Hani 7 - 11

 Setelah permainan luar biasa tadi, aku mencoba untuk menenangkan pikiranku dengan berendam di bathup. Ketika aku masuk ke kamar mandi, Ardo masih tiduran di ranjang. Entah kenapa aku jadi memikirkan Ardo. Dia berusaha menyiksa birahiku pelan-pelan agar aku benar-benar tunduk padanya. Di satu sisi, aku benci dengan sikapnya yang memperlakukanku seenaknya, disisi lain, pengalaman sex ini terasa luar biasa karena sikap-sikap lembut Ardo ketika bercinta. Arghh,,kenapa aku jadi suka sama dia? Ku coba-coba mengingat keburukan Ardo, dan…… ah, tidak ada sikap buruknya selama ini yg aku tahu selain yang satu ini. Ya, satu-satunya sikap buruk Ardo adalah menyetubuhi calon mertuanya sendiri. Namun, itupun salahku yang tidak bisa mengontrol diri sehingga kesalahan ini dimanfaatkan Ardo. Artinya, seandainya Ardo tidak melihatku dengan pak RT waktu itu pastilah saat ini dia tetap menjadi Ardo yang manis, yang merupakan menantu idaman. Aduh ! kenapa aku jadi menyalahkan diriku sendiri? Apakah aku mulai suka pada Ardo? Pikiranku terus bergelut mencari siapa yang salah.
Cup! Tiba-tiba sebuah kecupan lembut hinggap di keningku. Aku membuka mataku dan ku dapati Ardo tersenyum ke arahku.

“mikirin apa sih sayang?”

“do, kamu jangan panggil tante sayang dong, ingat Tante ini ibunya pacar kamu!”, aku menekankan kata “ibu” agar Ardo paham posisiku. Aku tidak ingin dipanggil sayang karena bagiku hanya suamiku yang pantas memanggilku sayang.

“iyaa, aku tahu”, Ardo ikutan masuk ke dalam bathup yang sebenarnya hanya muat untuk satu orang itu. Dia mendorongku agak maju dan memposisikan dirinya dbelakangku.

“sejujurnya tan, klo aku kenal tante lebih dulu, aku pasti lebih milih tante daripada Dian”, bisik Ardo di telingaku. Bisikannya itu diikuti dengan jilatan pada cupingku sehingga membuat darahku berdesir. Tangannya mulai kembali bergerilya di dadaku.

“kamu jangan ngomong gitu ah, kamu bisa kenal tante juga karena kamu pacaran sama Dian”, sanggahku.

Tangan Ardo perlahan mulai turun membelai perut dan selangkanganku. Sementara bibirnya mencium telinga serta leherku bergantian. Aku terhanyut oleh rangsangan yang diberikan Ardo. Bahkan aku tidak menolak ketika tanganku dibimbing menuju penisnya. Nafsu anak muda ini memang sangat besar, sekarang saja penisnya sudah tegak menantang lagi.

Ardopun sedikit mengangkat pinggulku dan mulai menuntun penisnya menuju lubang vaginaku. Pelan tapi pasti penis itupun masuk ke dalam vaginaku. Baru kali ini aku bercinta di dalam bathup, dan sensasinya luar biasa! Sodokan-sodokan penis Ardo ditambah suara-suara air yang bekecipak membuatku semakin tenggelam dalam pesona birahi. Akupun akhirnya menyandarkan punggungku ke tubuh Ardo. Ardo berhenti menggoyangkan penisnya, dan seperti dikendalikan birahi, akupun menggoyangkan pantatku. Sesekali kami melenguh menandakan nikmatnya persetubuhan ini. Tiba-tiba saja Ardo merangkul tubuhku dan tanpa aba-aba langsung memutar tubuhku dalam keadaan penis yang masih menancap di vaginaku.

“aargggghhh do!”, aku agak terpekik. Bukan karena kaget tapi karena sensasi yang ditimbulkan dari aksi Ardo itu. Aku mendekap Ardo, nafasku dan nafas Ardo saling memburu seperti orang yang habis lari puluhan kilo.

“goyang lagi tan”, ucap Ardo sambil mengangkat dan menurunkan pinggulku dengan tangannya. Aku menurut saja. Aku kembali menggoyang pinggulku dengan irama teratur. Tanganku ku lingkarkan di leher Ardo. Sesekali aku mendengar Ardo mendesah lembut. Tangannya tak pernah berhenti meraba, mengelus dan sesekali mencubit payudaraku. Semakin lama goyanganku semakin cepat, vaginaku sudah banjir. Kami sudah sama-sama berkeringat. Ardo yang awalnya pasif akhirnya ikut-ikutan menggoyangkan pinggulnya. Jadilah kita sama-sama bergoyang dan menghasilkan bunyi kecipak air yg luar biasa.

“arrggh…do…enaakk…ga tahaann…tante..nghnhh…tante ga tahaan….”

“hmm….sama tanteee…akuhhh jugaa udah ga tahaaan….hmm,..keluarin bareng-bareng…”

ARGHHHHHHHHHH! Tanpa dapat dibendung lagi akhirnya pertahanan kami berdua jebol. Semprotan-semprotan hangat dari penis Ardo terasa sangat banyak dan nikmat. Aku mendekap Ardo, tubuhku benar-benar lemas. Ardo membelai rambutku sambil sesekali mencium kening dan kepalaku. Entah kenapa kecupan-kecupan lembut Ardo terasa seperti kecupan hangat penuh cinta.

“I love you, Hany”, Ardo membisikkan kata-kata itu dengan lembut. Aku hanya diam dan membelai rambut Ardo. Perlahan-lahan penis Ardo mulai mengecil dan terlepas dari vaginaku.

“do, tante lemes banget, tante mau istirahat, gendong tante ke kasur do”, aku meminta dengan manja.

“tante ga mau mandi dulu?”, Tanya Ardo lagi.

“lemeees banget do…”, ucapku lagi.

Ardopun berdiri dan keluar dari bathup, aku bersandar lagi di pinggiran bathup. Kupikir Ardo akan langsung menggendongku, ternyata tidak. Dia menyalakan shower, kemudian memapahku ke shower, kemudian tanpa kuduga Ardo memandikanku. Dia menyabuni tubuhku dengan lembut. Sementara aku hanya bisa pasrah karena sudah terlalu lelah. Kali ini tidak ada nafsu, Ardo benar-benar memandikanku dengan penuh kasih sayang. Setelah selesai,dia memakaikanku handuk dan menggendongku ke ranjang.

“walaupun cape, tetep harus bersih-bersih dulu yaa”, ucap Ardo sambil tersenyum. Aku hanya tersenyum menanggapinya. Ardo berbaring disebelahku dan mendekapku.

“tubuhmu hangat do, tante suka”, tiba-tiba saja kalimat itu meluncur dari mulutku. Mukaku memerah setelah mengucapkan itu.

“aku juga sangat menyukai tante, aku mencintaimu Hany”, balas Ardo.

“jangan ngomongin cinta, tante sudah punya suami, jangan ada cinta diantara kita, jangan rusak rumah tangga tante do, jangan rusak juga hubunganmu dengan Dian”,ucapku lagi.

Ardo hanya tersenyum. Lama kami saling diam, hingga akupun mulai memejamkan mataku. Mungkin Ardo mengira aku sudah tidur, dia mencium keningku dan berbisik “aku mencintaimu, biarlah itu menjadi urusanku, bagaimana kamu kepadaku, terserah, itu urusanmu”. Tak lama setelah itu akupun tertidur.


*****

Aku terbangun ketika sebuah kecupan hangat hinggap di pipiku. Sedikit-sedikit kelopak mataku mulai membuka. Ku lihat Yona duduk di pinggiran kasur sambil tersenyum manis.

“mama udah baikan?”, ucap Yona. Aku mengernyitkan dahiku, tak paham dengan pertanyaan Yona.

“tadi kata kak Ardo mama lagi ga enak badan, makanya mama telepon ka Ardo buat jagain rumah”, ucap Yona lagi. Ardo, dimana dia? Tiba-tiba aku tersenyum sendiri, pintar juga dia bersandiwara di depan Yona.

“mama udah enakan kok sayang, tadi udah minum obat dari Ardo, Ardonya sekarang dimana?”, jawabku sambil mengelus punggung tangan anakku itu.

“ada kok ma, itu diluar lagi bantuin temen-temenku ngerjain tugas kelompok”.

“ya udah ya ma, aku keluar lagi, ga enak klo aku ga ikutan ngerjain tugas”, ucap Yona lagi. Yona tersenyum dan mencium pipiku lagi. Kemudian berlalu keluar kamar.

Aku beranjak dari ranjang. Sekilas ku perhatikan tubuhku memakai daster tadi pagi. Hmm, ternyata Ardo memang pengertian, pasti dia yang memakaikanku daster ini sewaktu ku tidur. Soalnya tadi aku tidur dalam dekapan Ardo dengan keadaan telanjang. Aku mengambil jilbabku dan keluar menemui teman-teman Yona. Seperti biasa, sudah ada Dio, Rizky, Selvy dan Mitha disana. Mereka memperhatikan dengan serius penjelasan dari Ardo.

“semangat yaa belajarnya, yang nggak ngerti tanyain aja mumpung ada yg pinter disini”, ucapku pada anak-anak itu.

“eh, tante udah sembuh?”, suara Dio terdengar semangat.

“udah Dio, tante cuma ga enak badan aja, tadi juga udah dikasih obat sama ka Ardo tuh”, ucapku sambil melirik Ardo penuh arti. Ardo membalas dengan tersenyum pula.

“Tante ambilin minum dulu ya, kasihan kalian dari tadi ga ada yg ngambilin minum”, ucapku sambil berlalu menuju dapur.

Di dapur, ku lihat nasi goring yg ku masak tadi pagi masih tersisa banyak. Akhrinya ku putuskan untuk menyajikan nasi goreng itu pada mereka. Ku goreng telor ceplok utk mereka agar makannya lebih lahap.

“waaah, enak nih”, ternyata Ardo sudah duduk di meja makan. Dia memperhatikan ku yang masih menggoreng beberapa telor lagi.

“kebetulan do, bantuin tante ya bawain makanan ini kedepan”, ucapku pada Ardo.

Ardo mengangguk, kamipun beranjak ke ruang tamu membawa nasi goring serta es sirup untuk Yona dan teman-temannya.

“silahkan dimakan yaa anak-anak”, aku meletakkan piring satu-satu kehadapan mereka. Kebetulan tugas mereka sudah selesai, jadi mereka bisa istirahat sejenak sambil makan sebelum pulang ke rumah masing-masing. Aku kembali ke dapur diikuti oleh Ardo. Sesampainya di dapur, Ardo langsung memelukku.

“do, jangan ! di depan ada Yona…janga dooo”, aku mencoba melepas pelukannya. Ardo mengalah dan melepaskan pelukannya.

“mending kamu di depan, ngobrol2 bareng temannya Yona, jangan disini, tante mau nyiapin makan malam”, ucapku lagi.

“aku disini aja deh,liat calon mertua nan seksi ini masak”, jawab Ardo. Ardo memilih duduk di meja makan sambil memperhatikanku yang mulai sibuk memotong-motong sayuran.

“tante, tadi perhatiin nggak, si Dio sama Rizky merhatiin dada tante terus waktu tante naroh nasi goreng tadi”, ucap Ardo lagi.

“iya tante tau, udah biasa, makanya tante biarin, tiap kesini mereka kayak gitu”, jawabku. Ya, bukan cuma teman cowo Yona, teman Dian atau Ditapun pasti kayak gitu. Huft, Dasar lelaki dimana-mana sama aja.

“tante udah nyobain kontol anak SMP?”, tambah Ardo. Aku kaget mendengar pertanyaannya, nggak cuma itu, aku lebih kaget lagi karena Ardo sudah berdiri di belakangku. Tangannya menangkup buah dadaku dari belakang. Buluku merinding menerima serangan dadakan dari Ardo.

“doo,pleaseee jangan sekarang yaa, tante lagi megang pisau nih, ntar klo tante khilaf nusuk kamu pake pisau ini gimana?”, ucapku. Bukannya berhenti, Ardo malah menarik-narik putting susuku. Rasa geli-geli nikmat mulai terasa lagi.

“tante cobain kontol anak SMP yaaa, pasti seru”, Ardo berkata begitu kemudian melepaskan tangannya dari dadaku. Aku bingung, tapi diam saja. Di ruang tamu terdengar suara ribut-ribut, ternyata Dio dan Rizky sedang berdebat dengan Mitha dan Silvy tentang siapa yang harus mencuci piring. Kata mereka sih biar ga terlau ngerepotin.

“Dio, Rizky, kalian aja yang nyuci piring, nanti kakak kasih hadiah”, ucap Ardo ke mereka. Dio dan Rizkypun mengalah dan membawa piring-piring itu ke dapur, dan tak berapa lama mereka mulai mencuci piring-piring itu sambil sesekali mencuri pandang ke arah ku.

“dari tadi kakak liat kalian merhatiin tante Hany melulu, kalian naksir sama tante Hany”

“engg…enggak kak, seger aja soalnya tante Hany cantik”, jawab Rizky polos.

“nggak cuma cantik, tapi sexy juga”, tambah Dio lebih berani.

“emang mama kalian nggak cantik?”, ucap Ardo lagi.

“mama aku sih biasa aja, mama Rizky nih cantik”, jawab Dio lagi. Rizky kaget dan langsung meninju bahu Dio. Dio membalas perbuatan Rizky. Spontan kelakuan mereka itu membuat Ardo tertawa, akupun ikutan tertawa.

“apa sih yang kalian suka dari tante Hany?”, tanya Ardo lagi.

“ihh kalian kok bahas2 itu sih, ganti topiklah”, aku memotong sebelum obrolan mereka terlalu jauh. Rizky dan Dio sudah selesai mencuci piring, diapun bergabung dengan Ardo di meja makan.

“kalau aku sih suka senyumnya kak”, jawaban Rizky masih terdengar malu-malu.

“ah elaaaah munafik loe, jujur aja loe suka liat teteknya tante Hany kan?”, jawaban Dio lebih berani.

“yeee, loe juga kaliiii”, bales Rizky tak kalah sengit.

“hahaha,,dasar kalian bocah mesum”, ucap Ardo sambil menoyor kepala Dio dan Rizky. Dio dan Rizky hanya tertawa.

“eh kalian buruan ke depan gih, udah beres cuci piringnya kan?”, aku mencoba memutus obrolan mereka. Sejujurnya aku agak risih mendengar obrolan yang mulai menjurus mesum itu.

“ih tante apaan sih”, balas Ardo.

“oia, kalian udah pernah ngerasain susu ibu?”, Tanya Ardo lagi. Rizky dan Dio serentak menggeleng.

"dulu waktu kecil sih, jadi ga ingat lagi rasanya gimana", ucap Dio lagi.

“pengen ngerasain susunya tante Hany nggak?”, aku kaget mendengar pertanyaan Ardo, begitupun Rizky dan Dio. Tapi Dio dan Rizky segera mengangguk cepat. Dasar! anak SMP sekarang, kecil-kecil udah mesum. Aku mendelik kearah Ardo yang dibalas dengan senyum mesum.

“kalian beresin nih meja makan”, Ardo memerintah Rizky dan Dio.

“emang tante Hany nya mau?”, tanya Dio. Dio dan Rizky emang terlihat masih agak bingung.

“Tanya sendiri gih”, jawab Ardo. Ardo mendekat dan menyuruhku duduk diantara mereka. Tatapan Ardo terasa sangat mengancamku.

“emang boleh tan?”

“enhgmmm….tapi jangan bilang-bilang orang lain ya, jangan sampai Yona tahu”, akhirnya aku hanya bisa berkata begitu. Rizky dan Dio dengan semangat langsung membereskan meja makan.

Ardo menyuruhku berbaring di meja makan. Meski ragu,aku akhirnya menurut. Kemudian dengan lembut Ardo meremas-remas dadaku disaksikan oleh Rizky dan Dio. Kamipun mulai berciuman. Entah kenapa bercinta sambil disaksikan orang lain menjadi sensai tersendiri bagiku. Ardo melepas ciumannya. Aku pun menatap sayu. Nafsuku sudah naik lagi.

“Dio, coba cek cewek-cewek di depan lg ngapain”, Ardo menyuruh Dio.

“aman kak, lagi pada main game sambil gossip-gosip”, jawab Dio setelah mengecek ke depan.

“coba kalian buka dulu celananya”, ucap Ardo lagi. Dengan semangat Dio dan Rizky membuka celana sekolahnya. Penis mereka sudah tegang. Punya Rizky hanya 8 cm, normal untuk anak seumuran dia. Sedangkan punya Dio agak lebih panjang dan agak lebih gemuk. Ardopun membimbing mereka berdua kearahku. Ardo mulai membuka dasterku sehingga aku langsung telanjang bulat di depan mereka. Rizky dan Dio melongo melihat tubuh telanjangku.

“ayo silahkan,katanya mau nyusu”, ucap Ardo. Tanpa disuruh dua kali, Dio langsung mengenyot dadaku sebelah kiri dan Rizky sebeluh kanan. Aku hanya bisa menutup mulutku, takut kalau desahanku terdengar sampai kedepan. Sementara Ardo tak tinggal diam, dia mengarahkan penisnya ke mulutku. Aku mengulum penis Ardo.

Rizky mengenyot putingku sambil sesekali meremasi buah dadaku. Tak kuduga ternyata Dio selangkah lebih mahir dari Rizky, dia meremas dan mencolok2 vaginaku, tanganku dituntunnya ke penisnya. Dan memintaku untuk mengocok penisnya. Nafsuku sudah membara lagi. Pasrah, akupun mulai mengocok penis Dio. Tak mau ketinggalan, Rizky pun meminta hal yang sama sehingga sekarang posisinya aku mengocok penis dua anak SMP. Ardo yang hampir orgasme segera melepas penisnya dari mulutku. Dia duduk sambil memperhatikanku dikerjain Dio dan Rizky. Tak lama Rizky pun mengalami orgasme, disusul oleh Dio beberapa saat setelahnya. Merekapun melepaskan dadaku dan duduk disebelah Ardo. Aku ingin segera duduk dan memakai kembali dasterku tapi dihalangi oleh Ardo.

“nggak nyangka tante Hany bisa dipake jg”, ucap Dio sambil cengengesan.

“Dio jangan ngomong gitu…”, ucapku lemah.

“jangan sekali-kali ngomong gitu loe!”, ucap Ardo. Suara Ardo terdengar agak marah membuat Dio ciut.

“maaf kak”, ucap Dio akhirnya.

“udah sana,pasang lagi celananya”, ucap Ardo lagi. Dio dan Rizky bergantian ke kamar mandi membersihkan penisnya dan memakai kembali celananya.

“makasih tante, makasih kak Ardo”, ucap mereka serempak.

“ingaat! Jangan cerita siapa-siapa”, ucap Ardo lagi.

“siaap kak!”,ucap mereka serempak.

Baru saja Dio dan Rizky meninggalkan dapur, Ardo langsung mengangkangkan kakiku dan menusukkan penisnya.

“gilaaaa,,,ga tahan dari tadi pengen ngerasain nih memek yg udah banjir”, ucap Ardo agak kasar.

“ehmm,,,enghmm..hmnhgh..”,aku hanya bisa menjawab dengan lenguhan-lenguhan pelan.

Tak lama akhirnya aku orgasme. Nikmat sekali, sehingga aku orgasme cepat. Lagi-lagi sensasi berbeda diberikan oleh Ardo. Meski merasa dilecehkan, tak bisa kupungkiri aku menikmati permainan hari ini. Ardo melepas penisnya. Meski belum mencapai orgasme, Ardo berdiri dan memakai kembali celananya.

“kamu ga keluar gapapa do?”, entah kenapa aku menanyakan itu. Sejak kapan aku mulai peduli dengan orgasme Ardo? huh!

“gapapa lah Hany sayang, biasanya aku suka lama keluarnya, klo dipaksain ntar kamu kecapean, makan malamnya ga beres ntar”, Ardo tersenyum dan melumat bibirku. Kami saling melumat hingga perlahan Ardo melepas ciumannya. Akupun segera beranjak dari meja makan. Tanpa memakai dasterku lagi, Ku ambil lap, dan kubersihkan sperma Dio dan Rizky dilantai serta cairan vaginaku di meja makan.

“maaa, temen-temen mau balik nih!”,teriakan Yona dari ruang tamu mengagetkanku. Segera ku pakai kembali dasterku

“iyaa, bentaaar”, akupun bergegas ke ruang tamu diikuti oleh Ardo.

“tante,kita pamit pulang dulu ya”, ucap Mitha membuka pembicaraan. Mitha menyalamiku diikuti oleh yang lain.

“kak, tadi Dio sama Rizky kakak kasih hadiah apa? Kok mereka senang banget kayaknya?”, ucap Mitha ketika menyalami Ardo.

“tadi kakak kasih ‘susu’ ”, jawab Ardo sambil tertawa kearahku. Aku hanya tersenyum tipis agar tidak mencurigakan. Sedangkan Dio dan Rizky cengengesan mendengar jawabanku.

“yaaah,tahu gitu mending aku sama Mitha aja yang nyuci piring tadi”, ucap Silvy.

“nah, lain kalian yaa, biar kakak kasih hadiah ntar”, ucap Ardo lagi. Satu persatu teman-teman Yona meninggalkan rumahku.

“kakak-kakakmu kenapa belum pulang ya?”, ucapku pada Yona.

“kak Dita tadi udah pulang waktu mama tidur, terus dia pergi lagi ke rumah temen katanya sih di komplek sebelah, klo kak Dian ga tau deh”, ucap Yona.

“oia, Dian lagi ada rapat tante, abis maghrib baru kelar”,ucap Ardo.

“sekalian aku mau pamit pulang dulu tan”,ucap Ardo lagi sambil menyalamiku. Aku hanya mengangguk.

“Yona, jagain mama nya yaaa”, Ardo mengacak-acak rambut Yona.

“siaaap..makasih ya kak tadi udah jagain mama”, jawab Yona.

Ardopun berlalu meninggalkan rumahku. Aku dan Yona masuk ke rumah lagi untuk melanjutkan masak yang tertunda.

=====================================================================

Sender : Ardo
Tante, kita lari pagi yuk, besok aku tunggu CFD Dago jam 6 ya. Sms itu masuk beberapa saat lalu. Sengaja aku tidak membalasnya karena bagaimanapun aku pasti harus menurutinya. Kenapa tiba-tiba Ardo ngajakin CFDan ya? Kalau untuk sekedar olah raga, kenapa harus di CFD? Aku bertanya-tanya sendiri dalam hati.

Keesokan harinya tepat pukul 6 aku sudah berada di CFD. Anak-anakku sudah ku beritahu kalau aku akan pergi ke CFD pagi ini, bahkan dengan sedikit basa-basi aku mengajak mereka, dan tidak ada yang mau ikut. Namun aku tidak bilang kalau aku akan CFDan bareng Ardo. Pagi ini ku lihat jalan dago sangat ramai. Namun keramaian kali ini beda,hampir semua orang terlihat berpasangan. Mungkin sedang ada even.


“Ardo, tante udah di halte RS Borromeus nih”
Aku mengirim sms itu ke Ardo. Tak lama setelah itu terlihat Ardo berjalan ke arahku. Tampilannya pagi ini terlihat sangat sporty. Baju kaos dan celana olahraga dari merk ternama beserta sepatu olahraga dengan merk yang sama membuatnya benar-benar terlihat ganteng. Dandanan Ardo yang sporty sangat bertolak belakang denganku yang hanya menggunakan kaos lengan panjang yang agak besar agar tidak membentuk tubuhku, celana training biasa yang agak sedikit gombrong, serta tentu saja jilbab yang menutup hingga bagian dadaku.

“kita mulai lari sekarang?”, ucapku ketika Ardo sudah sampai dihadapanku.

“engga tan, kita lari bareng mereka”, jawab Ardo sambil menunjuk ke kerumunan orang-orang yang tadi ku lihat. Aku mengernyitkan dahiku, tak paham dengan jawaban Ardo.

“aku kemaren udah daftar acara ini, nama acaranya twin run, nanti kita larinya mulai dari bank BCA sana, terus finisnya di Dago tea house”, Ardo menjelaskan panjang lebar padaku. Aku hanya mengangguk-angguk. Ternyata acara ini acara lari berpasangan, pantes aja semua yang aku lihat disini berpasangan. Dan salahsatu aturannya yaitu peserta menggunakan satu baju yang agak besar untuk satu pasangan.

“yuk tan, kita ganti kostum”, Ardo mengajakku berjalan ke arah garis start. Katanya sih dia memarkir mobilnya di dekat sana.
Sesampainya di mobil, ku pikir Ardo hanya akan mengambil baju yang akan kita pakai berdua, ternyata tidak, Ardo menyuruhku masuk ke dalam mobil. Kemudian dia memberikan celana legging yang sangat ketat namun ukurannya pas dengan ku.

“tante ganti celana ama legging itu”, Ardo memerintahku. Aku tidak berani menolak, tapi aku harus ganti dimana?

“ganti disini aja”, Aku baru saja ingin membuka pintu mobil, ketika Ardo mengatakan itu.

“tapi do,..”

“nggak bakal keliatan dari luar kok, oia celana dalamnya nggak usah”, ucap Ardo lagi.

Aku kaget, ingin marah tapi tak mungkin. Saat ini aku dibawah kendali Ardo dan harus patuhi semua keinginan Ardo. Dengan sedikit deg-degan aku mulai membuka celana trainingku. Perasaanku campur aduk, aku cemas tapi juga berdebar-debar sendiri membayangkan akan berlari tanpa celana dalam. Tiba-tiba aku tersadar satu hal, jika aku tidak memakai celana dalam otomtis bulu-bulu kemaluanku akan keluar menusuk-nusuk celana legging tersebut,dan orang-orang akan menyadari itu.

"do, tante pakai celana dalam aja ya..", aku memelas. Aku tidak mau terlihat seperti wanita jalang yang dengan mudah mengumbar auratnya.

"emangnya kenapa tan?"

"tante malu, soalnya bulu kemaluan tante pasti keliatan keluar-keluar", aku mencoba beralasan.

"kalau masalahnya itu mah gampang tante", Ardo tiba-tiba mengeluarkan alat cukur. Agak kaget aku melihatnya. Tak menyangka kalau dia akan mempersiapkan kemungkinan-kemungkinan seperti ini.

"coba tan, agak ngangkang biar gampang nyukurnya"

"maksudnya, kamu yang nyukurin?"

Ardo tidak menjawab, dia langsung menarik kakiku kearahnya. Tanpa bisa ku tolak, diapun menyalakan dan mulai mengarahkan alat cukur itu ke vaginaku, dan proses pencukuran pun dimulai. Entah kenapa dicukur di dalam mobil membuatku terangsang, antara takut dan nafsu mulai memenuhi pikiranku. Sesekali kulihat orang-orang melewati mobil kami, tetapi orang-orang itu tidak bisa melihat apa yang terjadi di dalam mobil ini. Perasaan berdebar-debar ini membuat vaginaku mulai mengeluarkan cairan cintanya sedikit demi sedikit. Ardo yang masih asyik mencukur tersenyum mengetahui bahwa aku terangsang.

“kok terangsang tante? Udah mulai nakal yaaa sekarang”. Aku tidak menjawab namun kusadari pipiku memerah mendengar ucapannya.
Ardo baru saja selesai mencukur bulu kemaluanku. Sekarang bagian alat vitalku itu terlihat lebih bersih. Tiba-tiba Ardo menjulurkan lidahnya, dan sesaat kemudian benda lunak nan panas itu mulai mengaduk-aduk vaginaku.

“ehmm,,,,enghh,,dooooooo jangan disini….nanti ketahuan…”, aku mendesah sambil menutup mulutku agar suaraku tidak terdengar keluar. Ardo bukannya berhenti, tetapi semakin semangat menjilati vaginaku. Sesekali dicucupnya cairan-cairan yang keluar sehingga menambah rasa nikmat di vaginaku. Dan aku hanya bisa menikmati sambil meremas-remas rambutnya.

“Argghhh…doo..tante mauuueenghk…”, tepat ketika aku akan mencapai klimaks Ardo menghentikan aksinya. Aku terdiam, kepalaku terasa agak pusing karena nafsu yang tidak tuntas.

“do, kok berhenti? Tante udah mau keluar tadiii”, suaraku terdengar seperti anak kecil yang merengek.

“itu denger diluar, udah mau mulai larinya”, ucap Ardo sambil menyodorkan legging ketat tadi. Aku belum memakai legging itu karena masih merasa kentang. Ku lihat Ardo mengeluarkan cube kecil seperti kotak balsem, dia mengambil sedikit isinya yang berbentuk krim dengan telunjuknya, kemudian tanpa kuduga, dia mengolesinya ke bibir vaginaku dan ke klitorisku.

“Ardo kamu ngapain sih itu?”

“itu biar tante bisa menikmati lari pagi ini”, ucapnya sambil tersenyum mesum. Akhirnya dengan malas-malasan aku memakai legging itu.

“baju, bh, buka semua tan”

“jangan dong do, masa tante ga pakai baju dalam sih?”, Ardo menanggapi penolakanku dengan membukakan bajuku. Lagi-lagi aku tak mampu melawan, Ardo melepas baju dan bh ku. Putingku masih tegak menantang akibat rangsangan dari Ardo tadi. Kemudian Ardo memakaikanku baju kaos yang akan kita pakai berdua, ia memberiku manset yang hanya menutupi tangan. Akhirnya kita keluar dari mobil. Setelah itu Ardopun masuk ke dalam kaos besar yang akan kita pakai untuk lari. Dan kitapun akhirnya bergabung dengan para peserta lain. Tak berapa lama acara laripun dimulai. Aku dan Ardo berada dibarisan yang paling belakang.

Berada dalam satu baju dan harus berlari bersama membuatku harus mengikuti bagaimana Ardo berlari, terkadang cepat terkadang lambat. Orang-orang yg menonton acara ini di pinggiran jalan terutama para lelaki melihatku seperti ingin menelanjangi ku. Mata-mata liar itu menatap tubuhku seperti sadar aku tidak memakai daleman. Aku merasa risih tapi tidak bisa melakukan apa-apa. Tangan kananku yang berada di dalam baju digenggam kuat oleh Ardo. Meski risih, entah kenapa ada sedikit rasa bangga juga menjadi tontonan para lelaki. Baru beberapa menit kita berlari tiba-tiba aku merasa vaginaku sangat gatal. Tiba-tiba aku teringat dengan cream yang diolesi Ardo ke vaginaku tadi, apa itu obat perangsang ya?

“do, berhenti dulu, anu tante gatal”, ucapku pelan pada Ardo. Ardo berhenti, kemudian mengajakku duduk di pembatas jalan. Ardo mendekapku, kemudian membelai kepalaku.

“tante terangsang ya, diliatin orang-orang?”

“engghhh….enghhh….”, aku hanya bisa melenguh pelan dalam dekapan Ardo. Perlahan tapi pasti rasa gatal itu menyebabkan vaginaku mengeluarkan cairan cinta sedikit demi sedikit. Makin detik cairan itu makin banyak. Putingku ikut-ikutan mengeras akibat rangsangan di vaginaku.

“pacarnya kenapa kang?”, seorang bapak-bapak seusia suamiku menghampiri kami.

“engga pak, Cuma kecapean aja, semalem abis dijatah”, ucap Ardo dengan kurang ajar. Si bapak itu hanya tertawa kemudian berlalu. Aku hanya bersandar dibahu Ardo tanpa bicara sepatah katapun. Mataku sayu, vaginaku terasa amat gatal, nafsuku sudah diubun-ubun, tapi aku tak mungkin melampiaskan di tempat public seperti ini.

“Ardo, kita pulang aja yuuuk, ehmnn,,tante ga kuat”, suaraku terdengar sangat pelan. Aku tidak ingin pasangan2 lain yg sedang berlari mendengar percakapan kami.

“jangan dong tan, kan klo kita bisa sampai garis finish sama dengan nyumbang 100rb buat fakir miskin, masa tante ga mau beramal?”, Ardo menolak dengan halus.

“tapi do, vagina tante gatel banget, gaa tahaan”, aku lagi-lagi merengek seperti anak kecil.
Tanpa kuduga, tangan Ardo yang tertutup baju couple yang kami pakai mulai merambat meraba vaginaku. Aku mendelik, berusaha melarang Ardo dengan membelalakkan mataku, tapi ditanggapi Ardo dengan senyum mesumnya.

“katanya gatel,digarukin kok marah?”, bisikan Ardo terdengar lembut ditelingaku.

“jangan disini juga, kan maluuuu”

“ ya udah kalau ga mau”, Ardo menghentikan aksinya. Dia mengajakku berdiri dan kembali berlari. Aku kaget tapi malu untuk meminta lagi. Akhirnya kami kembali berlari. Tangan Ardo yang berada di dalam baju kali ini mulai nakal membelai-belai payudaraku. Beberapa kali berpapasan dengan pasangan lain, kulihat mata lelakinya selalu menatap tajam pada dadaku yang bergoyang-goyang. Entah kenapa hal ini membuatku basah. Karena tidak memakai celana dalam, legging yang kupakaipun mulai terlihat basah di area vagina. Ini menjadi tontonan menarik bagi penonton ataupun pasangan lain yang sedang berlari.

“ih tante makin basah aja, leggingnya nyetak tuh”, ucap Ardo.
Saat ini kami sudah sampai di daerah dago pojok, artinya tak lama lagi kami akan sampai di garis finish. Beberapa pasangan mungkin sudah sampai di garis finish. Ardo tiba-tiba berhenti di sebuah mobil van yang berjualan susu murni.

“istirahat dulu tan”, Ardo mengajakku berjalan ke mobil tersebut.

“ntar aja do, kan di garis finish banyak yang jualan”, aku menolak, tapi Ardo menggeleng dan tetap memaksakan kemauannya.

“mang, susunya dua yaaa”, ucap Ardo ketika sampai didekat mobil itu. Kamipun duduk di trotoar dekat mobil tersebut.
Tak lama si penjual mengantarkan susu pesanan kami. Penjual susu murni ini adalah seorang bapak2 berusia sekitar 50an. Beberapa kali si bapak kelihatan melihat kearah vaginaku. Dan tiap kali bertatapan mata, si bapak tersenyum mesum membuatku malu.

“cieee yang lagi liat2an sama penjual susu murni”, Ardo meledekku karena kedapatan sedang melihat ke bapak itu.

“Do, tante ngeri deh liat dia, senyum2 mesum gitu ke tante”, ucapku pada Ardo. Ardo hanya tertawa.

“duh, tante bawa uang ga?”, Ardo tiba-tiba terlihat panic.

“engga lah, uang tante kan di celana tante tadi”.

“aku juga ga bawa uang nih, gimana bayarnya ya?”

“kamu kan bawa hape, jadiin jaminan aja dulu”, aku coba berikan solusi. Tapi Ardo menggeleng, dia tersenyum mesum seperti mendapat suatu ide.

“yuk tan”, Ardo mengajakku berjalan ke arah mobil sambil membawa gelas susu yang sudah kosong.

“mang, punten nih kita lupa bawa uang”, ucap Ardo pada si penjual.

“yaaah, kalo ga punya uang ga usah belanja atuh”, ucap si penjual sinis.

“tapi tenang mang, gimana kalau kami bayar pake susu murni juga?”, aku kaget dengan jawaban Ardo. Arghh! Ardo sepertinya menjebakku lagi, tapi aku tidak mungkin menolak keinginan Ardo.

“maksudnya?”, Tanya si penjual lagi.

“iyaaa, pake susu pacar saya ini”, ucap Ardo agak berbisik. Si penjual susu murnipun tersenyum mesum.

“untuk kali ini boleh deh”, ucapnya. Aku menjadi lemas. Kamipun akhirnya diajak masuk kedalam mobil van tersebut. Kami masuk ke dalam, aku duduk ditengah diapit Ardo dan si penjual susu.

“oia,kenalan dulu mang, saya Ardo,ini pacar saya Hany”, ucap Ardo sambil menyalami si penjual susu. Akupun ikut menyalami si penjual tersebut.

“saya Karmin aa, teteh”,ucapnya sembari menyalami kami.

Setelah berkenalan, Ardo mempersilahkan pak Karmin untuk mulai beraksi. Kepala pak Karmin mulai masuk kedalam baju kami. Tangannya memiting putting kiriku sedangkan mulutnya mulai menerkam payudara kananku. Hal ini membuat nafsuku yang tadi surut mulai terbakar lagi. Aku hanya bisa meresapi jilatan-jilatan dipayudaraku itu dengan menutup mataku sambil menggigit bibir bawahku. Melihatku yang mulai menikmati permainan pak Karmin, Ardopun tak tinggal diam. Bibirnya mulai mendekat dan melumat bibirku. Tangannya juga tak kalah lihai mengorek2 liang vaginaku. Diserang oleh dua orang sekaligus membuatku melayang. Rasanya luar biasa, vaginaku semakin basah. Lenguhan-lenguhanku teredam karena mulut Ardo yang menyumpal mulutku. Aku benar-benar seperti pelacur murahan yang sedang melayani pelanggannya. Tidak ada risih, yang ada hanya nikmat dan nikmat.

“Enghh..arghh,,,,”, akupun melenguh keras menandai orgasme ku. Badanku kelonjotan dan hilang kendali, mataku sayu menikmati sisa-sisa orgasme ku. Cairan-cairan cintaku semakin membuat legging yang ku pakai terlihat sangat basah diarea selangkangan. Tak lama pak Karminpun berhenti menikmati dadaku.

“gilaaa aa, mantap bener nih lonte, dapetin lonte jilbaban kayak gini dimana aa?”, ucap Pak Karmin pada Ardo. Ardo hanya tertawa,tidak menjawab.

Setelah beberes,kitapun keluar dari mobil. Ardo pamitan pada pak Karmin sambil mengucapkan terima kasih. Pak Karmin sempat meminta nomer hapeku pada Ardo, tapi Ardo tidak mau memberikan. Aku senang karena Ardo tidak mau memberikan nomerku pada Pak Karmin.

“gimana tan? Enak ga?”, Ardo bertanya padaku. Saat ini kita sudah melanjutkan kembali lari kita. Aku tidak menjawab, hanya menatapnya dengan galak seolah2 ingin menunjukkan kalau aku marah. Ardo hanya tersenyum melihat ekspresiku. Kusadari saat ini kami menjadi perhatian banyak orang karena leggingku yang basah. Tak lama kamipun sampai di garis finish. Panitia mengalungkan medali pada kami, dan kamipun mencari tempat duduk untuk beristirahat. Ardo mengambil handphonenya dan menghubungi seseorang.

“man jemput gue di dago tea house sekarang,..”

“………”

“mobil gue parkir di depan BCA,buruan yaa, cewe gue udah mau pulang nih”, Ardo mengakhiri percakapannya di telepon.

“kamu telpon siapa?”, tanyaku menyelidik

“telpon temenku tan, dia jg lg di cfd tadi bareng aku ke dagonya tapi ga ikutan lari”, Ardo menjawab dengan enteng.

“kenapa tadi waktu beli susu kamu ngga telpon dia? Kenapa malah tante yang kamu korbanin?”, Aku semakin geram dengan kelakuan Ardo.

“ihh gitu aja marah, padahal tadi mukanya nikmatin banget lhooo”, bukannya menjawab Ardo malah meledekku. Akupun memukul pundak Ardo berkali-kali, meski tidak keras. Dan tanpa bisa kutahan akupun menangis.

“do,kamu kok jahat sih sama tante?”, aku berkata sambil terisak-isak. Ardo memelukku, tak tega melihatku menangis.

“Aku ga jahat kok tan, aku sedang memperkenalkan kenikmatan yang sesungguhnya pada tante”

“…..”

“selama ini aku masih lindungi tante kan. Meskipun udah banyak yang nyobain mulut ataupun tetek tante, tapi aku nggak pernah biarkan memek tante dipake sama orang lain kan?, itu karena aku sangat sayang sama tante”, aku masih terisak dalam pelukan Ardo.

“Apa yang dikatakan Ardo memang benar. Dia tidak pernah mengijinkan orang lain menikmati vaginaku. Dia masih menjaga kehormatanku. Anggap saja perlakuan-perlakuan tadi hanya bumbu agar percintaan aku dan Ardo semakin menggebu dan penuh nafsu”, otak kotorku mencoba memberi pembenaran. Pikiranku terus berkecamuk antara marah atau mencoba mengerti perlakuan Ardo padaku. Tak terasa mobil Ardopun sudah ada di dekat kami. Pengendaranya keluar dan menghampiri kami.

“oi man, kenalin ini Hany pacar gue”, ucap Ardo pada temannya.

“sayang,ini Firman temanku”, ucap Ardo padaku. Kamipun berjabatan tangan.

“yuk pulang, katanya udah cape banget”, ucap Firman mengajak kami sambil membukakan pintu.
Aku dan Ardo duduk di belakang sedangkan Firman nyupir sendirian. Baru beberapa meter jalan Ardo mengajakku membuka baju. Aku mencoba menahan, risih dengan Firman.

“jangan dibuka do, ngga enak sama temen kamu, nanti dia ngga fokus,keganggu nyetirnya”, ucapku pelan pada Ardo.

“man lu keganggu ga kalau gue buka baju pacar gue?”

“engga lah bos, nyantai aja, lagian ini jugakan mobil lu, bebas lah lu mau ngapain juga, mau ngentot juga sok aja”, jawab Firman santai.

“tuh, udah dengerkan sayang”, ucap Ardo sambil membuka baju yang kita pakai dan melepas mansetku juga. Alhasil sekarang aku dimobil bertelanjang dada, dengan jilbab, legging dan sepatu yang masih terpakai. Sesaat kemudian Ardo membuatku kaget dengan mengeluarkan penisnya. Dan tanpa bisa kucegah Ardo mendorong kepalaku kearah penisnya. Akupun menurutinya dan mulai mengulum penisnya. Tangan Ardo bergerilya didadaku. Memutar-mutar dan sesekali menarik-narik putingku. Aku mulai terbawa nafsu lagi. Leggingku semakin basah. Tanpa bisa kutahan Ardo melepas legging yang kupakai. Bahkan Aku ikut membantu dengan melepas sepatu sembari mengulum penis Ardo. Tanpa sengaja aku melihat Firman beberapa kali melihat tubuhku dengan nafsu. Hal ini membuatku malu. Aku melepas kulumanku.

“do, tante malu diliatin Firman”, bisikku sambil memeluk Ardo. Tanganku terus mengocok penis Ardo yang sudah sangat tegang. Ardo tersenyum.
“kita ngentot aja sekalian yuk”,ucapnya. Kemudian dia menyuruhku mengangkang dan duduk dipangkuannya. Aku menurut, karena setidaknya Firman tidak bisa melihat tubuhku lagi. Hal ini membuat penisnya menancap dengan kuat di vaginaku, sekarang Firman hanya bisa melihat punggungku. Ardo hanya mendiamkan penisnya di vaginaku. Sedangkan vaginaku terus-terusan mengeluarkan cairan cinta.

“do goyang dong sayang”, ucapku tanpa sadar.

“apa yang? Aku ga denger”, Ardo berusaha menggodaku.

“goyang do, goyangin penismu, tante ngga kuat didiemin gini, gatel”, ucapku lagi. Nafsu benar-benar udah menguasaiku.

“coba ulangi kalimatku ya : Ardo sayang goyangin kontolmu dong, memekku udah gatel banget nih pengen digoyang”, ucap Ardo lagi sambil meremas-remas pantatku.

“Ardo sayang goyangin kontolmu dong, memekku udah gatel banget nih pengen digoyang”, tanpa pikir panjang aku melakukan perintahnya. Ardo tertawa kemudian mulai menggenjotku. Dan aku mulai melenguh-lenguh tak peduli bahwa di mobil ini ada orang lain selain kami berdua.

“Arghhhh dooo,,dikit lagiiii…..arghhh”, tepat ketika aku akan orgasme Ardo menghentikan genjotannya.

“kok berhenti sih do?!”, mukaku memerah karena orgasme yang tertahan.

“gantian dong, kamu yang goyang Hany”, akupun mulai menggoyang-goyang pantatku.

“cewe lu enak banget, disuruh buka baju mau, disuruh goyang sendiri mau, udah kayak lonte aja”, ucap Firman di depan. Aku malu mendengar pernyataan Firman, untung Firman tidak bisa melihat wajahku.

“ya namanya juga cinta,iya ga sayang?", jawab Ardo, dan sedetik kemudian kami berciuman dengan sangat panas. Goyanganku semakin cepat , Ardopun ikut melenguh menikmati goyanganku, dan tanpa bisa kutahan lagi akupun meraih orgasmeku. Aku mendekap Ardo dengan kuat.

“do, capeeee, pegeeeel, mau istirahat”, aku merengek seperti anak kecil.

“cape banget yang? Sabar yaa nanti kita akan pijat biar seger lagi”, jawab Ardo.

Pijat? Entahlah aku tidak tahu apa yang dimaksud Ardo. Bahkan aku tidak tahu kemana aku akan dibawa oleh Ardo dan Firman. Yang aku tahu saat ini aku sangat lelah, aku ingin istirahat saja dipelukan Ardo.

=====================================================================

Aku terbangun diatas tempat tidur yang sangat empuk. Tubuhku ditutupi selimut putih. Tak jauh dari ranjangku kulihat ada seorang perempuan yang sedang menjilat penis Ardo. Perempuan itu hanya mengenakan pakain dalam. Wajahnya tidak bisa ku kenali karena memakai topeng. Sesekali kulihat Ardo meremas-remas rambut perempuan itu,menandakan kalau Ardo sangat menikmati hisapannya. Ku lihat disekeliling ruangan, ternyata tak cuma Ardo, Rizky dan Dio juga ada disana. Mereka terlihat sedang mengocok penis masing-masing sambil menonton aksi Ardo.

“gimana menurut kalian? Teh Dian ga kalah kan sama tante Hany?”, ucap Ardo ke Rizky dan Dio.

“gilaaa! Aku ga nyangka, anak sama mama ga ada bedanya, sama-sama nakal !”, jawab Dio.

“kan katanya pepatah juga like mother like daughter, ya ga teh?”, timpal Rizky. Wanita bertopeng itu hanya diam dan terus konsentrasi dengan jilatan-jilatannya di penis Ardo.

WHAT!??? Jadi yang pake topeng itu Dian??? Tiba-tiba emosiku meninggi. Bagaimana mungkin Ardo melakukan itu? Perlahan aku coba bangun dari posisiku.

“wah, tante Hany udah bangun nih, boleh dong kita nyusu lagi”, ucap Dio yang meilhatku bangun. Aku hanya menatap sinis ke arahnya.

“eh, enak aja! Lu bedua cobain susu yang masih seger aja nih, susunya teh Dian”, ucap Ardo. Dia melepaskan bibir Dian dari penisnya dan membuka topeng yang dipakai Dian. Terlihat wajah Dian yang pasrah. Matanya sedikit sayu melihat kearahku.

“sayang, aku ke mama mu dulu ya…kasian memeknya udah lama ga dijamah suami”, ucap Ardo pada Dian. Dian hanya tersenyum pasrah.

“untuk sementara kamu layani tuh dua cecunguk itu”, ucap Ardo lagi sambil menunjuk kearah Rizky dan Dio yang mulai bangkit berjalan kearahnya. Sedangkan Ardo sendiri berjalan kearahku.

Tanpa dikomando lagi dua pasang tangan anak SMP itu mulai meremas payudara Dian. Bra Dianpun disingkap oleh Dio, dan seperti yang terjadi padaku waktu itu, mereka berdua langsung menyusu seperti anak kecil. Sesekali terdengar Dian merintih dan melenguh dijilati seperti itu.
Sibuk memperhatikan Dian membuatku tak sadar kalau Ardo sudah berada di dekatku. Dia memegang bahuku dari samping dan langsung melumat bibirku. Aku berusaha melawan dan mencoba mendorong tubuh Ardo, tapi itu sia-sia. Kekuatan Ardo jauh lebih besar dan membuatku sedikit demi sedikit mulai terbawa nafsu. Mulutku mulai membuka dan melayani permaian lidah Ardo. Tangannya terus menerus mengorek-ngorek vaginaku, membuat lubang itu semakin becek oleh jari-jarinya.

“kak, kita boleh nyobain memeknya teh Dian ga?”, ucapan Dio membuat Ardo melepaskan ciumannya.

“sini bawa ke ranjang aja, biar barengan sama mamanya”, jawaban Ardo membuat ku kaget. Tanpa perlu diperintah dua kali, Dio dan Rizky menggendong Dian dan membaringkannya disebelahku.

“Do, kamu gila ya! Dian itu masih perawan, masa kamu kasih ke mereka?!”, aku sangat marah. Kecewa dan juga emosi bercampur aduk. Ini sudah keterlaluan! Ardo benar2 keterlaluan!

“eeh..pacarku kok marah gitu? Aku sekarang ga butuh Dian lagi, aku Cuma butuh kamu Hany”, ucap Ardo merayuku. Sedangkan aku masih menatapnya penuh emosi.

Dian sudah berada disampingku, badannya berkeringat, matanya sayu penuh nafsu. Tanpa pikir panjang aku langsung memeluk Dian sebelum Dio dan Rizky berbuat lebih jauh. Tanpa kuduga Dian melepas pelukanku dan mendorong tubuhku cukup keras.

“Dian, kamu kenapa sih sayang?”, aku heran dengan sikap Dian.

“Aku ga sudi dipeluk sama Mama! Mama murahan! Mama tega merebut Ardo dari aku! Aku benci sama Mama!”, ucap Dian keras dan menusuk hatiku. Sementara itu Ardo, Rizky, dan Dio hanya diam saja melihat drama yang terjadi antara ibu dan anak ini.

“Tolong,jangan ngomong gitu sayaaang, mama bisa jelasin semuaa”, suaraku bergetar, aku mulai menitikkan air mata.

“Udah yuk, kita lanjut acaranya”, ucap Ardo sambil menarik tubuhku kearahnya. Ardo memelukku dari belakang. Dia membiarkanku melihat apa yang akan dilakukan dua anak SMP itu pada Dian.

Rizky mulai mengarahkan penisnya ke mulut Dian. Tanpa perlu diperintah, Dian melahap penis Rizky. Sedangkan Dio asyik menjilati vagina Dian. Ardo tak tinggal diam, tangannya mulai meremas payudaraku.

“do, plisss lepasin Dian, jangan biarin Dian diperlakukan seperti itu”, ucapku memohon pada Ardo. Sedangkan Ardo hanya senyum-senyum sambil menjilati leherku.

“eemmhhh…anghhhh…owhhhh…arkkhhhh”, penis Rizky terlepas dari mulut Dian. Erangan Dian terdengar kencang dan beberapa saat kemudian aku melihat anak sulungku itu mendapatkan orgasmenya.

Sesaat kemudian ku lihat Dio mulai mengarahkan penisnya ke vagina Dian yang terbuka lebar. Aku ingin menolong Dian, tetapi tubuhku ditahan oleh Ardo.

“Diooo! Plisss jangan lakuin ituuuu!”, aku menjerit pilu. Jeritanku yang penuh gejolak emosi membuat tubuhku melemah. Dan tiba-tiba semuanya gelap.

Entah sudah berapa lama setelah kejadian itu, aku terbangun. Ku dapati diriku sedang berada di kamar tidur Ardo. Mataku basah oleh airmata. Ku lihat sekeliling, tidak ada siapa-siapa. Dari luar kamar terdengar suara langkah kaki mendekat. Sesaat kemudian ku lihat Ardo masuk hanya mengenakan celana boxer.

“Tante kenapa? Mimpi apa barusan? Kok manggil2 Dio gitu? Tante kangen ya sama kontol anak SMP itu?”, aku diberondong banyak pertanyaan oleh Ardo yang sekarang duduk di pinggir ranjang.

“Lho??! Kok nangis? Tante mimpi buruk?”, belum sempat pertanyaan tadi terjawab, Ardo sudah bertanya lagi. Tangannya mengusap pelan pipiku.
Mimpi??! Aku mencoba mencerna kata-kata Ardo. Setelah mengingat-ingat lagi ternyata aku sadar, tadi aku habis marathon di CFD bareng Ardo, dan terakhir kami melakukan sexgila diatas mobil yang disupiri Firman teman Ardo. Ternyata itu hanya mimpi, Huft…untunglah. Aku mengucek mataku sebentar kemudian memeluk Ardo untuk menenangkan hatiku yang masih kalut. Ardo memelukku sambil mengusap2 pelan kepalaku.

“Ardo nggak tahu tante mimpi apa, yang jelas klo itu mimpi buruk jangan diingat-ingat lagi, Ardo akan bikin hari-hari tante selalu indah hingga tak ada lagi mimpi-mimpi buruk yang mengganggu tidur tante”, ucap Ardo lembut ditelingaku. Tanpa sadar aku menangis lagi, pelukanku semakin kuat. Cukup lama aku menangis dalam pelukan Ardo.

“Udah ya, sekarang tante mandi dulu, kan mau dipijit biar ntar pulangnya enak”, ucap Ardo seraya mengerling padaku.

“eh, maksud kamu? pijit apa nih?”, Ardo tidak menjawab, hanya senyum2 saja. Aku bingung tapi tetap menuruti perintah Ardo. Aku masuk ke kamar mandi dan mulai mengguyur tubuhku yang penuh keringat ini. Di kamar mandi sayup-sayup kudengar suara Ardo sedang mengobrol dengan tiga atau empat orang lain. Siapa ya mereka? Apa mereka tukang pijat yang dipersiapkan Ardo? Entahlah, aku bingung. Aku jadi penasaran dan mempercepat mandiku. Selesai mandi,akupun keluar dan terlihat ranjang Ardo sudah dipersiapkan untuk ritual pijat. Di dekat ranjang sudah ada 3 pria tua yang memakai baju putih-putih.

“sini sayang, kenalin dulu nih tukang pijat langganan keluarga aku”, ucap Ardo memanggilku. Aku berjalan kearah mereka. Dan kemudian duduk disebelah Ardo. Mereka memperkenalkan diri mereka masing-masing. Ada mang ikin, mang oding, dan mang obe. Setelah berbincang-bincang sebentar, Ardo memberikanku sepasang pakaian dalam berwarna putih.

“aku harus make ini?”, ucapku pada Ardo.

“iya neng, klo pijat ama kita emang harus pake itu”, mang ikin yang menjawab. Aku melirik Ardo sekali lagi, meminta jawaban dari Ardo.

“tenang aja neng, kita pemijat professional kok, kita ga akan berani macem2 deh”, kali ini mang obe yang ngomong seolah tahu keraguanku.

“lagian kita udah lama jadi langganan den Ardo, jadi ga berani juga kita macem2”, ucap mang obe lagi.

“udaaaah, percaya aja deh kamu pasti suka pijatan mereka”, ucap Ardo. Dengan ragu kuambil pakaian dalam itu dan kembali ke kamar mandi untuk menggunakannya.

Proses pijatpun dimulai. Aku berbaring tengkurap dan menutupi mataku dengan bantal,malu karena sekarang aku hanya memakai pakaian dalam dihadapan tiga lelaki tua yang tidak ku kenal. Pijatan dimulai dari telapak kakiku. Mang obe dan mang oding memijat kakiku secara bersamaan sedangkan Mang ikin memijat punggungku. Harus ku akui pijatan mereka memang sangat professional, pijatannya lembut dan membuat tubuhku rilex. Tubuhku disirami dengan minyak yang entah minyak apa. Yang jelas minyak itu wangi dan dingin terasa di kulitku. Setelah selesai memijat kakiku, Mang Obe dan Mang Oding beralih ke kedua tanganku. Tanganku dipijat dengan telaten sehingga dalam waktu setengah jam saja, badanku yang tadinya pegal2 menjadi segar kembali.

Setelah selesai dengan bagian belakang, tubuhku ku dibalikkan untuk proses pemijatan bagian depan tubuhku. Kali ini aku diberi handuk kecil untuk menutupi mukaku. Mungkin mereka sadar kalau aku malu tubuhku dilihat oleh mereka. Mereka kemudian memasang alat getar dijari-jari mereka.

“mang itu buat apa?”, tanyaku yang penasaran dengan alat itu.

“ini biar tubuh neng makin rilex”, jawab mang ikin. Dia sudah memposisikan dirinya diatas kepalaku. Kepalaku diangkat dan diletakkan di paha mang ikin. ‘Wah dengan begini pasti mang ikin bisa melihat payudaraku yang membulat tegak menentang’,pikirku. Entah kenapa membayangkan mang ikin yang menikmati pemandangan payudaraku membuat vaginaku mulai sedikit basah.

“drrttt…drtttt…drttttt”, alat itu mulai dinyalakan. Aku mulai menutupi mataku dengan handuk kecil tadi. Mang Obe memulai dengan menggesekkan jari2nya yang terpasang alat itu ke sela-sela jari kakiku. Aku mulai merasa geli yang amat sangat. Ternyata rasa gelinya semakin menjadi-jadi ketika mang oding menarik tanganku dan mulai menggesekkan alat itu ke sela jari-jariku. Rasa geli itu membuat vaginaku basah. Aku mulai melenguh tak jelas. Tubuhku menggelinjang-gelinjang dan aku mulai merenggangkan vaginaku. Ternyata siksaan birahi ini tak sampai disitu saja, mang ikin menggesekkan alat itu ke leherku yang membuatku semakin menggelinjang. Tubuhku mulai berkeringat seperti orang yang sedang bersetubuh. Celana dalam yang ku pakai sudah sangat basah oleh cairan cintaku.

“nghhh..aduhhh gilaaak….mangnhghhk,,,aku diapain inii..ehnghhnmmm”, aku menggeram tak jelas. Sementara ketiga pemijat itu semakin intens menggosok-gosokkan alat tadi. Aku tak tahan lagi, aku ingin menghentikan alat itu tapi aku tak bisa berbuat apa-apa.

“nghh…maaanghnhgkhhh…aku nyampeeee..hnmmmnghhk”, aku berteriak mendapat orgasme ku. GILAA! Mereka membuatku orgasme tanpa sedikitpun menyentuh organ intimku! Aku terkapar lemas diatas kasur. Para pemijat itu mematikan alat tadi dan melepasnya dari jemari mereka. Ardo yang sedari tadi memperhatikanku dari jauh mulai mendekat ke sisiku.

“gimana sayang? Enak ga?”, Ardo membelai rambutku. Aku hanya diam. Nafasku masih memburu, sisa orgasme tadi.

“silahkan mang, dilanjut lagi”, ucap Ardo lagi pada pemijat2 itu. Ardo mulai menjauh lagi.

“aku mau diapain lagi mang?”, ucapku pelan. Jujur aku bingung sekaligus penasaran dengan apa yang akan terjadi selanjutnya padaku.

“tenang aja neng, pijatnya belum selesai kok,hehehe”, mang obeng terkekeh melihat kearahku.

Kali ini tubuhku disandarkan ke tubuh mang ikin. Mang ikin menahan bahuku. Sedangkan mang obe dan mang oding mengangkat kakiku dengan posisi lurus dan merenggangkannya sehingga saat ini kakiku membentuk huruf V. mang obe dan mang oding mulai mengusap pelan pahaku dan melumurinya lagi dengan minyak tadi. Pelan tapi pasti mereka mulai memijat paha bagian dalam.

“engkk..aduh mang ngilu disitu”, ucapku ketika mang oding memijat beberapa senti mendekati vaginaku.

“yang ini ya neng?”, mang oding menekan bagian yang kubilang ngilu. Aku hanya meringis dan mengangguk.

“neng kurang jalan ya? Kerjaannya di rumah doing makanya uratnya disini agak menggumpal”, ucap mang oding lagi. Aku hanya mengangguk. Ya, aku emang jarang banget jalan keluar rumah. Bagian itu agak lama dipijat oleh mang oding. Katanya agar ga terlalu ngilu lagi nantinya.

“sering-sering lari pagi neng, biar ilang ngilunya”.

“tapi kalau olahraga ada kan neng?”, kali ini mang ikin yang bertanya.

“ada dong mang, aku ikutan fitness lho”, jawabku lagi.

“ooh, pantes tubuhnya seger banget gini, apalagi dadanya”, aku seperti kesetrum ketika tiba-tiba mang ikin meremas lembut payudaraku.

“mang jangan mang,,ooowghhh….”, aku mulai terbawa nafsu lagi. Penolakan ku hanya sesaat,karena setelah itu aku terlena dengan pijatan-pijatan lembut mang ikin di payudaraku. Mang ikin menarik-narik putting payudaraku. Kemudian tanpa kuduga sebelumnya mang ikin memasang sesuatu berbentuk ring dikedua putting ku. Ring itu membuat putingku terasa geli, sementara itu mang oding dan mang obe mulai menyentuh pinggiran vaginaku dan memijat lembut disitu. Pijatannya menghasilkan rasa geli yang luar biasa. Alhasil, sama seperti tadi aku mulai menggelinjang tak karuan. Bibirku terus meracau merasakan kenikmatan baru ini.

“enghh,,,,,akhgggg,,,,akhghhh,….”, 15 menit berlalu akupun merasakan gelombang orgasme kembali. Kali ini tubuhku benar-benar remuk rasanya. Aku benar-benar lemas. Mang ikin melepaskan ring yang ada di putingku tadi. Kemudian secara bergantian mang ikin, mang oding,dan mang obe kekamar mandi untuk membersihkan tangan mereka dan mengganti pakaian mereka.

“gimana mang?”,kudengar Ardo bertanya pada yang sudah bersiap untuk pulang.

“seperti yang den Ardo lihat,mulai sekarang pacar den Ardo akan lebih mudah diajak tidur, kita udah bikin semua urat-urat yang berkaitan dengan birahinya aktif dan sensitif, jadi sedikit aja den Ardo sentuh dia, dia akan terangsang”, mang ikin yang menjawab. Sesaat kemudian ku dengar mereka berempat tertawa.

‘oooooh, jadi Ardo ingin benar-benar membuatku jadi binal? Gila!’ aku mengumpat sendiri dalam hatiku.


**********


Pkl. 23.30 WIB

Saat ini aku sudah berada di depan rumahku. Ah,ibu macam apa yang meninggalkan rumahnya seharian untuk berselingkuh dengan pacar anaknya?! Aku mengutuki diriku sendiri.

“sayang, makasih ya untuk hari ini”, Ardo tersenyum padaku. Ya, aku masih didalam mobil Ardo. Ardo menarik tubuhku kearahnya dan sesaat kemudian bibir kami saling beradu. Setelah puas berciuman,aku turun dan Ardopun segera meninggalkan rumahku.

“mama abis darimana?”, pertanyaan itu membuatku kaget. Aku baru saja membuka pintu dan ku dapati Dian sedang memainkan hapenya di sofa.

“eh,sayang kamu belum tidur?”, aku balik bertanya.

“mama jawab dulu dong pertanyaanku!”, kali ini suara Dian terdengar agak ketus.

“kan mama udah bbm kalian tadi, ngasih tahu kalau mama ketemu teman smp mama yg lagi liburan ke bandung di CFD, jadinya mama temenin dia jalan-jalan deh”, ucapku dengan lembut.

“mama ga selingkuh kan?”

“kok kamu nanyanya gitu sih?, ya engga lah sayaang, udah tua gini mau selingkuh sama siapa? Hahaha”, aku tertawa untuk menghilangkan rasa kikukku mendapati pertanyaan seperti itu dari Dian.

“Dian bukan anak kecil lagi ma, Dian tahu mama pasti rindu belaian papa,makanya Dian nanya gitu”,ucap Dian sambil mendekat kearahku. Suaranya kali ini terdengar lembut.

“lagian tubuh mama juga masih oke banget, mama juga cantik lagi, berondong-berondong juga pasti mau lah klo mama ajakin selingkuh,,hihihi….”, Dian tertawa. Tapi kata-katanya cukup menohok membuatku terdiam agak lama.

“engga laah sayaaaang, mama masih bisa tahan kok, hehehe”, aku tertawa sambil memeluk Dian.

“yuk kita istirahat,udah malam, besok kamu harus kuliah kan?”, aku mengajak Dian berjalan ke kamarku.

“kali ini kamu temenin mama di kamar mama ya sayang”, Dian hanya mengangguk. Aku menggandeng tangannya sampai kami tiba di ranjang. Entah kenapa, aku teringat lagi mimpi buruk itu. Aku kemudian memeluk Dian dengan erat.

“mama sayang banget sama kamu”, ucapku.

“Dian juga sayang banget sama mamaaaa”.

“oia ma, tadi papa nelpon, katanya bakalan pulang bentar lagi,kan udah mau libur semester, papa kangen banget tahu sama mama, papa tadi nelpon mama tapi ga diangkat-diangkat”

“waah, baguslah..mama juga udh kangen banget sama papa”, jawabku. Ku lihat Dian mulai memejamkan matanya, sepertinya dia udah ingin tidur.

‘ah, entahlah apa aku harus sedih atau senang mendengar kabar mas Hendro akan pulang. Yang jelas aku jadi sangat takut hubunganku dengan Ardo diketahui oleh keluargaku’.

=====================================================================

POV Hendro

Dingin, saat ini suhu di Melbourne sangat dingin. Tadi siang baru saja terjadi badai salju disini. Untunglah ini sudah memasuki libur semester, jadinya tadi siang aku ga perlu pusing mikirin bagaimana cara ke kampus. Di flat ini malam ini cuma ada aku. Biasanya aku disini berdua dengan temanku, Ridho, mahasiswa beasiswa S2 yg juga berasal dari Indonesia. Ridho baru saja pulang kemarin, sedangkan aku rencananya akan pulang besok pagi. Apa kabar ya istriku? Seminggu yang lalu aku telpon ga diangkat2, kata Dian sih lagi nemenin temennya yang liburan ke Bandung. Padahal aku Cuma ingin kasih tau kalau aku akan pulang. Ah iya, kenapa ga aku telpon sekarang aja ya? Aku segera mengambil ponselku.

Tutt…Tuuuttt….Tuuttt….

Lama tak diangkat, istriku lagi ngapain ya? Apa udah tidur ya? Atau lagi main-main sama sextoy yang aku kirim? Hmm..aku jadi horny bayangin istriku lagi mainin vaginanya pake dildo besar itu.

“haloo, mas..apa kabar? Maaf tadi aku lagi di kamar mandi”, terdengar suara istriku, Hany diseberang telepon.

“haloo sayang, mas sehat, kamu sehat? kangen nih, kamu lagi ngapain?”, ucapku. Senang banget bisa denger suara istriku lagi.

“hmm..iya mas,aku sehat, aku juga kangen banget mas, ini aku baru abis gosok gigi, mau tidur”.

“anak-anak udah pada tidur?”

“tadi terakhir aku lihat sih udah mas”

“sayaang, mas kangen pengen peluk kamu,cium kamu, jilatin putting kamu yg seksi itu”, aku bicara begitu sambil tanganku mulai meraih penis dibalik boxer ku.

“mas lagi horny banget ya? Sabar mas, kan mas besok udah ada disini, kita bisa bercinta sepuas mas, klo perlu seharian kita ga usah keluar kamar”, jawab Hany tak kalah nakal.

“sayang, mas pengen bercinta sama kamu sekarang, kamu bantuin mas ya?”, ucapku, entah kenapa aku terpikir untuk mengajak Hany melakukan phonesex.

“apa aja buat mas pasti aku lakuin”, ucap Hany mantap.

“sayang, sekarang kamu coba ambil dildo yang mas kasih deh”

“iya, bentar ya mas”

“anggap dildo itu penis mas, dan sekarang kamu jilatin dildo itu sayang, mas pengen denger suara jilatan kamu”,

“mhmm…muach..”, terdengar suara Hany mencium dildo itu dan mulai menjilatinya pelan-pelan.

“terus sayang,lebih cepat…hmnggg”, aku mengocok penis ku dengan irama teratur sambil membayangkan penisku sedang dijilati Hany.

“hmmm….enghhmm,,,…hmnnnmm…”, suara Hany mulai terdengar berat, sepertinya nafsunya mulai naik.

“sekarang bayangin mas lagi ciumin kening kamu”

“enghmmm…te…russs mas?”, suara Hany mulai terdengar putus-putus.

“terus bibir mas mulai turun ke hidungmu, mulai menjilati bibirmu, turun ke lehermu dan menjilat lembut disana”

“ehmmm…enghmmm”

“kerasa ga Hany sayang?”

“nghhhmmm..iyaaa mas,,,teruusss masss…”

“bibir mas makin turun ke bawah, jilatin putting kamu sambil tangan mas meremasnya lembut”

“hmm..mass…enaak….terusmass…”, suara Hany dipenuhi desahan desahan lembut.

Bayangan percintaan panas kami kembali berputar diotakku. Bayangan wajah Hany yang menjerit-jerit seksi ketika ku sodok menghampiri pikiranku. Aku masih terus mengocok penisku dengan irama teratur.

“Hany sayang, kamu lagi ngapain disana?”, tanyaku pada istriku, aku mulai berimajinasi lagi.

“ehnghhmm….aku lagi masukin penis mas ke vaginaku mas”

“hangaat…vaginamu hangat, masih sama ga berubah”, aku meracau sambil mulai mempercepat kocokan dipenisku.

“Ehngfhhhmmm…..iyaaa mass, cepat mas, goyang lebih cepat lagih……”

“arghhh..mas…gedee…punyaa mas gede bangeeet….hmmff”

“enghmnhgghh….aduhhh..duhhh…mas…aku keluaarrrrr”, akhirnya Hany menggeram panjang, sedangkan aku masih terus mengocok penisku dengan
cepat.

“lemes ya sayang?”

“iyaaa…lemes banget mas…”

“sayang tau gak, penis aku udah keras banget, aku udh ga pake celana sekarang”

“iyaa mas, aku juga udah bugil dari tadi mas..”

“Lanjut lagi yuk, bantu mas ya, biar lega”

“yuk mas, badanku udah basah banget nih”

“sekarang kamu nungging ya, mas mau gaya doggie”

“hmmm….”, Hany hanya bergumam, dan terdengar suara yang menandakan kalau Hany sekarang merubah posisinya.

“yuk mas aku udah siap”, Hany berkata lagi.

“mas masukin sekarang yaaaa”, aku berkata begitu sambil membayangkan diriku menyetubuhi Hany dengan gaya doggy.

“ehmm…eochmmm…..”, ku dengar Hany hanya merintih.

“hmm,,hangat banget vaginamu sayang”

“Ouchhh……”, Hany mengerang lebih keras.

“sekarang mas ngaduk-ngaduk vaginamu sambil menusuk-nusuk anusmu pake dua jari mas”

“hmmm…masss….enaakkghhmm”

Kami terus saja saling memuaskan hasrat masing-masing. Meskipun lebih banyak aku yang bicara sedangkan Hany lebih banyak mendesah, menggeram dan mengerang, tetapi justru aku merasa nikmat meskipun hanya mendengar desahannya. Hampir setengah jam lamanya hingga tiba-tiba aku merasa sudah ingin keluar. Ku kocok penisku lebih cepat.

“oochhh..achhgghh…masss akuhhmm mauhh nyampeee”, kudengar suara Hany terputus putus. Ternyata Hany juga udah hampir orgasme lagi.

“bareng sayaang,,,,,akhhh…..masss sampeeeee”, aku mengerang keras, dan air mani ku pun berceceran dilantai.

“aku jugaa mass…akkhhh….enaaakghhh”, hamper bersamaan kami mencapai puncak.

Selanjutnya hanya terdengar suara nafas kami yang saling memburu. Cukup lama kami saling diam hingga nafas kami mulai mereda. Hanya hembusan nafas berat Hany yang terdengar diseberang sana. Begitu juga Hany hanya mendengar dengusan nafasku.

“gimana mas? Udah lega sekarang?”, Hany mulai membuka pembicaraan.

“mas lega banget sayang, capek juga….makasih ya sayang, kamu sendiri gimana? Enak gak?”

“enak banget mas, aku sampai keluar dua kali”

“hmmm…klo gitu udah dulu ya sayang, mas mau bersih-bersih dulu”, ucapku lagi.

“iya mas, aku juga mau mandi lagi nih, mas abis bersih-bersih langsung istirahat ya, biar besok berangkat dari sana badannya fit”

“iya sayaang, tunggu mas yaaa”

“sampai besok ya mass,,muachhh…”

“iyaa selamat istirahat sayang..muaachhh”, akupun mengakiri teleponku dan beranjak menuju kamar mandi.

=====================================================================

Aku mondar mandir di kamarku. Aku sedang bingung, pasalnya besok suamiku akan pulang dan aku belum sempat memperingatkan Ardo untuk menjauhi ku beberapa minggu ini, setidaknya sampai suamiku balik lagi ke Australia. Entahlah, aku sangat takut jika hubungan kami diketahui suamiku. Disatu sisi aku ingin Ardo mengakhiri hubungan kami, tapi disisi lain aku mulai sering merindukan Ardo. Hmm…mungkin lebih tepatnya merindukan penis Ardo. Lama mondar mandir tanpa hasil, tiba-tiba ku dengar suara motor berhenti di depan rumahku. Ku lihat dari jendela kamarku, ternyata Dian pulang diantar oleh Ardo. ‘hmmm…mungkin ini waktu yang tepat untuk bicara pada Ardo’, gumamku dalam hati. Aku bergegas menyambar jilbabku dan sedikit merapikan pakaian tidurku yang agak acak-acakan. Aku mencoba berpikir lagi, apa aku harus bicara dengan Ardo sekarang? Dan aku sadar tidak ada alasan untuk menunda lagi, keutuhan rumah tanggaku yang menjadi taruhannya.

“eh, mama belum tidur?”, Dian langsung menghampiriku ketika melihatku keluar kamar.

“mana bisa mama tidur kalau anak gadis mama belum nyampe rumah?”, ucapku sambil mengusap-usap kepala Dian. Dian hanya tertawa menanggapi ucapanku.

“tan, Ardo balik dulu ya, udah malam”, Ardo tiba-tiba berdiri dari duduknya. Aku kaget, klo Ardo balik otomatis aku nggak bisa bicara padanya mengenai mas Hendro.

“hmm….kamu yakin mau balik? Udah 10.30 lho, nanti kamu kenapa-napa dijalan. Kamu nginap disini aja ya?”, ucapku cepat, berusaha menahan keinginan Ardo untuk pulang.

“tuh yang, udah dibilangin nginap aja…”, Dian mendukung usulku.

“mah, tadi aku udah bilang ke dia biar nginap aja, besok pagi aja pulangnya..tapi dia tetap bilang mau pulang”, ucap Dian lagi padaku.

“nginap aja ya..tante takut kamu kenapa-napa ntar dijalan, lagi banyak begal juga kan soalnya”, ucapku lagi berusaha membujuk.

“hmm..ya udah deh, aku nginap aja”, jawab Ardo. Dia kembali duduk, aku dan Dianpun ikut duduk.

“sayang, sana kamu beresin kamar tamu dulu biar Ardo bisa langsung istirahat”, aku menyuruh Dian membersihkan kamar tamu agar aku bisa bicara berdua dengan Ardo.

“roman-romannya ada yang lagi kangen nih ”, ucap Ardo ketika Dian sudah berlalu ke kamar tamu. Aku tak menanggapinya, aku hanya menggerakkan telunjukku menutupi bibirku, mengisyaratkan agar Ardo diam. Aku berdiri dan mendekatkan posisi duduk ku dengannya.

“ntar jangan tidur dulu ya, aku mau ngomong”, ucapku agak berbisik. Aku takut Dian mendengar omongan kami karena kamar tamu cukup dekat dengan ruang tamu.

“oke sayaaaang”, jawab Ardo. Aku baru akan berlalu ketika tiba-tiba tangan Ardo menarik tanganku sehingga tubuhku tertarik ke arahnya dan tanpa bisa kutahan aku jatuh dalam pangkuannya.

“do, lepasin ah, ntar ketahuan sama Dian!”, aku membentaknya tapi dengan suara yang pelan karena takut kedengaran Dian. Ardo tak peduli, dia bahkan mulai menangkupkan kedua tangannya pada payudaraku diluar baju tidurku. Dia meremas pelan disitu menghidupkan rangsangan birahi ditubuhku. Entah kenapa, sejak aku dipijat waktu itu, aku jadi gampang sekali terangsang, disentuh dikit aja aku langsung basah. Mungkin yang dikatakan tukang pijat itu benar, mereka mengaktifkan semua syaraf yang berkaitan dengan birahiku.

“hmm…dooo, lepasiiiiin….ehmnnnmm”, aku memohon, tapi terdengar setengah hati karena suaraku disertai lenguhan.

“nikmatin aja ya sayang, lagian dari sini kan kita bisa lihat kalo nanti Dian sudah selesai dan keluar dari kamar itu”, ucap Ardo berbisik ditelingaku. Kemudian Ardo menggigit kecil telingaku yang masih tertutup jilbab. Hal itu membuat tubuhku menggelinjang geli. Aku semakin pasrah.
Kurasakan tangan Ardo mulai menelusup masuk ke dalam baju tidurku. Dan tanpa bisa kutahan telapak tangan Ardopun kini dapat bersentuhan langsung dengan kulit payudaraku. Putting payudaraku sudah tegang karena ditarik-terus oleh Ardo. Sementara vaginaku terus basah.

CLEK! Tiba-tiba terdengar bunyi pintu kamar tamu dibuka. Aku segera berdiri menjauhi Ardo dan merapikan bajuku.

“Do, kamarnya udah beres tuh, kamu bisa istirahat sekarang sayang”, ucap Dian ke Ardo.

“ya udah do, kamu langsung istirahat aja, pasti cape kan antar jemput Dian?”, ucapku menambahkan.

“perhatian banget sama calon menantu, anak sendiri juga capek kali seharian di kampus”, Dian berkata begitu sambil cemberut. Aku tahu Dian hanya bercanda, tapi perkataannya telak menusuk perasaanku. Aku agak terdiam sesaat sebelum aku menjawab.

“jangan cemburu gitu dong sayang, kamu juga buruan tidur gih”, aku tertawa agar tak terlihat kikuk dimata Dian. Dian hanya tertawa mendengar jawabanku. Akhirnya kita masuk ke kamar masing-masing.

Setengah jam berlalu, aku masih tidur-tiduran di kasur. Menunggu waktu yang tepat untuk mengajak Ardo bicara. ‘Mungkin aku harus cek keadaan dulu’., pikirku lagi. Akupun membuka pintu kamar dan berjalan kearah tangga. Namun, sebelum itu aku ke kamar tamu terlebih dahulu. Ku dekatkan kupingku ke pintu kamar tersebut tetapi tak terdengar suara apapun dari sana. ‘apa mungkin Ardo sudah tidur ya?’. Aku hendak masuk ke kamar tersebut tapi kuurungkan niatku. Aku takut kalau ternyata Ardo masih bangun dan langsung menyergapku. Lebih baik aku check anak-anak dulu. Akupun berjalan ke lantai dua. Pertama aku masuk ke kamar Dita dan Yona. Ku buka pintu kamar itu dan kunyalakan lampunya. Kulihat Dita dan Yona tidur sambil berpelukan. Cantik sekali anak-anakku ini. Akupun menciumi kening mereka satu persatu. Aku beranjak dari tempat tidur mereka. Lampu ku matikan kembali dan akupun menutup pintu kamar dengan pelan. Kemudian aku beranjak ke kamar Dian. Kamarnya terlihat masih terang dari luar. Namun, ketika pintu kamar kubuka kudapati anak gadisku itu sudah tertidur. Mungkin dia kecapekan seharian di kampus. Dian bahkan belum mengganti pakaiannya dengan baju tidur.

Aku mendekati kasur Dian, ku selimuti dia dan ku kecup keningnya.
Aku beranjak dari kasur Dian, bermakusud untuk segera keluar dari kamar itu. Namun, mataku tiba-tiba tertuju pada sebuah buku berwarna pink yang terletak di meja belajarnya. Kucoba buka buku itu. Ternyata buku itu adalah buku diary Dian. Penasaran, akupun membolak balik lembaran demi lembaran sambil sesekali membacanya. Rata-rata isinya sih hampir sama dengan curhatannya padaku. Tanganku terhenti ketika membaca nama Ardo di beberapa halaman. Aku jadi ingin tahu, sudah seberapa jauh hubungan mereka. Penasaran, aku langsung saja membaca salahsatu halaman.


Dear Diary,
Aku merasa aneh nih dengan tingkahnya si kebo, masa dia suka tiba-tiba ga ada di kampus? Ga ngasih kabar lagi..Aneh banget kan?! Belakangan ini juga aku mulai merasa hubungan kami jadi hambar. Dia masih sama sih, perhatian, suka gombal. Dia juga masih memegang janjinya buat ga nyium aku kalo ga dibolehin. Tapi aku merasa dia beda aja.
Apa dia selingkuh ya ry? Tapi ga mungkin ahh! Aku ga pernah lihat dia jalan sama cewe lain. Temen-temenku juga ga pernah lihat dia jalan sama cewe lain. Aku juga pernah tanya temennya dia, katanya Ardo ga pernah lagi jalan sama cewe lain selain aku. Tapi kenapa aku merasa dia berbeda ya?
Ahh mungkin akunya terlalu curiga aja kali ya?! Habisnya pacaran sama mantan playboy sih. Hihihi….
Mudah-mudahan semuanya baik-baik aja ya ry yaaa…aku udah sayang banget soalnya sama dia.
Aku bobo dulu yaaa, cape nih..
Mataku berkaca-kaca membaca tulisan itu. Aku tahu persis, tiap kali Ardo menghilang dari kampus dia pasti bersamaku. ‘pacarmu itu memang ga selingkuh dengan temanmu Dian sayang, tapi dia selingkuh dengan mamamu’, tanpa dapat ku tahan tangiskupun pecah. Aku menutup diary Dian dan menyeka air mataku. Aku beranjak dari kamar Dian dan tak lupa sebelumnya ku matikan lampu kamarnya.

‘dasar perempuan jalang ! kamu tidak hanya mengkhianati suamimu, tapi anakmu juga! Kamu sudah merenggut kebahagiaan Dian ! kamu benar-benar sudah merusak keluargamu!’, aku merutuk diriku sendiri. Saat ini aku sudah berada di kamarku. Menatap diriku yang hina ini di depan cermin. Sudahlah, ini sudah terjadi. Aku tidak bisa menghapus yang sudah terjadi, tapi aku masih bisa merubah agar semuanya jadi lebih baik. Ya, aku harus menghentikan hubunganku dengan Ardo. Aku harus bicara dengannya sekarang. Ku seka air mataku dan aku beranjak ke luar kamarku. Aku berjalan ke kamar tamu yang tidak jauh dari kamarku.

‘tok tok tok !’ aku mengetuk pintu kamar itu. Tidak ada sahutan dari dalam. Kucoba buka pintunya dan ternyata tidak terkunci. Ardo sudah tertidur dengan menggenggam hpnya. Mungkin dia tertidur karena kelamaan menunggu kabar dariku.Aku masuk ke kamar itu dan duduk di pinggir ranjang. Terdengar dengkuran halus Ardo. Entah kenapa melihat wajahnya yang lelah, rasa benciku seketika hilang. Naluri keibuanku pun muncul seketika. Aku selimuti dia dan kuelus pelan kepalanya. Menatap wajahnya yang tenang, entah kenapa membuatku ingin memeluknya. Perlahan akupun membaringkan tubuhku disebelahnya, memeluk tubuhnya dan menyandarkan kepalaku di dadanya yang bidang. Nyaman sekali rasanya hingga tanpa sadar tanganku pun mengusap-usap dadanya.

“aaww!”, aku terpekik kecil ketika kurasakan sebuah tangan meremas pantatku.

“kamu kenapa ga bangunin aku?”, ku dengar Ardo berucap pelan. Aku kaget, segera kucoba untuk berdiri, tetapi tangan Ardo menahan tubuhku sehingga posisiku tidak berubah, tetap tiduran disampingnya.

“kamu daritadi pura-pura tidur?”, bukannya menjawab pertanyaan Ardo, aku malah balik bertanya.

“enggaaaa sayang, aku beneran udah tidur tadi, tapi kebangun soalnya ada bidadari yang rebahan sambil ngusap-ngusap dada aku”, ucapnya lagi. Mendengar gombalannya mau tak mau membuatku tergelak. Kupukul pelan dadanya.

“yuk ahh, ke kamarku, ada yang mau diomongin”, aku mencoba berdiri lagi. Kali ini Ardo tidak menahanku. Ia ikut berdiri dan berjalan mengikutiku.

“Do, kita harus akhiri ini semua”, ucapku dengan nada tegas. Saat ini aku dan Ardo sudah berada di kamarku. Kami duduk disofa yang menghadap ke tv dengan jarak yang cukup jauh.

“jadi kamu sengaja nahan aku sampe malam gini cuma buat ngomong itu? come on sayang kita udah pernah bahas ini dan kamu tau aku akan jawab apa”.

“aku udah nggak takut dengan ancamanmu. Aku nggak peduli lagi dengan ancamanmu, silahkan kirim video itu ke suamiku, sebar video itu”, ucapku lagi, kali ini suaraku mulai bergetar.

“kamu kenapa sih? Kok tiba-tiba jadi aneh?”, Ardo berdiri dan mencoba mendekatiku.

“jangan mendekat! Tetap duduk disitu!”, Ardo kembali duduk. Entah dari mana munculnya keberanianku untuk membentak Ardo seperti itu. Yang pasti tekad ku sudah bulat untuk mengakhiri semua ini.

Ardo menatapku tajam seolah meminta penjelasan lebih dariku. Matanya seolah-olah mengintimidasiku. Aku tidak perlu menjelaskan apa-apa padanya, tapi tatapannya membuatku agak takut. Aku menghela nafasku dalam-dalam.

“besok suamiku pulang, aku tidak ingin menyakitinya”, ucapku pelan.

“aku udah tau dari Dian. Klo cuma itu masalahnya, aku janji tidak akan mengganggumu selama suamimu ada disini”, jawab Ardo.

Krinng..Kriing....Tiba-tiba terdengar handphone ku berbunyi. Malam-malam gini siapa yang menelpon ya? Ah biarin aja, lagian hp ku ada di kasur jadi agak malas jalan ke kasur. Paling juga klo ngga diangkat bentar lagi mati.

“aku ga mau lagi melanjutkan hubungan kita, aku ga mau ada lagi yang tersakiti, jika kamu masih bersikeras artinya kamu sudah siap untuk kehilangan Dian”, kali ini aku coba mengancam Ardo. Dia hanya tersenyum, sama sekali tidak terlihat takut dengan ancamanku.

Kriingg..kringg..kringg..Hape ku tia-tiba berbunyi lagi.

“itu hapenya diangkat dulu aja, mungkin dari suamimu, kali aja penting”, ucap Ardo. Benar juga sih kata Ardo, mungkin dari Mas Hendro. Akupun beranjak ke kasur mengambil hapeku dan duduk di pinggiran ranjang. Ku lihat nama Mas Hendro tertera dilayar hapeku. Ardo benar, ternyata Mas Hendro yang menelpon.

“haloo, mas..apa kabar? Maaf tadi aku lagi di kamar mandi”, aku berpura-pura riang.

“haloo sayang, mas sehat, kamu sehat? kangen nih, kamu lagi ngapain?”, jawab suamiku diseberang sana.

“hmm..iya mas,aku sehat, aku juga kangen banget mas, ini aku baru abis gosok gigi, mau tidur”, aku berbohong.

“anak-anak udah pada tidur?”

“tadi terakhir aku lihat sih udah mas”, jawabku lagi. Ardo sepertinya menyadari kalau yang menelpon adalah suamiku. Dia berdiri dan berjalan menuju pintu kamar. Hmmm…tau diri juga dia. Mungkin dia ga ingin mengganggu ku menelpon.

“sayaang, mas kangen pengen peluk kamu,cium kamu, jilatin putting kamu yg seksi itu”.
Ternyata firasatku salah, Ardo malah mengunci pintu kamar dan berjalan mendekati aku. Aku mengibas-ngibaskan tanganku mengisyaratkan agar Ardo menjauh tapi dia tak peduli. Dia tetap mendekat dan duduk disebelahku. Tiba-tiba hapeku direbutnya, ditekannya tombol load speaker dan diletakkannya hape itu diatas bantal.

“silahkan bicara lagi, aku hanya ingin tau obrolan suami istri”, bisiknya ditelingaku.

“mas lagi horny banget ya? Sabar mas, kan mas besok udah ada disini, kita bisa bercinta sepuas mas, klo perlu seharian kita ga usah keluar kamar”, jawabku. Ku sadari mukaku memerah karena ada Ardo disampingku yang mendengarkan kata-kataku tadi.

“sayang, mas pengen bercinta sama kamu sekarang, kamu bantuin mas ya?”, deg! Kata-kata Mas Hendro benar-benar membuat jantungku berdebar, apalagi disebelahku ada Ardo. Ku lihat dia tersenyum mesum mendengar kata-kata suamiku itu. Masku ini pasti ingin phone sex. Huft, giliran aku yang ngajak dianya gam au. Tapi yaudahlah aku harus turutin maunya mas Hendro.

“apa aja buat mas pasti aku lakuin”, ucapku akhirnya.

“sayang, sekarang kamu coba ambil dildo yang mas kasih deh”

“iya, bentar ya mas”, jawabku lagi. Aku hendak berdiri menuju lemari tetapi tiba-tiba tangan Ardo menahanku. Dia dengan cepat membuka celananya dan mengarahkan tanganku ke penisnya.

“anggap ini dildo”, bisiknya pelan. Aku mendelik menunjukkan protesku, ku dorong tubuhnya, namun Ardo mengisyaratkan agar aku tidak melakukan hal yang membuat suamiku curiga. Ardo benar, tidak boleh ada suara-suara aneh yang terdengar disana. Mau tak mau akhirnya tanganku menggenggam penis yang sudah sering masuk vaginaku ini.

“anggap dildo itu penis mas, dan sekarang kamu jilatin dildo itu sayang, mas pengen denger suara jilatan kamu”, lagi-lagi aku dibuat bingung dengan keinginan mas Hendro. Sementara itu kulihat Ardo mulai merubah posisinya jadi setengah berdiri dan mengarahkan penisnya ke mulutku. Aku mulai ragu, haruskah aku kembali tenggelam dalam birahi yang ditawarkan Ardo? Tapi aku memang tak punya pilihan lain jika tidak ingin suamiku curiga. Ku lihat Ardo memberi isyarat agar aku ikuti saja.

“mhmm…muach..”, ku buat suara agak keras saat mencium penis Ardo agar terdengar oleh suamiku dan aku mulai menjilati penis itu pelan-pelan.

“terus sayang,lebih cepat…hmnggg”, terdengar suara Mas Hendro makin berat, sepertinya dia benar-benar bernafsu membayangkanku. Sementara itu Ardo makin liar, tangannya bergerilya kedadaku,memilin-milin putingku dan sesekali menariknya.

“hmmm….enghhmm,,,…hmnnnmm…”, suaraku mulai terdengar bernafsu, karena Ardo sudah berhasil membangkitkan birahiku.

“sekarang bayangin mas lagi ciumin kening kamu”

“enghmmm…te…russs mas?”, suaraku mulai terdengar putus-putus. Ardo melepaskan penisnya dariku, tbuhkupun didorongnya lembut hingga tubuhku berbaring dikasur. Dengan cepat dipleterinya kain-kain yang masih menutupi tubuhku, sehingga saat ini aku hanya tinggal berbalut celana dalam.

“terus bibir mas mulai turun ke hidungmu, mulai menjilati bibirmu, turun ke lehermu dan menjilat lembut disana”

“ehmmm…enghmmm”, aku melenguh karena Ardo mempraktekkan semua ucapan mas Hendro. Keningku diciumnya dengan lembut dan secara perlahan bibirnya turun ke hidung, bibir, serta leherku.

“kerasa ga Hany sayang?”, Tanya mas Hendro lagi.

“nghhhmmm..iyaaa mas,,,teruusss masss…”, aku hanya bisa mejawab ga jelas.

“bibir mas makin turun ke bawah, jilatin putting kamu sambil tangan mas meremasnya lembut”

“hmm..mass…enaak….terus mass…”, aku mulai mendesah-desah.

Ardo mengikuti semua yang dikatakan mas Hendro sehingga membuatku benar-benar melayang. Ku bayangkan bahwa saat ini yang mencumbuku adalah suamiku. Vaginaku makin basah karena dua jari Ardo sibuk menggaruk-garuk vaginaku. Ku pindahkan hapeku ke meja kecil disebelah tempat tidur agar tidak menangkap suara-suara noisy di tempat tidur.

“Hany sayang, kamu lagi ngapain disana?”, tanya mas Hendro,mungkin dia sedang membayangkan aku lebih nakal. Sementara aku makin menggeliat gila karena rangsangan-rangsangan Ardo, dan ternyata baru aku sadari bahwa celana dalamku sudah terlepas entah kapan Ardo melepasnya.

“ehnghhmm….aku lagi masukin penis mas ke vaginaku mas”, aku berkata begitu sambil mengarahkan penis Ardo ke vaginaku yang sudah banjir.

“hangaat…vaginamu hangat, masih sama ga berubah”, mas Hendro meracau, mungkin dia membayangkan aku menusuk-nusuk vaginaku dengan dildo yang diberikannya.

“Ehngfhhhmmm…..iyaaa mass, cepat mas, goyang lebih cepat lagih……”, aku semakin gila dengan tusukan-tusukan penis Ardo.

“arghhh..mas…gedee…punyaa mas gede bangeeet….hmmff”, Ardo makin mempercepat kocokannya di vaginaku. Entahlah, aku tidak tahu apa yang dibayangkan mas Ardo.

“enghmnhgghh….aduhhh..duhhh…mas…aku keluaarrrrr”, akhirnya aku menggeram panjang mendapati ogasme pertamaku, sedangkan penis Ardo masih tetap tegang dan kokoh. Aku mengatur nafasku.

“lemes ya sayang?”, tanya mas Hendro.

“iyaaa…lemes banget mas…”, jawabku setelah agak tenang.

“sayang tau gak, penis aku udah keras banget, aku udh ga pake celana sekarang”, ucap mas Hendro lagi.

“iyaa mas, aku juga udah bugil dari tadi mas..”

“Lanjut lagi yuk, bantu mas ya, biar lega”

“yuk mas, badanku udah basah banget nih”, ucapku jujur. Ya saat ini tubuhku sudah dibanjiri oleh keringat akibat percintaanku dengan Ardo.

“sekarang kamu nungging ya, mas mau gaya doggie”, mas Hendro mengatakan fantasinya lagi.

“hmmm….”, aku hanya bergumam karena Ardo dengan tanggap langsung melepas penisnya dan membantuku merubah posisiku menjadi menungging.

“yuk mas aku udah siap”, ucapku lagi.

“mas masukin sekarang yaaaa”, mas Hendropun menjawab. Dan bersamaan dengan Ardopun memasukkan penisnya tetapi tidak ke vaginaku. Tanpa kuduga penis itu dipaksa masuk ke lubang duburku. Agak sakit rasanya.

“ehmm…eochmmm…..”, aku hanya bisa merintih menahan perih. Penis itu masuk dengan agak susah dan Ardopun mulai menggoyang penisnya dengan irama pelan.

“hmm,,hangat banget vaginamu sayang”

“Ouchhh……”, aku mengerang lebih keras. Sensasi yang aneh ketika rasa perih tadi berganti dengan rasa nikmat.

“sekarang mas ngaduk-ngaduk vaginamu sambil menusuk-nusuk anusmu pake dua jari mas”, kata-kata mas Hendro dipraktekkan dengan terbalik oleh Ardo. Ya saat ini Ardo menggoyang anusku dan menusuk-nusuk vaginaku dengan dua jarinya.

“hmmm…masss….enaakkghhmm”

Kami terus saja saling memuaskan hasrat masing-masing. Mas Hendro dengan tangan sedangkan aku dengan penis asli yang cukup besar dan sudah sering mengaduk-aduk vaginaku.

“oochhh..achhgghh…masss akuhhmm mauhh nyampeee”, suaraku terputus putus menyambut gelombang orgasme kedua.

“bareng sayaang,,,,,akhhh…..masss sampeeeee”, Mas Hendro mengerang keras, sepertinya dia juga mencapai orgasmenya.

“aku jugaa mass…akkhhh….enaaakghhh”, secara bersamaan kami mencapai puncak.

Selanjutnya hanya terdengar suara nafas kami yang saling memburu. Cukup lama kami saling diam hingga nafas kami mulai mereda. Hanya hembusan nafas berat mas Hendro yang terdengar dari seberang telepon.

“gimana mas? Udah lega sekarang?”, aku mulai membuka pembicaraan setelah agak tenang.

“mas lega banget sayang, capek juga….makasih ya sayang, kamu sendiri gimana? Enak gak?”

“enak banget mas, aku sampai keluar dua kali”, ucapku, pipiku memerah.

“hmmm…klo gitu udah dulu ya sayang, mas mau bersih-bersih dulu”, ucap mas Hendro lagi.

“iya mas, aku juga mau mandi lagi nih, mas abis bersih-bersih langsung istirahat ya, biar besok berangkat dari sana badannya fit”

“iya sayaang, tunggu mas yaaa”

“sampai besok ya mass,,muachhh…”

“iyaa selamat istirahat sayang..muaachhh”, mas Hendropun menutup teleponnya.

Ardo melepas penisnya, penisnya masih tegang karena belum sekalipun orgasme. Dia berbaring disebelahku dan mendekap tubuhku erat.

“yakin masih ingin mengakhiri hubungan kita?”, kata-kata Ardo sontak membuatku ingat pada pembicaraanku dengannya diawal tadi. Teringat lagi bayangan mas Hendro, teringat lagi tulisan Dian yang tadi kubaca. Pikiranku mulai berkecamuk, rasa bersalah dan rasa nikmat yang tadi kurasakan berputar-putar dipikiranku.

“entahlah”, akhirnya jawaban itu keluar dari mulutku. Entah kenapa aku selalu takluk dengan penis besar dan permainan cinta Ardo.

“Hany sayang, ada ataupun engga video itu kamu akan tetap butuh aku karena kamu udah ketagihan dengan kontolku ini”, bisik Ardo ditelingaku. Tanganny mulai bergerilya lagi di dadaku. Dia senang banget bermain-main dengan payudaraku.

“ehmm…”, aku hanya melenguh. Ardo menggiring tubuhku menaiki tubuhnya dan dia mulai membimbing penis besarnya itu untuk kembali bersarang di vaginaku. Dengan cukup lancar penis itu kembali masuk kesarangnya.

Kemudian Ardo mendekap tubuhku cukup kuat hingga dadaku menghimpit dadanya. Vaginaku segera merespon penisnya dengan mengeluarkan cairan-cairan. Aku heran karena Ardo tidak segera mengocok penisnya divaginaku. Akupun berinisiatif dengan menggerakkan pinggulku, tetapi Ardo segera menahan pinggulku.

“kamu udah sadar kan?!, kamu butuh penis besar ini untuk memuaskan nafsumu”, ucapan Ardo membuatku malu.

“mulai sekarang jangan pernah lagi berpikir untuk mutusin hubungan kita karena itu tak akan pernah terjadi”, ucap Ardo lagi. Aku hanya diam tak menjawab. Vaginaku mulai terasa geli karena penis besar Ardo.

“Do, lepasin penisnya yaa, ngiluu”, ucapku sambil menggigit bibirku menahan rasa geli. Ardo menggeleng.

“klo gamau dilepas, goyang dong…ga tahan nih”, ucapku lagi. Jujur penis ini benar-benar membuat vaginaku berkedut-kedut minta disodok lagi.

“engga, aku maunya gini aja semalaman, ini hukuman buat kamu biar besok-besok ga kepikiran lagi buat mutusin hubungan kita”, ucap Ardo.

“tapi dooo…geeliii…..”, ucapku merengek.

Ardo menatapku tajam, dan sedetik kemudian bibirnya langsung menyerang bibirku yang dengan pasrah membiarkan lidahnya menari-nari disana. Lagi-lagi nafsu berhasil menundukkan ku. Tanpa sadar air mataku menetes. Hatiku menolak tetapi tubuhku seolah mengkhianatiku. Aku benar-benar seperti budak yang tidak berkuasa atas dirinya sendiri. Oh Tuhan, aku sudah benar-benar menjadi budak nafsu pacar anakku. Ya Tuhan, bantu aku menyelesaikan semua ini.

=

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Seks: Bocah Nyusu Plus Ngentot Efni

Mama Gitu Dehh 1 - 5

Tukang Kebun yang Menggarap Memekku