Andani Citra 18 - 19

Cerita Andani Citra

Thursday, October 25, 2012
Pak RT-ku yang Nakal
Pak Hambali adalah ketua RT di daerah tempat aku tinggal. Ia sering datang ke rumahku untuk keperluan menagih iuran daerah dan biaya air ledeng. Dia adalah seorang pria berusia sekitar 50 tahunan dan mempunyai dua istri. Benar kata orang bahwa dia ini seorang bandot tua, buktinya ketika di rumahku kalau aku melewat didepannya, seringkali matanya jelalatan melihat padaku seolah-olah matanya tembus pandang ke balik pakaianku. Bagiku sih tidak apa-apa, aku malah senang kalau tubuhku dikagumi laki-laki, terkadang aku memakai baju rumah yang seksi kalau melewat di depannya. Aku yakin di dalam pikirannya pasti penuh hal-hal yang jorok tentangku.

Pada suatu hari aku sedang di rumah sendirian. Aku sedang melakukan fitness untuk menjaga bentuk dan stamina tubuhku di ruang belakang rumahku yang tersedia beberapa peralatan fitness. Aku memakai pakaian yang enak dipakai dan menyerap keringat berupa sebuah kaus hitam tanpa lengan dengan belahan dada rendah sehingga buah dadaku yang montok itu agak tersembul keluar terutama kalau sedang menunduk apalagi aku tidak memakai BH, juga sebuah celana pendek ketat yang mencetak pantatku yang padat berisi. Waktu aku sedang melatih pahaku, tiba-tiba terdengar bel berbunyi, segera saja kuambil handuk kecil dan mengelap keringatku sambil berjalan ke arah pintu. Kulihat dari jendela, ternyata Pak Hambali yang datang, pasti dia mau menagih biaya ledeng, yang dititipkan ayah padaku tadi pagi.

Kubukakan pagar dan kupersilakan dia ke dalam



“Silakan Pak duduk dulu ya, sambil nunggu saya ambil uangnya” senyumku dengan ramah mempersilakannya duduk di ruang tengah

“Kok sepi sekali dik, kemana yang lain ?”

“Papa hari ini pulangnya malam, tapi uangnya udah dititip ke saya kok, mama juga lagi arisan sama teman-temannya”

Seperti biasa matanya selalu saja menatapi tubuhku, terutama bagian dadaku yang agak terlihat itu. Aku juga sadar kalau dadaku sempat diintip olehnya waktu menunduk untuk menaruh segelas teh untuknya.

“Minum Pak” tawarku lalu aku duduk di depannya dengan menyilangkan kaki kananku sehingga pahaku yang jenjang dan putih itu makin terlihat. Nuansa mesum mulai terasa di ruang tamuku yang nyaman itu

Dia menanya-nanyaiku sekitar masalah anak muda, seperti kuliah, hoby, keluarga, dan lain-lain, tapi matanya terus menelanjangiku

“Dik Citra lagi olah raga yah, soalnya badannya keringatan gitu terus mukanya merah lagi” katanya

“Iya nih Pak , biasa kan cewek kan harus jaga badan lah, cuma sekarang jadi pegel banget nih, pengen dipijat rasanya, bapak bisa bantu pijitin ga ?” godaku sambil mengurut-ngurut pahaku.

Tanpa diminta lagi dia segera bangkit berdiri dan pindah ke sebelahku, waktu berdiri kuperhatikan ia melihat putingku yang menonjol dari balik kausku, juga kulihat penisnya ngaceng berat membuatku tidak sabar mengenggam benda itu.

“Mari Dik, kesinikan kakinya biar bapak pijat”

Aku lalu merubah posisi dudukku menjadi menyamping dan menjulurkan kakiku ke arahnya. Dia mulai mengurut paha hingga betisku. Uuuhh…pijatannya benar-benar enak, telapak tangannya yang kasar itu membelai pahaku yang putih mulus membangkitkan birahiku. Akupun mendesah-desah sambil menggigit bibir bawahku.

“Pijatan bapak enak ya Dik ?” tanyanya

“Iya Pak, terus dong…enak….emmhh !” aku terus mendesah membangkitkan nafsu Pak Hambali, desahanku kadang kusertai dengan geliat tubuh.

Dia semakin berani mengelus paha dalamku, bahkan menyentuh pangkal pahaku dan meremasnya

“Enngghh…Pak !” desahku lebih kuat lagi ketika kurasakan jari-jarinya mengelusi bagian itu

Tubuhku makin menggelinjang sehingga nafsu Pak Hambali pun semakin naik dan tidak terbendung lagi. Celana sportku dipelorotkannya beserta celana dalamku. “Aaww…!” aku berlagak kaget sambil menutupi kemaluanku dengan telapak tanganku. Melihat reaksiku yang malu-malu kucing ini dia makin gemas saja, ditariknya celanaku yang sudah tertarik hingga lutut itu lalu dilemparnya ke belakang, tanganku yang menutupi kemaluan juga dibukanya sehingga kemaluanku yang berambut lebat itu tampak olehnya, klistorisku yang merah merekah dan sudah becek siap dimasuki. Pak Hambali tertegun beberapa saat memandangiku yang sudah bugil bagian bawah itu.

“Kamu memang sempurna Dik Citra, daridulu bapak sering membayangkan ngentotin kamu, akhirnya hari ini kesampaian juga” rayunya

Dia mulai melepas kemejanya sehingga aku dapat melihat perutnya yang berlemak dan dadanya yang berbulu itu. Lalu dia membuka sabuk dan celananya sehingga benda dibaliknya kini dapat mengacung dengan gagah dan tegak. Aku menatap takjub pada organ tubuh itu, begitu besar dan berurat aku sudah tidak sabar lagi menggenggam dan mengulumnya. Pak Hambali begitu membuka pahaku lalu membenamkan kepalanya di situ sehingga selangkanganku tepat menghadap ke mukanya.

“Hhmm…wangi, pasti adik rajin merawat diri yah” godanya waktu menghirup kemaluanku yang kurawat dengan apik dengan sabun pembersih wanita.

Sesaat kemudian kurasakan benda yang lunak dan basah menggelitik vaginaku, oohh…lidahnya menjilati klistorisku, terkadang menyeruak ke dalam menjilati dinding kemaluanku. Lidah tebal dan kumisnya itu terasa menggelitik bagiku, aku benar-benar merasa geli di sana sehingga mendesah tak tertahan sambil meremasi rambutnya. Kedua tangannya menyusup ke bawah bajuku dan mulai meremas buah dadaku, jari-jarinya yang besar bermain dengan liar disana, memencet putingku dan memelintirnya hingga benda itu terasa makin mengeras.

“Pak…oohh..saya juga mau…pak !” desahku tak tahan lagi ingin mengulum penis itu.

“Kalau begitu bapak di bawah saja ya dik” katanya sambil mengatur posisi kami sedemikian rupa menjadi gaya 69

Aku naik ke wajahnya dan membungkukkan tubuhku, kuraih benda kesukaanku itu, dalam genggamanku kukocok perlahan sambil menjilatinya. Kugerakkan lidahku menelusuri pelosok batang itu, buah pelirnya kuemut sejenak, lalu jilatanku naik lagi ke ujungnya dimana aku mulai membuka mulut siap menelannya. Oohh…batang itu begitu gemuk dan berdiameter lebar persis seperti tubuh pemiliknya, sehingga akupun harus membuka mulutku selebar-lebarnya agar bisa mamasukkannya.

Aku mulai mengisapnya dan memijati buah pelirnya dengan tanganku. Pak Hambali mendesah-desah enak menikmati permainanku, sementara aku juga merasa geli di bawah sana, kurasakan ada gerakan memutar-mutar di dalam liang vaginaku oleh jarinya, jari-jari lain dari tangan yang sama mengelus-elus klistoris dan bibir vaginaku, bukan itu saja, lidahnya juga turut menjilati baik anus maupun vaginaku. Sungguh suatu sensasi yang hebat sekali sampai pinggulku turut bergoyang menikmatinya, juga semakin bersemangat mengulum penisnya. Selama 10 menitan kami menikmatinya sampai ada sedikit terganggu oleh berbunyinya HP Pak Hambali. Aku lepaskan penisnya dari mulutku dan menatap padanya.

Pak Hambali menyuruhku mengambil HP-nya di atas meja ruang tamu, lalu dia berkata

“Ayo dik, terusin dong karaokenya, biar bapak ngomong dulu di telepon”

Aku pun tanpa ragu-ragu menelan kembali penisnya. Dia bicara di HP sambil penisnya dikulum olehku, tidak tau deh bicara dengan siapa, emang gua pikirin, yang pasti aku harus berusaha tidak mengeluarkan suara-suara aneh. Tangan satunya yang tidak memegang HP terus bekerja di selangkanganku, kadang mencucuk-cucukkannya ke vagina dan anusku, kadang meremas bongkahan pantatku. Tiba-tiba dia menggeram sambil menepuk-nepuk pantatku, sepertinya menyuruhku berhenti, tapi karena sudah tanggung aku malahan makin hebat mengocok dan mengisap penis itu sampai dia susah payah menahan geraman nikmatnya karena masih harus terus melayani pembicaraan. Akhirnya muncratlah cairan putih itu di mulutku yang langsung saya minum seperti kehausan, cairan yang menempel di penisnya juga saya jilati sampai tak bersisa.

“Ngga kok…tidak apa-apa…cuma tenggorokkan saya ada masalah dikit” katanya di HP

Tak lama kemudian dia pun menutup HP nya, lalu bangkit duduk dan menaikkanku ke pangkuannya, tangan kirinya dipakai menopang tubuhku.

“Wah…dik Citra ini bandel juga ya, tadi kan bapak udah suruh stop dulu, eee…malah dibikin keluar lagi, untung ga curiga tuh orang” katanya sambil mencubit putingku

“Hehehe…sori deh pak, kan tadi tanggung makannya saya terusin aja, tapi bapak seneng kan” kataku dengan tersenyum nakal

“Hmm…kalo gitu awas ya sekarang bapak balas bikin kamu keluar nih” seringainya, lalu dengan sigap tangannya bergerak menyelinap diantara kedua pangkal pahaku. Jari tengah dan telunjuknya menyeruak dan mengorek-ngorek vaginaku, aku meringis ketika merasakan jari-jari itu bergerak semakin cepat mempermainkan nafsuku.

Pak Hambali menurunkan kaos tanpa lenganku dari bahu dan meloloskannya lewat lengan kananku, sehingga kini payudara kananku yang putih montok itu tersembul keluar. Dengan penuh nafsu langsung dia lumat benda itu dengan mulutnya. Aku menjerit kecil waktu dia menggigit putingku dan juga mengisapnya kuat-kuat, bulatan mungil itu serasa makin menegang saja. Dia membuka mulutnya lebar-lebar berusaha memasukkan seluruh payudaraku ke mulutnya, di dalam mulutnya payudaraku disedot, dikulum, dan dijilat, rasanya seperti mau dimakan saja milikku itu. Sementara selangkanganku makin basah oleh permainan jarinya, jari-jari itu menusuk makin cepat dan dalam saja. Hingga suatu saat birahiku terasa sudah di puncak, mengucurlah cairan cintaku dengan deras. Aku mengatupkan pahaku menahan rasa geli di bawahku sehingga tangannya terhimpit diantara kedua paha mulusku.

Setelah dia cabut tangannya dari kemaluanku, nampak jari-jarinya sudah belepotan oleh cairan bening yang kukeluarkan. Dia jilati cairanku dijarinya itu, aku juga ikutan menjilati jarinya merasakan cairan cintaku sendiri. Kemudian dia cucukkan lagi tangannya ke kemaluanku, kali ini dia mengelus-ngelus daerah itu seperti sedang mengelapnya. Telapak tangannya yang penuh sisa-sisa cairan itu dibalurinya pada payudaraku

“Sayang kalo dibuang, kan mubazir” ucapnya

Kembali lidahnya menjilati payudaraku yang sudah basah itu, sedangkan aku menjilati cairan pada tangannya yang disodorkan padaku. Tanganku yang satu meraba-raba ke bawah dan meraih penisnya, terasa olehku batang itu kini sudah mengeras lagi, siap memulai aksi berikutnya.

“Enggh…masukin aja Pak, udah kepingin nih”

Dia membalik tubuhku, tepat berhadapan dengannya, tangan kananya memegangi penisnya untuk diarahkan ke vaginaku. Aku membukakan kedua bibir vaginaku menyambut masuknya benda itu. Setelah kurasakan pas aku mulai menurunkan tubuhku, secara perlahan tapi pasti penis itu mulai terbenam dalam kemaluanku. Goyanganku yang liar membuat Pak Hambali mendesah-desah keenakan, untung dia tidak ada penyakit jantung, kalau iya pasti sudah kumat. Kaosku yang masih menyangkut di bahu sebelah kiri diturunkannya sehingga kaos itu menggantung di perutku dan payudara kiriku tersingkap. Nampak sekali bedanya antara yang kiri yang masih bersih dengan bagian kanan yang daritadi menjadi bulan-bulanannya sehingga sudah basah dan memerah bekas cupangan.

Kedua tangannya meremas-remas kedua payudaraku, ketika melumatnya terkadang kumisnya yang kasar itu menggesek putingku menimbulkan sensasi geli yang nikmat. Lidahnya bergerak naik ke leherku dan mencupanginya sementara tangannya tetap memainkan payudaraku. Birahiku sudah benar-benar tinggi, nafasku juga sudah makin tak teratur, dia begitu lihai dalam bercinta, kurasa bukan pertama kalinya dia berselingkuh seperti ini. Aku merasa tidak dapat bertahan lebih lama lagi, frekuensi goyanganku kutambah, lalu aku mencium bibirnya. Tubuh kami terus berpacu sambil bermain lidah dengan liarnya sampai ludah kami menetes-netes di sekitar mulut, eranganku teredam oleh ciumannya. Mengetahui aku sudah mau keluar, dia menekan-nekan bahuku ke bawah sehingga penisnya menghujam makin dalam dan vaginaku makin terasa sesak. Tubuhku bergetar hebat dan jeritanku tak tertahankan lagi terdengar dari mulutku, perasaan itu berlangsung selama beberapa saat sampai akhirnya aku terkulai lemas dalam pelukannya.

Dia menurunkanku dari pangkuannya, penisnya terlihat berkilauan karena basah oleh cairan cinta. Dibaringkannya tubuhku yang sudah lemas itu di sofa, lalu dia sodorkan gelas yang berisi teh itu padaku. Setelah minum beberapa teguk, aku merasa sedikit lebih segar, paling tidak pada tenggorokkanku karena sudah kering waktu mendesah dan menjerit. Kaosku yang masih menggantung di perut dia lepaskan, sehingga kini aku bugil total. Sebelum tenagaku benar-benar pulih, Pak Hambali sudah menindih tubuhku, aku hanya bisa pasrah saja ditindih tubuh gemuknya. Dengan lembut dia mengecup keningku, dari sana kecupannya turun ke pipi, hingga berhenti di bibir, mulut kami kembali saling berpagutan. Saat berciuman itulah, Pak Hambali menempelkan penisnya pada vaginaku, lalu mendorongnya perlahan, dan aahh…mataku yang terpejam menikmati ciuman tiba-tiba terbelakak waktu dia menghentakkan pinggulnya sehingga penis itu menusuk lebih dalam.

Kenikmatan ini pun berlanjut, aku sangat menikmati gesekan-gesekan pada dinding vaginaku. Buah dadaku saling bergesekan dengan dadanya yang sedikit berbulu, kedua paha rampingku kulingkarkan pada pinggangnya. Aku mendesah tak karuan sambil mengigiti jariku sendiri. Sementara pinggulnya dihentak-hentakkan diatasku, mulutnya tak henti-hentinya melumat atau menjilati bibirku, wajahku jadi basah bukan saja oleh keringat, tapi juga oleh liurnya. Telinga dan leherku pun tak luput dari jilatannya, lalu dia angkat lengan kananku ke atas dan dia selipkan kepalanya di situ. Aahh…ternyata dia sapukan bibir dan lidahnya di ketiakku yang halus tak berbulu itu, kumis kasar itu menggelitikku sehingga desahanku bercampur dengan ketawa geli.

“Uuuhh..Pak…aakkhh…!” aku kembali mencapai orgasme, vaginaku terasa semakin banjir, namun tak ada tanda-tanda dia akan segera keluar, dia terlihat sangat menikmati mimik wajahku yang sedang orgasme. Suara kecipak cairan terdengar jelas setiap kali dia menghujamkan penisnya, cairanku sudah meleleh kemana-mana sampai membasahi sofa, untung sofanya dari bahan kulit, jadi mudah untuk membersihkan dan menghilangkan bekasnya. Tanpa melepas penisnya, Pak Hambali bangkit berlutut di antara kedua pahaku dan menaikkan kedua betisku ke pundaknya. Tanpa memberiku istirahat dia meneruskan mengocok kemaluanku, aku sudah tidak kuat lagi mengerang karena leherku terasa pegal, aku cuma bisa mengap-mengap seperti ikan di luar air.

“Bapak udah mau…dik…Citra…!!” desahnya dengan mempercepat kocokkannya.

“Di luar…Pak…ahh…uuhh…lagi subur” aku berusaha ngomong walau suaraku sudah putus-putus.

Tak lama kemudian dia cabut penisnya dan menurunkan kakiku. Dia naik ke wajahku, lalu dia tempelkan penisnya yang masih tegak dan basah di bibirku. Akupun memulai tugasku, kukulum dan kukocok dengan gencar sampai dia mengerang keras dan menjambak rambutku. Maninya menyemprot deras membasahi wajahku, aku membuka mulutku menerima semprotannya. Setelah semprotannya mereda pun aku masih mengocok dan mengisap penisnya seolah tidak membiarkan setetespun tersisa. Batang itu kujilati hingga bersih, benda itu mulai menyusut pelan-pelan di mulutku. Kami berpelukan dengan tubuh lemas merenungi apa yang baru saja terjadi.

Sofa tempat aku berbaring tadi basah oleh keringat dan cairan cintaku yang menetes disana. Masih dalam keadaan bugil, aku berjalan sempoyongan ke dapur mengambil kain lap dan segelas air putih. Waktu aku kembali ke ruang tamu, Pak Hambali sedang mengancingkan lagi bajunya, lalu meneguk air yang tersisa di gelasnya.

“Wah Dik Citra ini benar-benar hebat, istri-istri bapak sekarang udah ga sekuat adik lagi padahal mereka sering melayani bapak berdua sekaligus” pujinya yang hanya kutanggapi dengan senyum manis.

Setelah berpakaian lagi, aku mengantarnya lagi ke pintu depan. Sebelum keluar dari pagar dia melihat kiri kanan dulu, setelah yakin tidak ada siapa-siapa dia menepuk pantatku dan berpamitan

“Lain kali kalo ada kesempatan kita main lagi yah Dik”

“Dasar bandot, belum cukup punya istri dua, masih ngembat anak orang” kataku dalam hati

Akhirnya aku pun mandi membersihkan tubuhku dari sperma, keringat, dan liur. Siraman air menyegarkan kembali tubuhku setelah seharian penuh berolahraga dan berolahsyahwat. Beberapa menit sesudah aku selesai mandi, ibuku pun pulang. Beliau bilang wangi ruang tamunya enak sehingga kepenatannya agak berkurang, aku senyum-senyum saja karena ruang itu terutama sekitar “medan laga” kami tadi telah kusemprot pengharum ruangan untuk menutupi aroma bekas persenggamaan tadi.


\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\


Cerita Andani Citra

Sunday, November 25, 2012
Sampah-sampah Cinta
Suatu hari aku bangun pagi sekali, hari itu aku kuliah siang jam sebelas sementara jam di kamarku masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Maunya sih tidur lagi, tapi kantukku sudah hilang dan tidak bisa tidur lagi, mungkin gara-gara kemarin aku tidur terlalu awal, kira-kira setengah delapan malam. Ini adalah hari kedua aku sendirian di rumah, orang tuaku selalu sibuk, papa sedang mengurus bisnis di Malaysia ditemani mamaku yang kebetulan mau berobat di sana, sedangkan pembantuku satu-satunya juga sedang pulang kampung sejak lima hari yang lalu karena saudaranya meninggal. Janjinya sih sore ini dia akan kembali, yah kuharap begitulah karena aku cape sekali selama tiga hari ini harus mengurus makan dan beres-beres sendiri. Akupun turun ke bawah tanpa mengenakan apapun (ya, telanjang, sudah menjadi kebiasaanku bila di rumah tidak ada siapa-siapa aku selalu tak berbusana di rumah, rasanya nyaman dan sehat, bisa membuat darah mengalir lebih lancar), di dapur aku mengambil sebungkus mie keriting dan memasaknya. Setelah matang aku membawa sarapanku ke atas untuk menikmatinya di balkon kamarku. Sebelumnya aku terlebih dulu mengambil daster kuning-ku yang berdada rendah untuk menutupi tubuh polosku, walaupun ekshibisionis tapi aku harus tahu batasannya dong, kan ga enak kalau nanti keliatan tetangga sekitar kalau aku sembarang pamer tubuh.

Kunikmati sarapanku di serambi balkon sambil menikmati udara pagi yang segar, suasananya tenang dihiasi oleh kicau burung dan kupu-kupu beterbangan di taman bawah sana. Sehabis sarapan, aku menyalakan sebatang rokok sambil berdiri bersandar di balkon, beberapa orang yang sedang joging melintasi depan rumahku, salah satunya adalah Tante Lia, tetangga dan teman mamaku, beliau menyapaku dari jalan, akupun tersenyum dan membalas salamnya. Sebuah truk sampah berhenti di setiap rumah untuk melaksanakan tugas hariannya mengambil sampah. Tak lama kemudian, truk itu berjalan ke arah sini dan berhenti tak jauh dari rumahku. Seorang petugas sampah turun mengambil kantong-kantong sampah dari rumah di sekitar situ. Tukang sampah itu berbadan tinggi dan agak gemuk, usianya sekitar 30-an, mukanya bundar dengan hidung yang besar. Sambil mengisap rokok, kuperhatikan dia selama beberapa saat sedang mengangkat kantong sampah lalu melemparkannya ke bak truk. Pelan-pelan aku mulai mikir yang jorok-jorok, pagi-pagi gini niat isengku sudah timbul.



“Pagi Non !” sapanya ketika melewati rumahku.

“Pagi Bang !” balasku “Eh…Bang tunggu bentar, di dapur masih ada lagi sampahnya nih, sebentar ya !”

Aku mematikan rokokku dan turun sambil membawa piring dan gelas bekas sarapan tadi, setelah menaruhnya di pencucian aku langsung ke depan membuka pintu. Kebetulan tong sampah di dapur memang sudah penuh sesak, soalnya sejak mama pergi belum ada yang membereskannya.

“Bang-Bang, tolongin saya bisa ga, kan pembantu saya lagi ga ada, jadi sudah dua hari tuh sampah numpuk di dapur, bantu saya beresin dong yah, ntar saya kasih duit rokok deh !” pintaku dengan nada manja

“Hhmmm, ok deh Non…mana sampahnya, biar Abang bantu beresin !” katanya

Aku membukakan pagar dan mempersilakannya masuk, dia memperhatikanku terus sambil berjalan ke dalam, sesekali matanya mencuri-curi pandang ke belahan dadaku yang menantang di balik belahan dasterku yang rendah, entah dia tau atau tidak bahwa dibaliknya aku tidak memakai apapun lagi.

“Sepi yah Non, sendirian di rumah nih ? lagi pada kemana ?” tanyanya

“Iya Bang, semua lagi keluar nih, sudah dari kemarin lusa sendirian” jawabku “Tuh Bang udah penuh gitu, tolong yah !” aku menunjuk pada tong sampah biru besar di dapur.

Si abang tukang sampah mengangkat tong besar itu, sedangkan aku menumpuk beberapa dus bekas makanan dan menampungnya di tanganku.

“Bang-bang, bentar dong, ini masih ada yang mau dimasukin, upss !!” dengan sengaja aku melonggarkan tanganku sehingga dus-dus itu terjatuh semua “Duh, sori nih Bang, udah saya yang beresin aja !”

Aku pun berjongkok dan menunduk memunguti dus-dus itu, dengan begini susuku terlihat jelas sekali dibalik potongan dasterku yang rendah dan lebar itu. Dia terbelakak melihat buah dadaku yang menggelantung indah, putingnya pun sekilas tersingkap dari balik dasterku. Aku tahu daritadi matanya terus tertumbuk ke daerah dadaku, tapi aku pura-pura cuek dengan terus membereskan dus itu, bahkan sengaja kutundukkan lagi tubuhku, sehingga makin terlihatlah keindahan di baliknya. Perlahan kulihat kakinya melangkah mendekatiku, lalu ikut jongkok, tapi bukannya membantu membereskan sampah malah menyusupkan tangan ke belahan dadaku mencaplok daging kenyal di baliknya.

“Kurang ajar !” bentakku sambil menepis tangannya

Tentu ini tidak membuatnya mundur, dengan sigap ditangkapnya kedua tanganku, tubuhku diangkatnya hingga berdiri lalu dihimpit ke tembok di sebelahku. Sesungguhnya berontak dan jeritanku hanyalah pura-pura belaka untuk memanas-manasi nafsunya.

Tangannya yang kokoh dengan mudah mengunci dua pergelanganku lalu diangkat ke atas. Tangannya yang lain meremas dadaku dengan kasar.

“Jangan Bang…hentikan…eeengghh !” erangku meringis karena kerasnya remasan itu, tubuhku masih meronta pelan.

“Diam Non, Non sendiri kan yang mancing-mancing saya begini” katanya berani

Wajahnya mendekatiku mencari-cari bibirku, aku menggeleng-geleng pura-pura menolak dicium olehnya, namun tetap saja akhirnya tidak bisa menghindar dari lumatan bibirnya. Aku bisa merasakan nafasnya yang menderu dan bau badannya yang tidak enak (maklum banyak bergaul dengan sampah), tapi birahi yang meninggi membuat semuanya terlupakan. Sebentar saja aku sudah memainkan lidahku membalas cipokannya. Tangannya mulai mengelus pahaku yang putih mulus sambil menyingkapi dasterku. Setelah meremas pantatku sejenak, tangannya lalu mengelus vaginaku yang berbulu lebat. Mataku membelakak ketika tangan itu meremas daerah segitigaku dengan jarinya sedikit masuk ke sana, desahan tertahan keluar dari mulutku yang sedang berciuman.

“Ga usah malu-malu Non, udah basah gini kok, ga pake apa-apa lagi, Non juga mau kan” seringainya mesum

Dia melepaskan pergelanganku setelah aku berhenti meronta dan yakin telah menguasaiku. Dipelorotinya dasterku dari bahu kiri sehingga payudaraku kiriku kini terbuka sudah, bulat kencang dengan puting kemerahannya yang menantang. Dengan penuh nafsu dilumatnya benda itu sambil tangannya menggerayangi pantatku. Aku cuma bisa mendesah-desah dalam posisi berdiri sandaran ke tembok, putingku makin mengeras karena permainan mulutnya yang nakal. Tiba-tiba seseorang nongol di pintu dapur dan tercengang melihat adegan di depannya. Orang itu tak lain adalah temannya yang menyetir truk sampah, rupanya dia menunggu lama di truk sehingga turun untuk memanggil temannya agar segera kembali, eh…ternyata temannya itu sedang berasyik-ria denganku di dapur.

“Wei…sialan lo, ngentot ga ngajak-ngajak, gua dibiarin sendiri di mobil !” kata si sopir

“Ayo masih pagi kok, kita istirahat aja sebentar, kapan lagi ngerasain amoy cantik gini !” ajak tukang sampah yang menggerayangiku

Si sopir bergegas mendekati kami sambil melepaskan seragam dinas kebersihannya, tubuhnya lumayan berisi dengan kulit hitam terbakar matahari. Kini aku dihimpit dari depan-belakang oleh mereka, tubuhku bersandar pada si sopir yang mendekapku sambil meremasi payudara kiriku serta meraba-raba paha dan pantatku, sedangkan si temannya yang dipanggil Din menurunkan bahu kananku, maka kedua payudaraku tersingkap.

Si Din mengenyot payudara kananku dengan kencang sampai pipinya kembung kempot, tangannya mengelusi kemaluanku. Si sopir mulai menciumi belakang telingaku serta menggelikitik kupingku dengan lidahnya. Hal ini menyebabkan tubuhku menggeliat dan makin mendesah. Sambil menciumiku si sopir mengangkat dasterku yang telah berantakan, secara refleks aku mengangkat kedua tangan membiarkan satu-satunya pakaian yang melekat di tubuhku lepas melalui kepalaku.

“Wah, bener-bener rejeki nomplok nih bisa dapet cewek putih mulus gini !” sahut si sopir mengagumi tubuhku

Selanjutnya aku disuruh berlutut, lalu mereka membuka celananya di depanku. Aku sempat terpana melihat penis mereka yang sudah berdiri tegak, keduanya keras, berurat, dan hitam. Milik si sopir sedikit lebih panjang daripada punya si Din.

“Ayo Non, pilih aja mana yang mau diservis duluan” kata si sopir cengengesan

Kugenggam kedua penis itu dan sengaja memainkannya dengan kocokan dan pijatan pada zakarnya agar nafsu kedua orang ini makin membara. Aku tersenyum nakal melihat reaksi keduanya.

“Uuuhh…ohh…asoy banget kocokannya Non !” desah si Din

Aku mulai membuka lebar mulutku dan memasukkan penis Din ke dalamnya. Dengan penuh perasaan aku mengulum penis itu sambil tanganku mengocoki penis si sopir. Sesaat kemudian aku mengeluarkan penis si Din dan beralih ke si sopir, sepertinya servis mulutku membuatnya ketagihan, ia menahan kepalaku dengan tangannya seolah tak rela melepasnya.

Aku gelagapan saat si sopir menyenggamai mulutku dengan beringas hingga akhirnya dia menyembur ke dalam mulutku, sebagian meleleh ke dagu, namun sebagian besar tertelan. Aku tidak sempat mempraktekkan teknik menyedotku yang lihai itu karena dia terus menyodok mulutku bahkan ketika keluar sampai tersedak aku dibuatnya, begitu kulepas emutanku aku langsung batuk-batuk dan meludahi sisa sperma itu dari mulutku. Sesaat aku bersimpuh di lantai meminum air yang disodorkan Bang Din dan mengatur kembali nafasku. Kemudian dia merebahkan tubuhku di lantai marmer yang dingin itu dan mencium dan menjamahnya dari wajah hingga berhenti di kemaluanku yang sudah basah, dia menjilat dan mengisapnya dengan lahap. Mulutku mendesis nikmat dan kedua paha mulusku mengapit kepalanya. Kulihat si sopir menuangkan air dingin dari kulkas dan meminumnya, dia juga melihat-lihat isi kulkasku, kemudian diambilnya sekotak susu kecil Indomik dan kembali menghampiri kami.

“Oii-ooi…kita sarapan sambil ngentot yuk !” sahutnya seraya menggigit ujung kotak susu itu dan menyobeknya.

Ditumpahkannya susu itu ke sekujur tubuhku sampai habis. Kurasakan dinginnya air susu dan lantai marmer pada tubuhku yang sudah memanas. Bagaikan menyantapku, keduanya menjilati dan mencium tubuhku yang sudah rasa susu itu.

“Mmuuahh…enak banget, jadi manis kaya orangnya !” komentar Din sambil menjilati vaginaku yang bersusu

“Sluurrpp…slurrp !” demikian suara mereka menikmati susu pada tubuhku, suara itu dimeriahkan oleh desahan dari mulutku.

“Ini namanya susu campur, ada susu sapinya, ada susu ceweknya, hehehe….” kata si sopir setelah menghabiskan susu yang bercucuran di tubuh bagian atasku.

“Heh, tambah lagi dong susunya, udah mau habis nih !” pinta Din pada temannya

“Beres Din, masih ada kok !” kembali si sopir membuka kulkas

Dia kembali lagi tapi kali ini bukan dengan susu kotak melainkan whipping cream strawberry. Sepertinya dia tidak tahu makanan apa itu sehingga diapun bertanya padaku

“Eh…non, kalo yang ini apaan sih ? susu bukan, es krim juga bukan”

“Dasar udik !” kataku dalam hati, “itu namanya whipping cream Bang, biasanya buat makan sama buah” jelasku padanya

Hei, mendadak aku terpikir sebuah cara baru untuk menikmati oral seks. Maka kuminta Din untuk berdiri dan menyodorkan penisnya padaku. Lalu kebaluri penisnya yang hitam dengan whipping cream itu.

“Wah….wah kontol saya mau diapain Non, asal jangan dimakan yah” katanya menanggapi tindakanku

Kujawab hanya dengan membuka mulut dan memasukkan penis itu ke mulutku. Hhmmm…nikmat, penis rasa strawberry kesukaanku, kukulum-kulum seperti permen.

Kuisap maju-mundur penis itu, pipiku sesekali menggembung tertekan kepala penisnya. Sementara aku menyepong, si sopir tak bosan-bosannya menggerayangiku dari belakang, payudaraku diremasi dan diputar-putar putingnya, vaginaku diusap-usap, dari permukaan jari-jari itu merambat masuk lebih dalam dan mengorek-ngoreknya. Yang membuatku tambah gila adalah ketika dia memain-mainkan biji klitorisku persis seperti yang dia lakukan terhadap putingku. Leher dan bahuku juga tidak luput dari cupangan-cupangan yang dilancarkannya hingga meninggalkan bekas cupangan dan ludah. Aku pun makin menggelinjang sambil terus mengeluarkan desahan-desahan tertahan. Tiba-tiba si sopir mendekap pinggangku dan mengangkatnya ke atas, maka posisiku kini berdiri dengan badan atas menunduk 90 derajat. Tanpa melepas penis Bang Din, aku melingkarkan tangan pada tubuhnya sebagai penyangga. Dua jari si sopir telah membuka bibir vaginaku dan penisnya ditekan masuk ke dalamnya. Badanku mengejang beberapa detik ketika benda itu menerobos vaginaku. Selanjutnya si sopir memaju-mundurkan pinggulnya dengan ganas sambil melenguh keenakan merasakan jepitan otot-otot kemaluanku.

“Hhmmmhh…memeknya enak banget Non, seret dan basah !” serunya sambil meninggikan frekuensi genjotannya

“Servis mulutnya juga yahud, puas banget gua main sama cewek kaya gini, hahaha…!” timpal si Din sambil tertawa-tawa dan menggerayangi payudaraku yang menggantung.

Karena tidak ingin cepat-cepat orgasme si Din menyuruhku melepaskan penisnya, kemudian tubuhku ditegakkan kembali, kini si sopir yang menyanggaku dengan dekapannya. Disenggamainya aku dalam posisi berdiri. Si Din memungut kemasan whiping cream dari lantai, lalu melumurinya pada kedua payudaraku.

“Gua juga mau coba rasa cream strawberry ini, mmmhhh !” katanya lalu melumat payudaraku yang berlumuran whiping cream itu.

“Ssspp…ssrrpp…!” seluruh payudaraku dilumatnya, putingku dijilat dan dihisapnya, dinikmatinya kedua daging kenyal rasa strawberry itu seperti makan es krim.

Sensasi geli juga kurasakan pada lubang dan daun telingaku yang dijilati si sopir yang juga sedang menyetubuhiku dari belakang. Aku cuma bisa mendesah lirih dalam pelukan keduanya, membiarkan tubuhku diperlakukan sesuka mereka. Sekarang aku merasakan adanya desakan dari vaginaku yang ingin segera meledak sehingga aku merapatkan kedua paha meresapi kenikmatannya. Akhirnya aku klimaks diiringi erangan panjang, kakiku lemas sekali kalau saja tidak didekap si sopir pasti ambruk. Sebentar kemudian, dia menyusul menyiram rahimku dengan sperma hangat. Tak kubayangkan betapa banjirnya kemaluanku, cairan kewanitaanku plus spermanya meleleh keluar menyertai penis si sopir yang masih keluar-masuk dengan kecepatan menurun, daerah pangkal pahaku dan sekitarnya jadi basah oleh cairan itu.

Tubuhku melorot ke bawah mengikuti si sopir yang terduduk bersila di lantai. Kusandarkan kepalaku pada dadanya yang sedikit berbulu itu.

“Nah, sekarang giliran gua !” sahut Din sambil meraih kakiku dan membentangkannya.

Dengan mulus penisnya meluncur masuk ke dalam vaginaku yang sudah basah kuyup. Suara kecipak cairan terdengar setiap kali dia hujamkan penisnya. Sodokannya makin lama makin bertenaga membuat tubuhku terguncang-guncang, akupun sudah kehilangan kendali diri, mataku membeliak-beliak, mulutku menceracau tak karuan mengerang dan mengeluarkan ucapan-ucapan erotis. Si sopir yang menopangku terus giat memijati payudaraku, putingku digesek-gesekkan dengan jarinya yang kasar, kadang dipilin dan kadang diemutnya. Penisnya yang mulai bangkit lagi terasa menyentuh punggungku. Dia menundukkan kepala mendekati mulutku hingga bertemu mulutnya. Kami bercumbu panas sekali, lidah kami saling beradu bak sepasang ular kawin. Lima belas menit kemudian Bang Din membekap badanku ke arahnya dan dia sendiri membaringkan dirinya di lantai, maka posisiku kini telungkup diatasnya. Dengan begitu pantatku menungging ke arah si sopir yang kini membasahi anusku dengan ludahnya dan menekan-nekankan jarinya di sana.

“Aaakkhh…!!” aku merintih dan menghentikan goyanganku sejenak ketika si sopir memasukkan penisnya ke anusku., bahu Bang Din kucengkram erat-erat menahan rasa sakitnya.

Rasanya sangatlah menyesakkan ditusuk dua batang perkasa itu, terutama yang bagian anus. Kami bertiga mulai berpacu dalam birahi, rasa perih perlahan-lahan berubah menjadi rasa nikmat yang menjalari seluruh tubuh. Sulit dilukiskan perasaanku waktu itu, pokoknya rasanya seperti melayang-layang dengan dilingkupi rasa nikmat yang luar biasa. Hal ini berlangsung selama duapuluh menit lamanya sampai suatu saat dimana tubuhku bergetar melepas suatu bentuk energi berupa orgasme dahsyat yang menyebabkan tubuhku berkelejotan, tangan dan kakiku terasa kejang-kejang, serta mulutku mengeluarkan erangan panjang. Mukaku memerah, keringat pun bercucuran membasahi badan kami, akhirnya akupun tergolek lemas di atas tubuh Bang Din setelah gelombang orgasme surut. Sementara itu kedua tukang sampah itu masih terus menggenjot vagina dan anusku.

Akhirnya Bang Din menegakkan tubuhku dan menarik lepas penisnya, kemudian dikocoknya batangnya yang masih tegak itu dekat mukaku, akhirnya cret…cret muncratlah cairan kental itu membasahi wajahku, karena semprotannya kencang dan deras, bukan cuma mukaku saja yang basah, rambut, leher dan payudaraku pun terkena cipratannya. Tak lama kemudian, si sopir pun mencabut penisnya dari anusku, dibiarkannya aku ambruk telentang di lantai. Dia berdiri di sampingku mengocok penisnya hingga menumpahkan isinya di badanku. Puas dan lelah kurasakan sekaligus pada saat bersamaan. Mereka tertawa-tawa melihatku yang terbaring di lantai sambil menggosok-gosokkan sperma ke tubuhku. Aku membalas senyuman nakal mereka sambil mengemut jariku yang belepotan sperma. Sementara aku memulihkan tenaga, mereka mulai berpakaian lagi dan membereskan dus-dus yang berserakan tadi lalu membawa sampah-sampah itu ke truk. Beberapa menit kemudian Bang Din kembali dengan tong sampah yang sudah kosong, akupun bangkit dan memakai kembali dasterku untuk mengantarnya keluar rumahku. Setelah pamitan dan berterimakasih atas kesempatan emas dariku, truk itu mulai meluncur menjauhi rumahku. Sepeninggal mereka aku langsung mandi membersihkan badanku dari aroma persetubuhan barusan, kemudian kustel weker dan tidur sebentar mengisi tenaga untuk kuliah jam sebelas nanti.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Seks: Bocah Nyusu Plus Ngentot Efni

Mama Gitu Dehh 1 - 5

Tukang Kebun yang Menggarap Memekku