ramai memukulinya sampai mati, atau kalau tidak, mengusirnya dari kampung ini.” ”Wah, kejam juga ya,” sahut Bayu, lalu terdiam. Kulit kening pemilik kedai itu mengkerut. “Dia yang lebih kejam, karena sudah merampas kehormatan istri dan anak-anak kami.” ”Kenapa tidak dilaporkan ke polisi saja?” tanya Bayu. ”Tanpa adanya bukti, polisi tidak akan bisa berbuat apa-apa.” kata laki-laki itu. ”Kebanyakan korban si Dewo tidak mau bicara, mereka tidak bisa diajukan sebagai saksi. Kita butuh saksi mata yang benar-benar menyaksikan peristiwa itu, dan sampai sekarang kami belum menemukannya.” ”Hmm, begitu ya,” Bayu manggut-manggut dan meletakkan kulit pisang di tepi meja. ”Kemarin kulihat Dewo menggoda seorang gadis belia berparas cantik di depan musholla. Bahkan gadis itu hendak diperkosanya. Apakah itu bisa dijadikan bukti?” ”Mungkin bisa, tapi aku sendiri juga tidak tahu.” pemilik kedai mengidikkan bahunya, lalu menghela nafas. ”Agak sulit untuk melakukannya, karena begitu mendapat masalah, Dewo akan mempergunakan keampuhan ilmu peletnya untuk meredam kemarahan penduduk. Sebenarnya sudah berkali-kali kami ingin mengeroyoknya, tapi selalu saja urung setiap kali sudah berhadapan dengannya. Seperti ada rasa takut dan sungkan yang tiba-tiba menyerang, hingga akhirnya kami lebih memilih menyelamatkan keluarga sendiri-sendiri daripada bentrok dengan Dewo. Percuma, hasilnya sudah jelas. Ilmu pelet laki-laki itu mustahil untuk dilawan.” Kini jelaslah bagi Bayu kenapa penduduk selama ini cuma diam melihat sepak terjang si Dewo, kakak seperguruannya yang memilih jalan sesat. Hukum sama sekali tidak mempan kepadanya, jadi tibalah saat bagi Bayu untuk balik melawan Dewo dengan menggunakan ilmu gaibnya. Pemuda tampan itu memanggutkan kepala. ”Dia harus dihentikan, atau kampung ini tidak akan pernah tenteram.” ”Kata-katamu betul, anak muda.” balas si orang tua, tapi kemudian menggerendeng dan memaki panjang pendek ketika didengarnya Bayu berkata, ”Minta tehnya, Pak.” Sementara si orang tua membuatkan segelas teh manis untuknya, Bayu tenggelam dalam pikirannya sendiri. Ia teringat pada gadis berbaju biru yang telah ditolongnya kemarin. Salamah, anak Haji Tohir. Nama itu telah menarik perhatiannya. Hanya dia satu-satunya wanita di desa ini yang tidak mempan oleh pelet si Dewo. Entah apa sebabnya, yang jelas Bayu harus mengetahuinya. Siapa tahu dengan informasi tersebut ia bisa menolong banyak perempuan lain di kampung ini. Ketika si orang tua datang membawakan teh, Bayu hendak bertanya sesuatu tapi mulutnya terkatup kembali karena di luar kedai dilihatnya sesosok tubuh renta yang berjalan pelan menuju ke suatu tempat. Tidak salah lagi. Itu Dewo. Mau kemana dia sekarang? Segera Bayu berpaling pada orang tua pemilik kedai, orang tua ini menarik nafas panjang dan berkata, ”Sepertinya dia akan mencari korban baru lagi. Pasti akan ada suami atau ayah yang kehilangan kehormatan istri dan anaknya.” ”Menurut bapak begitu?” tanya Bayu memastikan. Oran tua itu mengangkat bahu. ”Potong leherku kalau sampai salah,” ”Ayo cepat, Pak, kita hentikan!” kata Bayu sambil meneguk cepat teh manisnya, lalu bangkit berdiri. ”Coba saja,” laki-laki itu tertawa. ”kamu akan pingsan bahkan sebelum tahu ke arah mana Dewo menuju.” Bayu tidak berkata apa-apa lagi, karena itu memang benar. Kalau saja tidak berilmu tinggi, kemarin ia pasti juga akan pingsan saat mecoba menolong Salamah. Itulah kenapa ia tidak meneruskan perhitungannya kepada Dewo meski lawannya itu sudah terkapar kaku tak bergerak di tanah. Badan Bayu juga merinding, semua persendiannya seakan lepas. Dan dia pingsan di gubuk tengah sawah saat mencoba untuk menenangkan diri. Melawan Dewo memang tidak boleh grusa-grusu, itulah pesan dari mbah gurunya di lereng Lawu. ”Baiklah, Pak. Saya hanya akan mencoba menguntitnya.” kata Bayu. ”Oh iya, satu lagi. Jangan sebarkan soal kedatangan saya ke kampung ini, anggap saja kita tidak pernah berjumpa. Dengan begitu Dewo tidak akan curiga.” Habis berkata demikian, Bayu segera pergi meninggalkan kedai. Si orang tua mengangkat gelas bekas minuman pemuda itu. ”Ah, semakin tua umur dunia ini semakin banyak terjadi keanehan.” katanya dalam hati. *** Dari balik sebuah rumpun bambu terdengar suara beradunya alat kelamin serta lenguhan dan rintihan hebat yang sangat membangkitkan birahi. Tanah sepetak yang ditumbuhi rumput pendek itu kini berubah menjadi sebuah medan ’pertempuran’. Satu orang laki-laki, dikeroyok oleh dua orang perempuan, atau gadis lebih tepatnya. Ada Dewo dan Mila, anak si Jamil juragan tahu. Juga seorang gadis lain, Nurmah, teman main Rohmah. Mereka tengah bercinta dengan sangat hebat dan cepat. ”Eesshh… nikmatnya, uuh!!” Nurmah merintih penuh nikmat ketika kepala kontol Dewo yang besar membelah bibir memeknya yang masih perawan dan mulai masuk secara perlahan-lahan. ”Ough... p-pelan-pelan aja, Paman Dewo! Eegh…” rintihnya menahan ngilu. Terlihat betapa sempitnya memek Nurmah, baru masuk sepertiganya saja sudah hampir membuatnya penuh. Dewo juga melenguh merasakan remasan liang memek Nurmah yang membungkus batang penisnya. Ia terus menekan sedikit demi sedikit sehingga kontolnya semakin menembus masuk. ”Ough... Paman Dewo!” Nurmah kembali mengerang penuh birahi. Dan, blees...!! masuklah seluruh kontol Dewo, menusuk dan menghujam sepenuhnya, merobek selaput daranya dan mentok hingga ke dalam liang memeknya. ”Aughh....” Nurmah mengerang lebih panjang dengan tubuh menggeliat ketika akhirnya alat kelamin mereka bersatu erat. Terlihat selarik darah merah merembes dari sela-sela kemaluannya yang mulai berbulu. ”Aah...” Dewo pun mendesis. Luar biasa nikmat dan hangat memek gadis yang baru beranjak dewasa ini. Pelan-pelan Dewo menarik keluar batang penisnya lalu menekan lagi secara perlahan-lahan, dan mulai memompa tubuh indah Nurmah yang ada di dalam pelukannya. ”Eghh... ahh... esh...” Nurmah mengerang penuh nikmat. Gerakan Dewo yang awalnya pelan, makin lama menjadi semakin kencang dan keras. Ia begitu terbuai dengan betapa sempitnya memek teman main Rohmah ini, yang terasa begitu kuat meremas batang penisnya. Kalau yang kurus saja seperti ini, bagaimana dengan Salamah yang tubuhnya sekal dan semok. Pasti berkali-kali lipat nikmatnya. Tapi sayang Dewo belum bisa mendapatkannya, padahal dia sudah mengerahkan segala cara untuk menaklukkan Salamah. Ilmu peletnya seakan mental kepada anak Haji Tohir tersebut. Dewo tidak mengerti kenapa, tapi dia berniat untuk memikirkannya nanti saja. Sekarang ada pekerjaan penting yang harus ia selesaikan. Penuh tenaga ia memompa memek sempit Nurmah dengan desakan maju-mundur batang penisnya. Dengan bertambah cepatnya genjotan itu, semakin kencang pula Nurmah mengerang. Erangannya seperti mengungkapan perasaan puas dalam menikmati persetubuhan ini. Dan rupanya Nurmah sudah tidak kuat lagi, karena tiba-tiba tubuh kurusnya menekuk ke atas dengan mata terpejam rapat. ”Paman Dewo... augh... oohh... ehhh!!” ia mendesah panjang saat mencapai puncak birahinya. Setelah terkejang-kejang sebentar, Dewo merasakan tubuh gadis itu mulai melemas, Nurmah berbaring di atas rumput di bawah rumpun bambu. Terukir senyuman puas di bibirnya yang tipis. Sebagai jawaban, Dewo membenamkan kontolnya dalam-dalam untuk yang terakhir kali, setelah itu mencabutnya dan menyuruh Nurmah untuk mengulumnya hingga bersih. Gadis yang sehari-hari mengaji di musholla itupun dengan senang hati melakukannya. Kini bukan bibir vaginanya saja yang basah, mulut atasnya juga ikutan belepotan oleh cairan orgasmenya. Namun Nurmah sama sekali tidak terlihat keberatan. Setelah benda panjang di selangkangan Dewo menjadi bersih, barulah Nurmah melepasnya dan memberikannya kepada Mila yang sudah duduk menanti. Pagi itu mereka memang sedang mencuci baju di sungai, yang merupakan kebiasaan gadis di kampung ini. Mereka ngobrol-ngobrol, mulai dari pelajaran sekolah hingga berita yang lagi heboh di kampung itu. Berita tentang banyaknya ibu-ibu dan anak perawan yang hamil tanpa diketahui bapaknya. Dan itu juga akan menimpa mereka berdua karena tak lama, Dewo berjalan lewat di tempat sepi itu. Mengetahui ada mangsa yang bisa ia dapatkan dengan mudah, Dewo pun mendekat. Tanpa basa-basi ia melancarkan ilmu peletnya dan mereka pun takluk. Keduanya diam saja ketika Dewo mulai menelanjangi diri dan mengajak mereka untuk mandi berdua. Sebenarnya Dewo lebih mengincar Mila, karena selain lebih cantik, tubuhnya juga lebih berisi, tidak seperti Nurmah yang masih kurus dan seperti anak kecil. Tapi begitu merasakan keperawanannya tapi, pendapatnya jadi sedikit berubah. Nurmah ternyata lumayan juga, Dewo cukup senang meski tidak sampai puas. Dan Dewo berniat untuk melampiaskan segala hasratnya yang tertunda kepada Mila, yang kini mulai merangkak naik ke atas tubuh kurusnya. Mila yang susunya mulai tumbuh besar, dengan senang hati melayani ciuman Dewo. Mereka saling hisap dan saling lumat untuk sejenak. Penuh nafsu Dewo mengulum bibir Mila yang tipis, sementara di bawah, ia mulai menyelipkan batang kontolnya ke memek gadis muda itu. Kontras sekali pemandangan yang terlihat, Dewo yang berkulit hitam dan keriput, asyik menikmati tubuh Mila yang putih dan mulus. Dewo menyingkap baju kurung Mila hingga ke pinggang, juga melepas kancing baju yang ada di dadanya. Sementara jilbabnya tetap ia biarkan terpasang dengan sempurna. Sambil memompa, kini Dewo bisa dengan leluasa mempermainkan payudara gadis muda itu. Ia cucupi puting Mila satu persatu, menghisapnya kuat-kuat, atau sesekali menggigit-gigitnya gemas begitu mendengar Mila merintih dan terengah-engah. Anak juragan Jamil itu semakin mendesis dilanda oleh api birahi yang sangat nikmat. “Ahh…” Mila menggelinjang saat Dewo memintanya untuk menungging. Tanpa menolak dia mengikuti perintah itu. Kini Dewo mengarahkan batang kontolnya ke liang memek Mila dari arah belakang, ia membelah dan menusuknya sampai mentok di mulut rahim gadis cantik itu. Kembali rintihan Mila terdengar saat Dewo mulai memaju-mundurkan penisnya secara cepat. Ia menekan dalam-dalam ke liang memek Mila. Begitu kerasnya hingga sampai membuat kepala Mila mendongak ke atas berkali-kali. Dewo terus memacu dan menggerakkan penisnya sambil sesekali tangannya meremas pantat Mila yang bulat seksi. Penuh nafsu ia mengobrak-abrik liang senggama Mila yang masih terasa sempit dan rapat. Dewo merasakan kontolnya seperti diremas-remas, sungguh perpaduan yang menimbulkan kenikmatan pada alat kelamin masing-masing. Sama seperti pada Nurmah tadi, juga terlihat darah menetes dari liang memek Mila yang masih perawan. Namun Dewo sama sekali tidak mempedulikannya, ia terus memompa dan memompa. Semakin banyak darah yang mengalir keluar, semakin ia bergairah. Begitulah tabiat si Dewo. Dan Mila, hanya di awal-awal saja terdengar ia merintih dan menjerit. Namun seiring waktu, dan juga karena genjotan si Dewo yang semakin bertambah cepat, gadis itupun mulai mendesis dan merengek penuh nikmat. Kalau saja Dewo tidak membungkam mulutnya dengan sebuah ciuman, pasti Mila akan berteriak-teriak untuk meluapkan rasa nikmatnya, yang mana itu bisa mengundang kecurigaan orang yang mungkin kebetulan lewat disana. Tentu saja Dewo tidak mau itu terjadi. Meski berilmu tinggi dan bisa menaklukkan kemarahan orang, tidak enak rasanya kalau lagi enak-enaknya ngentot tiba-tiba diteriaki seseorang. Jadi daripada itu terjadi, sambil terus menggoyang, Dewo tak lupa juga melumat mulut Mila secara bertubi-tubi. Dengan begitu gadis itu jadi sedikit terdiam, membuat Dewo bisa berkonsentrasi dalam menjemput klimaksnya. Setelah berkali-kali memompa, Dewo merasakan sudah sampai waktunya bagi dia untuk menembakkan sperma. Maka segera ia percepat enjotan kontol di dalam memek Mila, dan menekannya sedalam mungkin sampai mentok menyentuh dinding rahim gadis berjilbab merah itu. Sambil meremas payudara Mila yang montok, Dewo melepas cairan spermanya yang pasti sangat kental dan banyak sekali. Memenuhi seluruh rongga vagina Mila, bahkan hingga tumpah ruah keluar. Di saat yang sama, Dewo juga merasakan Mila menggapai puncaknya. Tubuh gadis itu mengejang ringan dan disusul sekitar enam kali muncratan cairan kenikmatannya. Mereka terdiam untuk sejenak, menikmati dahsyatnya persetubuhan tabu ini. Memang benar-benar berbeda sensasinya bercinta di alam liar, nikmatnya sungguh luar biasa. Bayu baru tiba di tempat itu saat Dewo sudah mencabut penisnya dari liang senggama Mila. Pemuda itu terlambat! Sungguh sangat-sangat terlambat! Sudah tambah dua lagi anak gadis kampung yang kehilangan keperawanannya. Dilihatnya Mila yang bajunya acak-acakan tengah memeluk Dewo dengan penuh kemesraan, bagaikan sepasang kekasih saja layaknya. Nurmah ikut-ikutan memeluk, ketiganya saling membelai dan berciuman, merapatkan tubuh masing-masing dengan begitu eratnya. ”Sialan!” Bayu mengutuk kebodohannya. Ia memaki panjang pendek dalam hati. Kalau begini percuma, Dewo sudah melaksanakan niat jahatnya. Ia tidak bisa berbuat apa-apa lagi sekarang. Namun ia tidak menyerah. Bayu mencoba mengerahkan ilmunya, mengumumkan kehadirannya kepada Dewo. Siapa tahu dengan begitu Dewo jadi waspada dan melepaskan kedua mangsanya. Dan benar saja, Dewo tiba-tiba celingukan curiga. Perasaannya yang peka mendeteksi adanya ancaman. ”Hei, sebaiknya kalian pulang dulu.” katanya kepada Nurmah dan Mila. ”Kenapa? Kita baru main satu kali.” balas Nurmah enggan. ”Iya, saya masih belum puas merasakan enjotan kontol Paman Dewo.” timpal Mila sambil menggelayut manja. Dewo segera menyingkirkan tubuh keduanya. ”Aku ada urusan penting,” sahutnya pendek sambil meraih celananya dan mengenakannya kembali. Tahu kalau Dewo serius, dengan mendengus kecewa kedua gadis itu ikut merapikan baju masing-masing. Dari tempatnya mengintip, Bayu tersenyum gembira. Dibiarkannya Nurmah dan Mila berlalu sebelum dia keluar dari tempat persembunyiannya untuk menantang Dewo bertarung. Sudah cukup bukti baginya untuk menghentikan sepak terjang laki-laki tua itu. Namun baru saja akan meloncat, Bayu dikejutkan oleh suara seseorang. ”Hei, kita berjumpa lagi,” Bayu langsung menoleh. Ternyata Salamah, gadis itu sudah berdiri di sebelahnya. Di bibirnya yang tipis tersungging senyum semringah penuh kebahagiaan. Bayu segera menariknya turun, mengajaknya ikut berjongkok agar tidak dipergoki oleh Dewo. Semua rencananya jadi berantakan sekarang. Kehadiran Salamah membuatnya jadi mengurungkan niat untuk menyerang Dewo. Bisa-bisa gadis itu jadi terlibat dalam masalah kalau Bayu memaksa untuk bertarung sekarang. ”Eh, kok kamu bisa berada disini?” tanya Bayu dengan heran. Salamah tertawa dan menjawab, ”Tadinya aku ingin menjemput Nurmah yang tidak pulang-pulang sehabis mencuci baju di sungai. Eh, aku malah melihatmu disini. Ya aku hampiri saja. Memangnya kamu lagi mengintip apaan sih?” tanyanya penasaran. Bayu segera menghalangi pandangan gadis itu, memberi waktu bagi Nurmah dan Mila untuk berlalu dari tempat itu. Ia tidak ingin menunjukkan apa yang sebenarnya terjadi kepada Salamah. ”Bukan apa-apa. Aku hanya lagi menjerat burung untuk dimakan.” Bayu berkilah. ”Oh... kukira apaan,” Salamah terkekeh. ”Kalau lapar, ke rumahku saja. Masakanku enak lho.” tawarnya sungguh-sungguh. ”Terima kasih, mungkin besok atau nanti malam.” Bayu menggaruk perutnya. ”Aku juga terima kasih, atas pertolonganmu kemarin. Kalau saja kau tidak datang, mungkin Dewo s-sudah...” Salamah tidak sanggup meneruskan perkataannya. ”Ah, aku hanya kebetulan lewat.” kata Bayu merendah. ”Tapi aku benar-benar berterima kasih.” sahut gadis itu. ”oh iya... kalau boleh tahu, apa tujuanmu datang kemari?” Bayu tidak langsung menjawab, tampak berpikir untuk sejenak. ”Aku pengangguran. Dimana kakiku melangkah, disitulah aku menuju.” sahutnya diplomatis. Salamah tersenyum mendengarnya. Mata Bayu yang memandangnya tajam membuat hati si gadis menjadi berdebar. ”Aku senang bisa mengenalmu.” Bayu menyeringai. Dipegangnya bahu gadis itu. ”Aku juga.” Salamah hendak menyibakkan tangan si pemuda, tapi tak jadi karena saat itu Bayu membungkukkan kepalanya. Rasa panas menjalari darah di tubuh Salamah ketika bibir pemuda itu mulai mengecup bibirnya. Kemudian tangan yang lain dari si pemuda mengusap mukanya. Salamah diam saja. Juga masih diam ketika tangan Bayu meluncur turun ke bawah lehernya. ”B-Bayu… a-apa yang kau lakukan?” bisik Salamah setengah merintih. Pemuda itu menyeringai. ”Kau cantik, Salamah…” ”K-kau… juga... tampan…” balas Salamah lirih. Tidak banyak tanya lagi, Bayu segera menuntun tubuh gadis montok itu ke gubuk di tengah sawah. Saat itu Dewo sudah kembali ke perkampungan, hingga hanya tinggal desau angin dan burung-burung pipit yang menyaksikan bagaimana kedua insan yang berlainan jenis itu mulai melepas baju masing-masing. Bayu merengkuh tubuh Salamah dan merebahkannya di atas lantai kayu. Bibirnya yang tipis mulai ia lumat pelan-pelan, sementara bulatan payudaranya ia remas-remas ringan. Salamah mengadakan perlawanan dengan mengimbangi kuluman Bayu, sambil diselingi dengan permainan lidahnya yang nakal. Terlihat bahkan dalam masalah ciuman, Salamah sudah sangat mahir. Bahkan mengalahkan kemahiran Bayu. ”Kau sudah pernah melakukan ini sebelumnya?” tanya Bayu heran. Gadis itu mengangguk malu-malu. ”Sebenarnya aku sudah menikah siri, tapi suamiku sekarang lagi kerja ke luar pulau. Ngumpulin duit buat biaya nikah resmi nanti.” ”Kalau begitu kita tidak boleh melakukannya,” Bayu segera menjauhkan tubuh Salamah. ”Kenapa?” Salamah memprotes. ”Aku ikhlas melakukannya.” ”Aku tidak ingin merusak rumah tangga orang,” Bayu tidak ingin menjadi seperti Dewo yang suka mengembat istri orang. ”Anggap saja ini sebagai tanda terima kasihku karena kau sudah menolongku kemarin.” kata Salamah. ”Masih ada banyak cara untuk berterima kasih,” sahut Bayu. Pandangan matanya menerawang ke hamparan sawah yang mulai menguning, tidak ingin melihat Salamah yang masih terduduk dengan tubuh setengah telanjang. ”Kalau aku hanya ingin membalasnya dengan cara ini?” tantang gadis itu. Bayu tidak menjawab. Hanya tangannya yang bergerak, menyuruh Salamah agar memakai pakaiannya kembali. Tapi gadis itu menepisnya. ”Lihat aku.” Salamah berteriak. ”Kalau kau tidak mau, lebih baik aku menyerahkan tubuhku kepada Dewo!” Ancaman itu membuat Bayu langsung menoleh. Ditatapnya wajah cantik itu. ”Jangan! Jangan lakukan itu!” ”Kalau begitu, sentuh tubuhku!” pinta Salamah tegas, ”tidak tahukah kau betapa aku kesepian semenjak ditinggal pergi oleh suamiku?” lirihnya memelas. Bayu terdiam, namun tak urung matanya kembali menjelajahi tubuh bugil Salamah yang kini hanya tinggal mengenakan jilbab dan celana dalam saja. Buah dada gadis itu yang tidak terlindungi bra terlihat bergerak turun-naik seiring dengan tarikan napasnya. Putingnya yang mungil kemerahan terlihat begitu segar dan telah sepenuhnya mengeras. ”Kumohon… biarkan aku membalas budi baikmu,” Salamah kembali berkata. Tanpa menunggu persetujuan Bayu, jari-jari tangannya mulai membuka ikatan celana pemuda tampan itu. Salamah memandangi dada Bayu yang bidang. Kemudian dia memandang ke arah kontol Bayu yang besar dan panjang, yang menonjol dari balik celana dalam. Pandangan matanya memancarkan nafsu yang sudah menggelegak panas. Situasi itu membuat Bayu jadi tidak bisa mundur lagi. ”Maafkan aku,” Perlahan ia pun mendekat dan memeluk tubuh mulus Salamah yang sudah terduduk pasrah. Kembali ia kulum bibir gadis itu dengan hangat dan mesra. Salamah mengimbanginya. Dia memeluk leher Bayu sambil membalas kuluman di bibirnya. Payudaranya pun menekan dada pemuda itu. Payudara itu terasa begitu kenyal dan lembut. Putingnya yang telah mengeras terasa benar-benar kaku dan menggelitik, membuat keduanya saling meremas kulit punggung dengan penuh nafsu. ”Hmm…” Ciuman Bayu kini pindah ke leher jenjang Salamah. Dengan sedikit menyingkap jilbab gadis itu, terpancar keharuman parfum Salamah yang begitu segar dan menggairahkan. Salamah mendongakkan dagunya agar Bayu dapat menciumi segenap pori-pori di kulit lehernya. ”Ahh... aku sudah menginginkan ini dari kemarin.” rintih gadis itu. “Gelutilah tubuhku... puaskan aku!” bisik Salamah terpatah-patah. Bayu menyambutnya dengan penuh antusias. Kini wajahnya bergerak ke arah payudara gadis itu. Payudara Salamah begitu menggembung dan padat, namun berkulit sangat lembut seperti bayi. Bayu menghirup kuat-kuat lembah di antara kedua bukit payudara itu, kemudian menggesek-gesekkan wajahnya di sana. Bergantian hidungnya menghirup keharuman yang terpancar dari kulit payudara Salamah. Puncak bukitnya yang kanan ia lahap masuk ke dalam mulutnya. Bayu menyedot kuat-kuat payudara itu sehingga daging yang masuk ke dalam mulutnya menjadi semakin banyak. Salamah kontan menggelinjang. ”Auw! Jangan keras-keras... ngilu!” rintihnya. Namun gelinjang dan rintihan gadis itu semakin membangkitkan hasrat Bayu. Diremasnya bukit payudara sebelah kiri Salamah dengan gemasnya, sementara puting yang kanan ia mainkan dengan ujung lidahnya. Puting itu kadang juga digencetnya dengan tekanan ujung lidah dan gigi. Kemudian secara mendadak disedotnya lagi kuat-kuat. Sementara jari tangannya menekan dan memelintir puting payudara yang kiri. Salamah semakin menggelinjang-gelinjang seperti ikan belut yang memburu makanan sambil mulutnya mendesah-desah rindu. ”Aduh... sshh... ngilu, Bayu... shh... geli!” cuma kata-kata itu yang berulang-ulang keluar dari mulutnya yang merangsang. Bayu yang tidak puas hanya dengan menggeluti payudara kanan, kini mulutnya berganti menggeluti yang kiri, sambil tangannya meremas-remas keduanya secara kuat. Kalau payudara yang kiri ia sedot kuat-kuat, tangannya memijit-mijit dan memelintir puting yang kanan. Sedang bila gigi dan ujung lidahnya menekan-nekan puting kiri, tangannya meremas sebesar-besarnya payudara Salamah yang kanan. Begitu terus berganti-ganti. ”Bayu, kamu nakal... ssh... hhh...” Membuat Salamah jadi tiada henti-hentinya menggelinjang dan mendesah manja. Setelah puas dengan payudara, Bayu meneruskan permainan lidahnya ke arah perut Salamah yang rata dan berkulit amat mulus itu. Mulutnya berhenti di daerah pusar gadis itu. Ia berkonsentrasi mengecupi disana, sementara kedua telapak tangannya menyusup ke belakang dan meremas-remas pantat Salamah yang melebar dan menggembung padat. Kedua tangan Bayu menyelip ke dalam celana merah muda tipis yang melindungi pantat itu, dan perlahan-lahan memelorotkannya ke bawah. Salamah sedikit mengangkat pantatnya untuk memberi kemudahan bagi Bayu. Dengan sekali sentakan, celana dalam itupun sudah terlempar ke bawah. Saat berikutnya, terhamparlah pemandangan yang sungguh luar biasa merangsang. Jembut Salamah sungguh lebat dan subur sekali. Jembut itu mengitari bibir memek yang berwarna merah tua. Sambil kembali menciumi kulit perut di sekitar pusar, tangan Bayu mulai mengelus-elus paha Salamah yang berkulit licin dan mulus. Elusan itu semakin merambat ke dalam dan merangkak naik, hingga sampailah jari-jari tangan Bayu di tepi kiri-kanan bibir luar memek Salamah. Perlahan pemuda itu mengelus-elusnya dengan dua jari, bergerak dari bawah ke atas. ”Ahh... Bayu!” Dengan mata terpejam, Salamah berinisiatif meremas-remas payudaranya sendiri. Tampak jelas kalau sangat menikmati permainan ini. Perlahan Bayu menyibak bibir memek Salamah dengan ibu jari dan telunjuknya sampai kelentit gadis itu menongol keluar. Wajahnya kemudian bergerak kesana, sementara tangannya kembali memegangi payudara Salamah yang bergetar-getar indah. Bayu menjilati kelentit Salamah perlahan-lahan dengan jilatan-jilatan pendek dan terputus-putus sambil satu tangannya mempermainkan puting payudara gadis itu. ”Auw! Bayu... shh… betul... di situ… enak... shh...” Salamah mendesah-desah sambil matanya merem-melek keenakan. Bulu alisnya yang tebal dan indah bergerak ke atas dan ke bawah mengimbangi gerakan merem-melek matanya. Keningnya pun berkerut pertanda dia sedang mengalami kenikmatan yang semakin meninggi. Bayu sudah akan meneruskan permainan lidahnya dengan melakukan jilatan-jilatan panjang, saat lamat-lamat didengarnya suara langkah kaki mendekat. Spontan ia menghentikan jilatan dan mendongak untuk mengintip, sementara satu tangannya membungkam mulut Salamah agar berhenti bersuara. ”Ssst... ada orang kesini,” katanya berbisik. Salamah segera duduk meringkuk sambil berusaha membenahi pakaiannya yang acak-acakan. Tidak jauh dari gubuk tempat dimana mereka berada, tampak seorang lelaki berperawakan gendut dengan peci putih melangkah tertatih-tatih menyusuri pematang sawah. Sekali lihat saja, Salamah sudah bisa menebak kalau itu adalah Haji Tohir. Gawat! Kenapa ayahnya menyusul kemari?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Seks: Bocah Nyusu Plus Ngentot Efni

Mama Gitu Dehh 1 - 5

Tukang Kebun yang Menggarap Memekku