Andani Citra 14 - 17

Cerita Andani Citra

Monday, September 10, 2012
Kenangan Bersama Sopirku
Kisah ini terjadi ketika aku masih SMU, ketika umurku masih 18 tahun, waktu itu rambutku masih sepanjang sedada dan hitam (sekarang sebahu lebih dan sedikit merah). Di SMU aku termasuk sebagai anak yang menjadi incaran para cowok. Tubuhku cukup proporsional untuk seusiaku dengan buah dada yang sedang tapi kencang serta pinggul yang membentuk, pinggang dan perutku pun ukurannya pas karena rajin olahraga, ditambah lagi kulitku yang putih mulus ini. Aku pertama mengenal seks dari pacarku yang tak lama kemudian putus, pengalaman pertama itu membuatku haus seks dan selalu ingin mencoba pengalaman yang lebih heboh. Beberapa kali aku berpacaran singkat yang selalu berujung di ranjang. Aku sangat jenuh dengan kehidupan seksku, aku menginginkan seseorang yang bisa membuatku menjerit-jerit dan tak berkutik kehabisan tenaga.

Ketika itu aku belum diijinkan untuk membawa mobil sendiri, jadi untuk keperluan itu orang tuaku mempekerjakaan Bang Tohir sebagai sopir pribadi keluarga kami merangkap pembantu. Dia berusia sekitar 30-an dan mempunyai badan yang tinggi besar serta berisi, kulitnya kehitam-hitaman karena sering bekerja di bawah terik matahari (dia dulu bekerja sebagai sopir truk di pelabuhan). Aku sering memergokinya sedang mengamati bentuk tubuhku, memang sih aku sering memakai baju yang minim di rumah karena panasnya iklim di kotaku. Waktu mengantar jemputku juga dia sering mencuri-curi pandang melihat ke pahaku dengan rok seragam abu-abu yang mini. Begitu juga aku, aku sering membayangkan bagaimana bila aku disenggamai olehnya, seperti apa rasanya bila batangnya yang pasti kekar seperti tubuhnya itu mengaduk-aduk kewanitaanku. Tapi waktu itu aku belum seberani sekarang, aku masih ragu-ragu memikirkan perbedaan status diantara kita.



Obsesiku yang menggebu-gebu untuk merasakan ML dengannya akhirnya benar-benar terwujud dengan rencana yang kusiapkan dengan matang. Hari itu aku baru bubaran pukul 3 karena ada ekstra kurikuler, aku menuju ke tempat parkir dimana Bang Tohir sudah menunggu. Aku berpura-pura tidak enak badan dan menyuruhnya cepat-cepat pulang. Di mobil, sandaran kursi kuturunkan agar bisa berbaring, tubuhku kubaringkan sambil memejamkan mata. Begitu juga kusuruh dia agar tidak menyalakan AC dengan alasan badanku tambah tidak enak, sebagai gantinya aku membuka dua kancing atasku sehingga bra kuningku sedikit tersembul dan itu cukup menarik perhatiannya.

“Non ga apa-apa kan? Sabar ya bentar lagi sampai kok” hiburnya

Waktu itu dirumah sedang tidak ada siapa-siapa, kedua orang tuaku seperti biasa pulang malam, jadi hanya ada kami berdua. Setelah memasukkan mobil dan mengunci pagar aku memintanya untuk memapahku ke kamarku di lantai dua. Di kamar, dibaringkannya tubuhku di ranjang. Waktu dia mau keluar aku mencegahnya dan menyuruhnya memijat kepalaku. Dia tampak tegang dan berkali-kali menelan ludah melihat posisi tidurku itu dan dadaku yang putih agak menyembul karena kancing atasnya sudah terbuka, apalagi waktu kutekuk kaki kananku sehingga kontan paha mulus dan CD-ku tersingkap. Walaupun memijat kepalaku, namun matanya terus terarah pada pahaku yang tersingkap. Karena terus-terusan disuguhi pemandangan seperti itu ditambah lagi dengan geliat tubuhku, akhirnya dia tidak tahan lagi memegang pahaku. Tangannya yang kasar itu mengelusi pahaku dan merayap makin dalam hingga menggosok kemaluanku dari luar celana dalamku.

“Ssshhh…Bang” desahku dengan agak gemetar ketika jarinya menekan bagian tengah kemaluanku yang masih terbungkus celana dalam.

“Tenang non…saya sudah daridulu kesengsem sama non, apalagi kalau ngeliat non pake baju olahraga, duh tambah gak kuat abang ngeliatnya juga” katanya merayu sambil terus mengelusi bagian pangkal pahaku dengan jarinya.

Tohir mulai menjilati pahaku yang putih mulus, kepalanya masuk ke dalam rok abu-abuku, jilatannya perlahan-lahan mulai menjalar menuju ke tengah. Aku hanya dapat mencengkram sprei dan kepala Tohir yang terselubung rokku saat kurasakan lidahnya yang tebal dan kasar itu menyusup ke pinggir celana dalamku lalu menyentuh bibir vaginaku. Bukan hanya bibir vaginaku yang dijilatinya, tapi lidahnya juga masuk ke liang vaginaku, rasanya wuiihh…gak karuan, geli-geli enak seperti mau pipis. Tangannya yang terus mengelus paha dan pantatku mempercepat naiknya libidoku, apalagi sejak sejak beberapa hari terakhir ini aku belum melakukannya lagi.

Sesaat kemudian, Tohir menarik kepalanya keluar dari rokku, bersamaan dengan itu pula celana dalamku ikut ditarik lepas olehnya. Matanya seperti mau copot melihat kewanitaanku yang sudah tidak tertutup apa-apa lagi dari balik rokku yang tersingkap. Dia dekap tubuhku dari belakang dalam posisi berbaring menyamping. Dengan lembut dia membelai permukaannya yang ditumbuhi bulu-bulu halus itu. Sementara tangan yang satunya mulai naik ke payudaraku, darahku makin bergolak ketika telapak tangannya yang kasar itu menyusup ke balik bra-ku kemudian meremas daging kenyal di baliknya.

“Non, teteknya bagus amat….sama bagusnya kaya memeknya, non marah ga saya giniin ?” tanyanya dekat telingaku sehingga deru nafasnya serasa menggelitik.

Aku hanya menggelengkan kepalaku dan meresapi dalam-dalam elusan-elusan pada daerah sensitifku. Tohir yang merasa mendapat restu dariku menjadi semakin buas, jari-jarinya kini bukan hanya mengelus kemaluanku tapi juga mulai mengorek-ngoreknya, cup bra-ku yang sebelah kanan diturunkannya sehingga dia dapat melihat jelas payudaraku dengan putingnya yang mungil.

Aku merasakan benda keras di balik celananya yang digesek-gesek pada pantatku. Tohir kelihatan sangat bernafsu melihat payudaraku yang montok itu, tangannya meremas-remas dan terkadang memilin-milin putingnya. Remasannya semakin kasar dan mulai meraih yang kiri setelah dia pelorotkan cup-nya. Ketika dia menciumi leher jenjangku terasa olehku nafasnya juga sudah memburu, bulu kudukku merinding waktu lidahnya menyapu kulit leherku disertai cupangan. Aku hanya bisa meresponnya dengan mendesah dan merintih, bahkan menjerit pendek waktu remasannya pada dadaku mengencang atau jarinya mengebor kemaluanku lebih dalam. Cupanganya bergerak naik menuju mulutku meninggalkan jejak berupa air liur dan bekas gigitan di permukaan kulit yang dilalui. Bibirnya akhirnya bertemu dengan bibirku menyumbat eranganku, dia menciumiku dengan gemas.

Pada awalnya aku menghindari dicium olehnya karena Tohir perokok jadi bau nafasnya tidak sedap, namun dia bergerak lebih cepat dan berhasil melumat bibirku. Lama-lama mulutku mulai terbuka membiarkan lidahnya masuk, dia menyapu langit-langit mulutku dan menggelikitik lidahku dengan lidahnya sehingga lidahku pun turut beradu dengannya. Kami larut dalam birahi sehingga bau mulutnya itu seolah-olah hilang, malahan kini aku lebih berani memainkan lidahku di dalam mulutnya. Setelah puas berrciuman, Tohir melepaskan dekapannya dan melepas ikat pinggang usangnya, lalu membuka celana berikut kolornya. Maka menyembullah kemaluannya yang sudah menegang daritadi. Aku melihat takjub pada benda itu yang begitu besar dan berurat, warnanya hitam pula. Jauh lebih menggairahkan dibanding milik teman-teman SMU-ku yang pernah ML denganku.

Dengan tetap memakai kaos berkerahnya, dia berlutut di samping kepalaku dan memintaku mengelusi senjatanya itu. Akupun pelan-pelan meraih benda itu, ya ampun tanganku yang mungil tak muat menggenggamnya, sungguh fantastis ukurannya.

“Ayo non, emutin kontol saya ini dong, pasti yahud rasanya kalo diemut sama non” katanya.

Kubimbing penis dalam genggamanku ke mulutku yang mungil dan merah, uuhhh…susah sekali memasukkannya karena ukurannya. Sekilas tercium bau keringat dari penisnya sehingga aku harus menahan nafas juga terasa asin waktu lidahku menyentuh kepalanya, namun aku terus memasukkan lebih dalam ke mulutku lalu mulai memaju-mundurkan kepalaku. Selain menyepong tanganku turut aktif mengocok ataupun memijati buah pelirnya.

“Uaahh…uueennakk banget, non udah pengalaman yah” ceracaunya menikmati seponganku, sementara tangannya yang bercokol di payudaraku sedang asyik memelintir dan memencet putingku.

Setelah lewat 15 menitan dia melepas penisnya dari mulutku, sepertinya dia tidak mau cepat-cepat orgasme sebelum permainan yang lebih dalam. Akupun merasa lebih lega karena mulutku sudah pegal dan dapat kembali menghirup udara segar. Dia berpindah posisi di antara kedua belah pahaku dengan penis terarah ke vaginaku. Bibir vaginaku disibakkannya sehingga mengganga lebar siap dimasuki dan tangan yang satunya membimbing penisnya menuju sasaran.

“Tahan yah non, mungkin bakal sakit sedikit, tapi kesananya pasti ueenak tenan” katanya

Penisnya yang kekar itu menancap perlahan-lahan di dalam vaginaku. Aku memejamkan mata, meringis, dan merintih menahan rasa perih akibat gesekan benda itu pada milikku yang masih sempit, sampai mataku berair. Penisnya susah sekali menerobos vaginaku yang baru pertama kalinya dimasuki yang sebesar itu (milik teman-temanku tidak seperkasa yang satu ini) walaupun sudah dilumasi oleh lendirku.

Tohir memaksanya perlahan-lahan untuk memasukinya. Baru kepalanya saja yang masuk aku sudah kesakitan setengah mati dan merintih seperti mau disembelih. Ternyata si Tohir lihai juga, dia memasukkan penisnya sedikit demi sedikit kalau terhambat ditariknya lalu dimasukkan lagi. Kini dia sudah berhasil memasukkan setengah bagiannya dan mulai memompanya walaupun belum masuk semua. Rintihanku mulai berubah jadi desahan nikmat. Penisnya menggesek dinding-dinding vaginaku, semakin cepat dan semakin dalam, saking keenakannya dia tak sadar penisnya ditekan hingga masuk semua. Ini membuatku merasa sakit bukan main dan aku menyuruhnya berhenti sebentar, namun Tohir yang sudah kalap ini tidak mendengarkanku, malahan dia menggerakkan pinggulnya lebih cepat. Aku dibuatnya serasa terbang ke awang-awang, rasa perih dan nikmat bercampur baur dalam desahan dan gelinjang tubuh kami.

“Ooohh…Non Citra, sayang…sempit banget…memekmu…enaknya !” ceracaunya di tengah aktivitasnya.

Dengan tetap menggenjot, dia melepaskan kaosnya dan melemparnya. Sungguh tubuhnya seperti yang kubayangkan, begitu berisi dan jantan, otot-ototnya membentuk dengan indah, juga otot perutnya yang seperti kotak-kotak. Dari posisi berlutut, dia mencondongkan tubuhnya ke depan dan menindihku, aku merasa hangat dan nyaman di pelukannya, bau badannya yang khas laki-laki meningkatkan birahiku. Kembali dia melancarkan pompaannya terhadapku, kali ini ditambah lagi dengan cupangan pada leher dan pundakku sambil meremas payudaraku. Genjotannya semakin kuat dan bertenaga, terkadang diselingi dengan gerakan memutar yang membuat vaginaku terasa diobok-obok.

“Ahh…aahh…yeahh, terus entot gua bang” desahku dengan mempererat pelukanku.

Aku mencapai orgasme dalam 20 menit dengan posisi seperti ini, aku melepaskan perasaan itu dengan melolong panjang, tubuhku mengejang dengan dahsyat , kukuku sampai menggores punggungnya, cairan kenikmatanku mengalir deras seperti mata air. Setelah gelombang birahi mulai mereda dia mengelus rambut panjangku seraya berkata

“Non cantik banget waktu keluar tadi, tapi non pasti lebih cantik lagi kalau telanjang, saya bukain bajunya yah non, udah basah gini”

Aku cuma bisa mengangguk dengan nafas tersenggal-senggal tanda setuju. Memang badanku sudah basah berkeringat sampai baju seragamku seperti kehujanan, apalagi AC-nya tidak kunyalakan. Tohir meloloskan pakaianku satu persatu, yang terakhir adalah rok abu-abuku yang dia turunkan lewat kakiku, hingga kini yang tersisa hanya sepasang anting di telingaku dan sebuah cincin yang melingkar di jariku.

Dia menelan ludah menatapi tubuhku yang sudah polos, butir-butir keringat nampak di tubuhku, rambutku yang terurai sudah kusut. Tak henti-hentinya di memuji keindahan tubuhku yang bersih terawat ini sambil menggerayanginya. Kemudian dia balikkan tubuhku dan menyuruhku menunggingkan pantat. Akupun mengangkat pantatku memamerkan vaginaku yang merah merekah di hadapan wajahnya. Tohir mendekatkan wajahnya ke sana dan menciumi kedua bongkahan pantatku, dengan gemas dia menjilat dan mengisap kulit pantatku, sementara tangannya membelai-belai punggung dan pahaku. Mulutnya terus merambat ke arah selangkangan. Aku mendesis merasakan sensasi seperti kesetrum waktu lidahnya menyapu naik dari vagina sampai anusku. Kedua jarinya kurasakan membuka kedua bibir vaginaku, dengusan nafasnya mulai terasa di sana lantas dia julurkan lidahnya dan memasukkannya disana. Aku mendesah makin tak karuan, tubuhku menggelinjang, wajahku kubenamkan ke bantal dan menggigitnya, pinggulku kugerak-gerakkan sebagai ekspresi rasa nikmat.

Di tengah-tengah desahan nikmat mendadak kurasakan kok lidahnya berubah jadi keras dan besar pula. Aku menoleh ke belakang, ternyata yang tergesek-gesek di sana bukan lidahnya lagi tapi kepala penisnya. Aku menahan nafas sambil menggigit bibir merasakan kejantanannya menyeruak masuk. Aku merasakan rongga kemaluanku hangat dan penuh oleh penisnya. Urat-urat batangnya sangat terasa pada dinding kemaluanku.

“Oouuhh…Bang !” itulah yang keluar dari mulutku dengan sedikit bergetar saat penisnya amblas ke dalamku.

Dia mulai mengayunkan pinggulnya mula-mula lembut dan berirama, namun semakin lama frekuensinya semakin cepat dan keras. Aku mulai menggila, suaraku terdengar keras sekali beradu dengan erangannya dan deritan ranjang yang bergoyang. Dia mencengkamkan kedua tangannya pada payudaraku, terasa sedikit kukunya di sana, tapi itu hanya perasaan kecil saja dibanding sensasi yang sedang melandaku. Hujaman-hujaman yang diberikannya menimbulkan perasaan nikmat ke seluruh tubuhku.

Aku menjerit kecil ketika tiba-tiba dia tarik rambutku dan tangan kanannya yang bercokol di payudaraku juga ikut menarikku ke belakang. Rupanya dia ingin menaikkanku ke pangkuannya. Sesudah mencari posisi yang enak, kamipun meneruskan permainan dengan posisi berpangkuan membelakanginya. Aku mengangkat kedua tanganku dan melingkari lehernya, lalu dia menolehkan kepalaku agar bisa melumat bibirku. Aku semakin intens menaik-turunkan tubuhku sambil terus berciuman dengan liar. Tangannya dari belakang tak henti-hentinya meremasi dadaku, putingku yang sudah mengeras itu terus saja dimain-mainkan. Gelinjang tubuhku makin tak terkendali karena merasa akan segera keluar, kugerakkan badanku sekuat tenaga sehingga penis itu menusuk semakin dalam.

Mengetahui aku sudah diambang klimaks, tiba-tiba dia melepaskan pelukannya dan berbaring telentang. Disuruhnya aku membalikan badanku berhadapan dengannya. Harus kuakui dia sungguh hebat dan pandai mempermainkan nafsuku, aku sudah dibuatnya beberapa kali orgasme, tapi dia sendiri masih perkasa. Dia biarkan aku mencari kepuasanku sendiri dalam gaya woman on top. Kelihatannya dia sangat senang menyaksikan payudaraku yang bergoyang-goyang seirama tubuhku yang naik turun. Beberapa menit dalam posisi demikian dia menggulingkan tubuhnya ke samping sehingga aku kembali berada di bawah. Genjotan dan dengusannya semakin keras, menandakan dia akan segera mencapai klimaks, hal yang sama juga kurasakan pada diriku. Otot-otot kemaluanku berkontraksi semakin cepat meremas-remas penisnya. Pada detik-detik mencapai puncak tubuhku mengejang hebat diiringi teriakan panjang. Cairan cintaku seperti juga keringatku mengalir dengan derasnya menimbulkan suara kecipak.

Tohir sendiri sudah mulai orgasme, dia mendesah-desah menyebut namaku, penisnya terasa semakun berdenyut dan ukurannya pun makin membengkak, dan akhirnya….dengan geraman panjang dia cabut penisnya dari vaginaku. Isi penisnya yang seperti susu kental manis itu dia tumpahkan di atas dada dan perutku. Setelah menyelesaikan hajatnya dia langsung terkulai lemas di sebelah tubuhku yang berlumuran sperma dan keringat. Aku yang juga sudah KO hanya bisa berbaring di atas ranjang yang seprei nya sudah berantakan, mataku terpejam, buah dadaku naik turun seiring nafasku yang ngos-ngosan, pahaku masih mekangkang, celah vaginaku serasa terbuka lebih lebar dari biasanya. Dengan sisa-sisa tenaga, kucoba menyeka ceceran sperma di dadaku, lalu kujilati maninya dijari-jariku.

Sejak dari itu, Tohir sering memintaku melayaninya kapanpun dan dimanapun ada kesempatan. Waktu mengantar-jemputku tidak jarang dia menyuruhku mengoralnya. Tampaknya dia sudah ketagihan dan lupa bahwa aku ini nona majikannya, bayangkan saja terkadang saat aku sedang tidak ‘mood’ pun dia memaksaku. Bahkan pernah suatu ketika aku sedang mencicil belajar menjelang Ebtanas yang sudah 2 minggu lagi, tiba-tiba dia mendatangiku di kamarku (saat itu sudah hampir jam 12 malam dan ortuku sudah tidur), karena lagi belajar aku menolaknya, tapi saking nafsunya dia nekad memperkosaku sampai dasterku sedikit robek, untung kamar ortuku letaknya agak berjauhan dariku. Meskipun begitu aku selalu mengingatkannya agar menjaga sikap di depan orang lain, terutama ortuku dan lebih berhati-hati kalau aku sedang subur dengan memakai kondom atau buang di luar. 3 bulan kemudian Tohir berhenti kerja karena ingin mendampingi istrinya yang TKW di Timur Tengah, lagipula waktu itu aku sudah lulus SMU dan sudah direstui untuk membawa mobil sendiri.


\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\


Cerita Andani Citra

Monday, September 10, 2012
Pembalasan Verna
Hari itu langit sudah menguning saat aku dan Verna tiba di rumahnya seusai main tenis bersama. Berhubung jalan ke rumahku masih macet karena jam bubar, maka Verna mengajakku untuk singgah di rumahnya dulu daripada terjebak macet. Di pekarangan rumah Verna yang cukup luas itu nampak beberapa kuli bangunan sedang sibuk bekerja, kata Verna disana akan dibangun kolam ikan lengkap dengan paviliunnya. Perhatian mereka tersita sejenak oleh dua gadis yang baru turun dari mobil, yang terbalut pakaian tenis dan memperlihatkan sepasang paha mereka yang mulus dan ramping. Verna dengan ramah melemparkan senyum pada mereka, aku juga nyengir membalas tatapan nakal mereka. Mama Verna mempersilakanku masuk dan menyuguhi kue-kue kecil plus minumannya. Aku langsung menghempaskan pantatku ke sofa dan menyandarkan raketku di sampingnya, minuman yang disuguhkan pun langsung kusambar karena letih dan haus.

Setengah jam pertama kami lewati dengan ngerumpi tentang masalah kuliah, cowok, dan seks sambil menikmati snack dan menonton TV. Lalu Mama Verna keluar dari kamarnya dengan dandanan rapi menandakan dia akan keluar rumah.

“Ver, Mama titip bayarannya tukang-tukang itu ke kamu ya, Mama sekarang mau ke arisan,” katanya seraya menyerahkan amplop pada Verna.



“Yah Mama jangan lama-lama, ntar kalau Citra pulang, Verna sendirian dong, kan takut,” ujarnya dengan manja (waktu itu papanya sedang di luar kota, adik laki-lakinya, Very sudah 2 tahun kuliah di US dan pembantunya, Mbok Par masih mudik).

Akhirnya kami ditinggal berdua di rumah Verna yang besar itu. Aku sih sebenarnya sudah mau pulang dan mandi sehabis bermain tenis, tapi Verna masih menahanku untuk menemaninya. Sebagai sobat dekat terpaksa deh aku menurutinya, lagian aku kan tidak bawa mobil. Di halaman depan tampak para tukang itu sudah beres-beres, ada pula yang sudah membersihkan badan di kamar mandi belakang.

Melihat mereka sudah bersih-bersih, akupun jadi kepingin menyegarkan badanku yang sudah tidak nyaman ini. Akupun mengajak Verna mandi bareng, tapi dia menyuruhku mandi saja duluan di kamar mandi di kamarnya, nanti dia akan menyusul sesudah para tukang selesai dan membayar uang titipan Mamanya pada mereka, sekalian menghabiskan rokoknya yang tinggal setengah. Akupun meninggalkannya dia yang sedang menonton TV di ruang tengah menuju ke kamarnya. Di kamar mandi aku langsung menanggalkan pakaianku lalu kuputar kran shower yang langsung mengucurkan airnya mengguyur tubuh bugilku. Air hangat memberiku kesegaran kembali setelah seharian berkeringat karena olahraga, rasa nyaman itu kuekspresikan dengan bersenandung kecil sambil menggosokkan sabun ke sekujur tubuhku. 15 menit kemudian aku sudah selesai mandi, kukeringkan tubuhku lalu kulilitkan handuk di tubuhku. Aku sudah beres, tapi anehnya Verna kok belum muncul juga, bahkan pintu kamarpun tidak terdengar dibuka, padahal dia bilang sebentar saja.

Aku ingin meminjam bajunya, karena bajuku sudah kotor dan bau keringat, maka aku harus bilang dulu padanya.

“Ver..Ver, sudah belum, saya mau pinjam baju kamu nih!!,” teriakku dari kamar.

Tidak terdengar jawaban dari seruanku itu, ada apa ya pikirku, apakah dia sedang di luar meninjau para tukang jadi suaraku tidak terdengar? Waktu aku lagi bingung sendirian begitu terdengarlah pintu diketuk.

“Nah, ini dia baru datang,” kataku dalam hati.

Akupun menuju ke pintu dan membukanya sambil berkata

“Huuh.. lama banget sih Ver, lagian ngapain pake ngetok..!!,” rasa kaget memotong kata-kataku begitu melihat beberapa orang pria sudah berdiri diambang pintu. Dua diantaranya langsung menangkap lenganku dan yang sebelah kanan membekap mulutku dengan tangannya yang besar.

Belum hilang rasa kagetku mereka dengan sigap menyeretku kembali ke dalam kamar. Aku mulai dapat mengenali wajah-wajah mereka, ternyata mereka adalah para kuli bangunan di bawah tadi, semuanya ada 4 orang.

“Apa-apaan ini, lepasin saya.. tolong..!!,” teriakku dengan meronta-ronta.

Tapi salah seorang dari mereka yang lengannya bertato dengan tenangnya berkata, “Teriak aja sepuasnya neng, di rumah ini sudah nggak bakal ada yang denger kok.”

Mendengar itu dalam pikiranku langsung terbesit ‘Verna’, ya mana dia, jangan-jangan terjadi hal yang tidak diinginkan padanya sehingga aku pun makin meronta dan menjerit memanggil namanya. Tak lama kemudian masuklah Verna, tangannya memegang sebuah handycam Sony model terbaru. Sejenak aku merasa lega karena dia baik-baik saja, tapi perasaanku lalu menjadi aneh melihat Verna menyeringai seram.

“Ver.. apa-apaan nih, mau ngapain sih kamu?,” tanyaku padanya.

Tanpa mempedulikan pertanyaanku, dia berkata pada para kuli bangunan itu,

“Nah, bapak-bapak kenalin ini temen saya Citra namanya, dia seneng banget dientot, apalagi kalau dikeroyok, jadi silakan dinikmati tanpa malu-malu, gratis kok!,”

Dia juga memperkenalkan para kuli itu padaku satu-persatu. Yang lengannya bertato adalah mandornya bernama Imron, usianya sekitar 40-an, dia dipanggil bos oleh teman-temannya. Di sebelah kiriku yang berambut gondrong sebahu dan kurus tinggi bernama Kirno, usianya sekitar 30-an. Yang berbadan paling besar diantara mereka sedang memegangi lengan kananku bernama Tarman, sebaya dengan Imron, sedangkan yang paling muda kira-kira 25-an bernama Dodo, wajahnya paling jelek diantara mereka dengan bibir agak monyong dan mata besar. Keempatnya berbicara dengan logat daerah Madura.

“Gila kamu Ver.. lepasin saya ah, edan ini sih!,” aku berontak tapi dalam hatiku aku justru ingin melanjutkan kegilaan ini.

“Tenang Ci, ini baru namanya surprise, sekali-kali coba produk kampung dong,” katanya menirukan ucapanku waktu mengerjainya di vila dulu. Habis berkata bibirnya dengan cepat memagut bibirku, kami berciuman beberapa detik sebelum dia menarik lepas mulutnya yang bersamaan dengan menghentakkan handuk yang melilit tubuhku. Mereka bersorak kegirangan melihat tubuh telanjangku, mereka sudah tidak sabar lagi untuk menikmatiku

“Wah.. nih tetek montok banget, bikin gemes aja!,” seru si Tarman sambil meremas payudara kananku.

“Ini jembut nggak pernah dicukur yah lebat banget!,” timpal si Kirno yang mengelusi kemaluanku yang ditumbuhi bulu-bulu lebat itu, dengan terus mengelus Kirno lalu merundukkan kepalanya untuk melumat payudaraku yang kiri. Sementara di belakangku, si Dodo berjongkok dan asyik menciumi pantatku yang sekal, tangannya yang tadinya cuma merabai paha mulus dan bongkahan pantatku mulai menyusup ke belahan pantatku dan mencucuk-cucukkan jarinya di sana.

Di hadapanku Pak Imron melepaskan pakaiannya, kulihat tubuhnya cukup berisi tapi perutnya agak berlemak, penisnya sudah mengacung tegak karena nafsunya. Dia meraba-raba kemaluanku, si Kirno yang sebelumnya menguasai daerah itu bersikap mengalah, dia melepaskan tangannya dari sana agar mandornya itu lebih leluasa. Wajahnya mendekati wajahku, dia menghirup bau harum dari tubuhku.

“Hhmmhh.. si non ini sudah wangi, cantik lagi!,” pujinya sambil membelai wajahku.

“Iya bos, emang di sini juga wangi loh!,” timpal si Dodo di tengah aktivitasnya menciumi daerah pantatku.

Diperlakukan seperti itu bulu kudukku merinding, sentuhan-sentuhan nakal pada bagian-bagian terlarangku membuatku serasa hilang kendali. Gerak tubuhku seolah-olah mau berontak namun walau dilepas sekalipun saya tidak akan berusaha melarikan diri karena tanggung sudah terangsang berat. Merasa sudah menaklukkanku, kedua kuli di samping melonggarkan pegangannya pada lenganku.

Adegan panas ini terus direkam Verna dengan handycamnya sambil menyoraki kami.

“Aahh.. jangan.. Ver, jangan disyuting.. ngghh.. matiin handy.. hhmmhh..!!,” kata-kataku terpotong oleh Pak Imron yang melumat bibirku dengan bernafsu. Aku yang sudah horny membalas ciumannya dengan penuh gairah.

“Acchh.. ahhkk.. cckk” bunyi mulut dan lidah kami beradu. Aku makin menggeliat kegelian ketika si Kirno menaikkan lenganku dan menciumi ketiakku yang tak berbulu.

“Ayo Ci, gaya kamu ok banget, pasti lebih heboh dari bokepnya Itenas nih,” Verna menyemangati sambil mencari sudut-sudut pengambilan gambar yang bagus. Dia fokuskan kameranya ketika aku sedang diciumi Pak Imron, saat bersilat lidah hingga liur kami menetes-netes. Badanku bergetar sepeti kesetrum dan tanpa sadar kubuka kedua pahaku lebih lebar sehingga membuka lahan lebih luas bagi lidah Dodo bermain main di lubang anusku, juga jari-jari yang mengocok-ngocok vaginaku, aku tidak dapat melihat jelas lagi jari-jari siapa yang mengelus ataupun keluar-masuk di sana saking hanyutnya dalam birahi.

Mereka menggiring dan mendudukkanku di tepi ranjang. Kirno dan Tarman mulai melepas pakaian mereka, sedangkan Dodo entah sejak kapan dia melepaskan pakaiannya, karena begitu kulihat dia sudah tidak memakai apa-apa lagi. Kini mereka berempat yang sudah bugil berdiri mengerubungiku dengan keempat senjatanya ditodongkan di depan wajahku. Aku sempat terperangah melihat penis mereka yang sudah mengeras itu, semuanya hitam dan besar, rata-rata berukuran 17-20cm.

“Ayo non, tinggal pilih mau yang mana duluan,” kata Pak Imron.

Aku meraih penis Pak Tarman yang paling panjang, kubelai dan kujilati sekujur permukaannya termasuk pelirnya, kemudian kumasukkan ke mulut dan kuemut-emut.

“Heh, jangan cuma si Tarman aja dong non, saya kan juga mau nih,” tegur si Kirno seraya menarik tanganku dan menempelkannya pada penisnya .

“Iya nih, saya juga,” sambung si Dodo menarik tanganku yang lain.

“Mmhh.. eenngg..!,” gumamku saat menyepong Pak Tarman sambil kedua tanganku menggenggam dan mengocok penis Dodo dan Kirno. Sambil menikmati penis-penis itu, mendadak kurasakan kakiku direnggangkan dan ada sesuatu di bawah sana. Oh, ternyata Pak Imron berjongkok di hadapan selangakanku. Tangannya membelai paha mulusku dan berhenti di vaginaku dimana dia membuka bibirnya lalu mendekatkan wajahnya kesana. Kurasakan lidahnya mulai menyentuh dinding vaginaku dan menari-nari disana. Sungguh luar biasa kenikmatan itu, aku pun semakin liar, aku membuka pahaku lebih lebar agar Pak Imron lebih leluasa menikmati vaginaku. Hal itu juga berpengaruh pada kocokan dan kulumanku yang makin intens terhadap ketiga pria yang sedang kulayani penisnya. Mereka mengerang-ngerang merasakan nikmatnya pelayanan mulutku secara bergantian. Saking sibuknya aku sampai tidak tahu lagi tangan-tangan siapa saja yang tak henti-hentinya menggerayangi payudaraku.

Setelah cukup dengan pemanasan, mereka membaringkan tubuhku di tengah ranjang. Pak Imron langsung mengambil posisi diantara kedua pahaku siap untuk memasukkan penisnya kepadaku, tanpa ba-bi-bu lagi dia mulai menancapkan miliknya padaku. Ukurannya sih tidak sebesar milik Pak Tarman, tapi diameternya cukup lebar sesuai bentuk tubuhnya sehingga vaginaku terkuak lebar-lebar dan agak perih. Verna mendekatkan kameranya pada daerah itu saat proses penetrasi yang membuatku merintih-rintih. Pak Imron mulai menghentak-hentakkan pinggulnya, mulanya pelan tapi semakin lama goyangannya semakin kencang membuat tubuhku tersentak-sentak. Teman-temannya juga tidak tinggal diam, mereka menjilati, mengulum, dan menggerayangi sekujur tubuhku. Si Dodo sedang asyik menjilat dan mengeyot payudaraku, terkadang dia juga menggigit putingku. Pak Tarman menggelikitik telingaku dengan lidahnya sambil tangannya meremasi payudaraku yang satunya. Sementara tangan kananku sedang mengocok penis si Kirno. Pokoknya bener-bener rame rasanya deh, ya geli, ya nikmat, ya perih, semua bercampur jadi satu.

Aku mengerang-ngerang sambil mengomeli Verna yang terus merekamku

“Awww.. awas kamu Ver ntar.. saya.. aahh.. liat aja.. oohh.. ntar!,”

“Yaah, kamu masa kalah sama Indah Ci, dia aja sudah ada bokepnya, sekarang saya juga mo bikin yang kamu nih,” ujarnya dengan santai “Hmm.. judulnya apa yah, Citra cewek A*****, wah pasti seru deh!”

Kini sampailah aku pada saat yang menentukan, tubuhku mengejang hebat sampai menekuk ke atas disusul dengan mengucurnya cairan cintaku seperti pipis. Si Kirno juga jadi ikut mengerang karena genggamanku pada penisnya jadi mengencang dan kocokanku makin bersemangat. Pak Imron sendiri belum memperlihatkan tanda-tanda akan klimaks, kini dia malah membalikkan tubuhku dalam posisi dogy tanpa melepas penisnya. Dia melanjutkan genjotannya dari belakang.

Waktu aku masih lemas dan kepalaku tertunduk, tiba-tiba si Dodo menarik rambutku dan penisnya sudah mengacung di depan wajahku. Akupun melakukan apa yang harus kulakukan, benda itu kumasukkan dalam mulutku. Kumulai dengan mengitari kepalanya yang seperti jamur itu dengan lidahku, serta menyapukan ujung lidahku di lubang kencingnya, selanjutnya kumasukkan benda itu lebih dalam lagi ke mulut dan kukulum dengan nikmatnya. Tentu saja hal ini membuat si Dodo blingsatan keenakan, penisnya ditekan makin dalam sampai menyentuh kerongkonganku, bukan cuma itu dia juga memaju-mundurkan penisnya sehingga aku agak kelabakan. Setiap kali Pak Imron menghujamkan penisnya penis Dodo semakin masuk ke mulutku sampai wajahku terbenam di selangkangannya, begitupun sebaliknya ketika Dodo menyentakkan penisnya di mulutku, penis Pak Imron semakin melesak ke dalamku. Pak Tarman yang menunggu giliran berlutut di sampingku sambil meremas payudaraku yang menggantung. Pak Imron mendekati puncak, dia mencengkam pinggulku erat-erat sambil melenguh nikmat, genjotannya semakin cepat sampai akhirnya menyemburkan cairan putih pekat di rahimku.

Sesudah Pak Imron mencabut penisnya, si Dodo mengambil alih posisinya. Namun sebelum sempat memulai, si Kirno menyela:

“Kamu dari bawah aja Do, masak dari tadi aku ngerasain tangannya aja sih, aku pengen ininya nih!,” katanya sambil mencucukkan jarinya ke anusku sehingga aku menjerit kecil.

Merekapun sepakat, akhirnya aku menaiki penis si Dodo yang berbaring telentang, benda itu masuk dengan lancarnya karena vaginaku sudah licin oleh cairan kewanitaanku ditambah lagi mani Pak Imron yang banyak itu. Kemudian dari belakang Kirno mendorong punggungku ke depan sehingga pinggulku terangkat. Aku merintih-rintih ketika penisnya melakukan penetrasi pada anusku.

“Uuhh.. waduhh.. sempit banget nih lubang!,” desahnya menikmati sempitnya anusku.

Kedua penis ini mulai berpacu keluar-masuk vagina dan anusku seperti mesin. Dodo yang berada dibawah menciumi leher depanku dan meninggalkan bekas merah.

“Ooohh.. aahh.. eenngghh,” suara lirih keluar dari mulutku setiap kali kedua penis itu menekan kedua liang senggamaku dengan kuat.

Disebelahku kulihat Verna sudah mulai dikerjai Pak Imron dan Tarman yang sudah tidak sabar karena penisnya belum kebagian jatah lubang dari tadi. Verna terus mensyutingku walaupun tangan-tangan jahil itu terus menggerayanginya, sesekali dia mendesah. Tangan Pak Tarman menyusup lewat bawah rok tenisnya dan kaos putihnya sudah disingkap oleh Pak Imron. Dengan cekatan, Pak Imron membuka kait BH-nya menyebabkan BH yang melingkar di dadanya itu jatuh, dan terlihatlah buah dada Verna yang montok dengan puting kemerahan yang mencuat. Pak Tarman langsung melumat yang sebelah kiri sambil tangannya menggosok-gosok kemaluannya dari luar, yang sebelah kiri diremas Pak Imron sambil menciumi lehernya. Ikat rambut Verna ditariknya hingga rambut indahnya tergerai sampai punggung.

“Aaahh.. jangan sekarang Pak.. sshh,” desah Verna dengan suara bergetar.

Pak Imron mengambil handycam dari tangan Verna dan meletakkannya di rak kecil pada ujung ranjang, diaturnya sedemikian rupa agar alat itu menangkap gambar kami semua. Desahan Verna makin seru saat jari-jari Pak Tarman keluar masuk vaginanya lewat samping celana dalamnya. Kedua payudaranya menjadi bulan-bulanan mereka berdua, keduanya dengan gemas meremas, menjilat, mengulum, juga memain-mainkan putingnya, seperti yang pernah kukatakan, payudara Verna memang paling menggemaskan diantara kami berempat. Pak Imron duduk berselonjor dengan bersandar pada ujung ranjang, disuruhnya Verna melakukan oral seks. Tanpa disuruh lagi Verna pun menunduk hingga pantatnya nungging. Digenggamnya penis yang hitam berurat itu, dikocok sejenak lalu dimasukkan ke mulutnya. Dari belakang, Pak Tarman menarik lepas celana dalamnya, lalu dia sendiri mulai menjilati kemaluan Verna yang sudah becek, posisi Verna yang menungging membuatnya sangat leluasa menjelajahi kemaluannya sampai anusnya dengan lidah. Mereka melakukan oral seks berantai.

Pak Imron memegang handycam dan mengarahkannya pada Verna yang sedang mengulum penisnya, terkadang alat itu juga diarahkan padaku yang sedang disenggamai Kirno dan Dodo. Sudah cukup lama aku bertahan dalam posisi ini, payudaraku rasanya panas dan memerah karena terus dikenyot dan diremas Dodo yang di bawahku, lalu Dodo menarik wajahku, bibir mungilku bertemu mulutnya yang monyong, lidahnya bermain liar dalam mulutku, wajahku juga dijilati sampai basah oleh ludahnya. Si Kirno yang sedang menyodomiku tangannya bergerilya mengelusi punggung dan pantatku. Mungkin karena sempitnya, Kirno orgasme duluan, dia mengerang dan mempercepat genjotannya hingga akhirnya dia melepas penisnya lalu buru-buru pindah ke depan untuk menyiramkan spermanya di wajahku. Pak Imron mendekatkan handycam itu saat sperma Kirno muncrat membasahi wajahku. Wajahku basah bukan saja oleh keringat, juga oleh ludah Dodo dan sperma Kirno yang kental dan banyak itu. Si Dodo bilang aku jadi lebih cantik dan menggairahkan dengan kondisi demikian, maka aku biarkan saja wajahku belepotan seperti itu, bahkan kujilati cairan yang menempel di pinggiran mulutku.

Lepas dari Kirno, aku masih harus bergumul dengan Dodo dalam posisi woman on top. Aku menggoyangkan pinggulku dengan liar diatas penisnya, aku makin terangsang melihat ekspresi kenikmatan di wajahnya, dia meringis dan mengerang, terutama saat aku membuat gerakan meliuk yang membuat penisnya seolah-olah dipelintir. Kamar ini bertambah gaduh dengan desahan Verna yang sedang disodoki Pak Tarman dari belakang, dari depannya Pak Imron menopang tubuhnya sambil menyusu dari payudaranya. Si Kirno yang sedang beristirahat diserahi tugas mensyuting adegan kami dengan handycam itu. Gila memang, kalau dilihat sekilas seperti sedang terjadi perkosaan massal di rumah ini, karena kalau dilihat dari fisik, mereka kasar dan hitam, selain itu mereka cuma kuli bangunan. Sedangkan tubuh kami terawat dan putih mulus bak pualam dengan wajah yang sedap dipandang karena kami dari golongan borju dan terpelajar. Pasti mereka ibarat kejatuhan bintang berkesempatan menikmati tubuh mulus kami.

Tidak sampai 10 menit setelah Kirno melepaskanku, tubuhku pun mulai mengejang dan kugoyangkan tubuhku lebih gencar. Akhirnya akupun kembali mencapai orgasme bersamaan dengan Dodo. Tubuhku ambruk telentang, si Dodo menyiramkan spermanya bukan hanya di wajahku, tapi juga di leher dan dadaku.

“Hei.. sialan lu, aku belum ngentot sama tuh cewek, udah lu mandiin pakai peju lu,” tegur Pak Tarman yang sedang menggenjot Verna dalam logat daerah yang kental.

“Huehehe.. tenang dong bos, suruh aja si non ini yang bersihin,” jawab Dodo sambil menarik kepala Verna mendekati wajahku, “Ayo non, minum tuh peju!”

Tanpa merasa jijik, Verna yang sudah setengah sadar itu mulai menjilati wajahku yang basah, lidahnya terus menyapu cairan putih itu hingga mulut kami bertemu. Beberapa saat kami berpagutan lalu lidah Verna merambat turun lagi, ke leher dan payudara, selain menjilati ceceran spema, dia juga mengulum buah dadaku, putingku digigitnya pelan dan diemut. Sebuah tangan lain mendarat di payudaraku yang satu. Aku melihat si Kirno sudah berlutut di sebelahku mengarahkan handycam ke arah kami.

Aku merasakan kedua pahaku dibuka, lalu kemaluanku yang sudah basah dilap dengan tisu. Si Dodo telah memposisikan kepalanya diantara pangkal pahaku dan lidahnya mulai menjilati pahaku. Diperlakukan demikian aku jadi kegelian sehingga paha mulusku makin mengapit kepala si Dodo. Lidahnya semakin mengarah ke vaginaku dan badanku menggeliat diiringi desahan ketika lidahnya yang basah itu bersentuhan dengan bibir vaginaku lalu menyapunya dengan jilatan panjang menyusuri belahannya. Lidah itu juga memasuki vaginaku lebih dalam lagi menyentuh klitorisku. Ooohh.. aku serasa terbang tinggi dengan perlakuan mereka, belum lagi si Kirno yang terus memilin-milin putingku dan Verna yang menjilati tubuhku. Dalam waktu singkat selangkanganku mulai basah lagi. Dodo mengisap vaginaku dalam-dalam sehingga mulutnya terlihat semakin monyong saja, sesekali dia mengapitkan klitorisku dengan bibirnya. Aku mengerang keras, kakiku mengapit erat kepalanya melampiaskan perasaan yang tak terlukiskan itu.

Aku mendengar Pak Tarman menjerit tertahan, tubuhnya mengejang dan genjotannya terhadap Verna makin kencang, ranjang ini semakin bergetar karenanya. Verna sendiri tidak kalah serunya, dia menjerit-jerit seperti hewan mau disembelih karena payudaranya yang montok itu digerayangi dengan brutal oleh Pak Tarman, selain itu agaknya dia pun sudah mau orgasme. Akhirnya jeritan panjang mereka membahana di kamar ini, mereka mengejang hebat selama beberapa saat. Keringat di wajah Verna menetes-netes di dada dan perutku dan dia jatuhkan kepalanya di perutku setelah Pak Tarman melepasnya. Pak Imron yang menunggu giliran mencicipi Verna langsung meraih tubuhnya yang masih lemas itu dan dinaikkan ke pangkuannya dengan posisi membelakangi. Tangannya yang kekar itu membentangkan lebar-lebar paha Verna dan menurunkannya hingga penis yang terarah ke vagina Verna tertancap. Penis itu melesak masuk disertai lelehan sperma Pak Tarman yang tertampung di rongga itu. Sejenak kemudian tubuh Verna sudah naik turun di pangkuan Pak Imron.

Puas menjilati vaginaku, kini si Dodo membalik tubuhku dalam posisi doggy. Penisnya diarahkan ke vaginaku dan dengan sekali hentakkan masuklah penis itu ke dalamku. Dodo memompakan penisnya padaku dengan cepat sekali sampai aku kesulitan mengambil nafas, kenikmatan yang luar biasa ini kuekspresikan dengan erangan dan geliat tubuhku. Kemudian Pak Tarman yang sudah pulih menarik kepalaku yang tertunduk lantas menjejali mulutku dengan penisnya. Jadilah aku disenggamai dari dua arah, selain itu payudaraku pun tidak lepas dari tangan-tangan kasar mereka, putingku dipencet, ditarik, dan dipelintir. Selama 15 menit diigempur dari belakang-depan akhirnya aku tidak tahan lagi, lolongan panjang keluar dari mulutku bersamaan dengan Verna yang juga telah orgasme di pangkuan Pak Imron, tak sampai 5 menit Dodo juga menyemburkan maninya di dalam rahimku.

Pak Tarman menggantikan posisi Dodo, aku dibaringkan menyamping dan diangkatnya kaki kananku ke bahunya. Dia mendorong penisnya ke vaginaku, oucchh.. rasanya sedikit nyeri karena ukurannya yang besar itu aku sampai merintih dan meremas kain sprei, padahal itu belum masuk sepenuhnya. Beberapa kali dia melakukan gerakan tarik-dorong untuk melicinkan jalan masuk bagi penisnya, hingga dorongan yang kesekian kali akhirnya benda itu masuk seluruhnya.

“Aakkhh.. sakit Pak.. aduh,” aku mengerang kesakitan karena dia melakukannya dengan agak paksa.

Dia berhenti sejenak untuk membiarkanku beradaptasi, baru kemudian dia mulai menggenjotku, frekuensinya terasa semakin meningkat sedikit demi sedikit. Urat-urat penisnya terasa sekali bergesekan dengan dinding vaginaku. Aku dibuatnya mengerang-ngerang tak karuan, mataku menatap kosong ke arah handycam yang sekarang sudah berpindah ke tangan Pak Imron.

Verna kini sedang digumuli oleh Kirno dalam posisi yang sama dan saling berhadapan denganku. Kuraih tangannya sehingga telapak tangan kami saling genggam. Kucoba berbicara dengannya dengan nafas tersenggal-senggal,

“Ahh.. Ver, yang ini.. ngghh.. gede.. amat”

“Iyah.. yang ini juga.. ahh.. gila.. nyodoknya mantap!” jawabnya

Kemudian aku merasa sebuah lidah menggelitik telingaku, ternyata itu si Dodo, tangannya tidak tinggal diam ikut bergerilya di payudaraku. Bulu kudukku merinding ketika lidahnya menyapu telak tenguk dan belakang telingaku yang cukup sensitif. Pak Tarman menyodokku demikian keras sambil tangannya meremasi pantatku, untung saja aku sudah terbiasa dengan permainan kasar seperti ini, kalau tidak tentu aku sudah pingsan sejak tadi.

Tiba-tiba Verna mendesah lebih panjang dan menggenggam tanganku lebih erat, tubuhnya bergetar hebat, nampaknya dia mau orgasme.

“Iyah.. terus mas.. ahh.. ahh.. Ci.. gua keluar.. akkhh!” desahnya bersamaan dengan tubuhnya menegang selama beberapa saat lalu melemas kembali.

Ternyata Kirno masih belum selesai dengan Verna, kini dia telentangkan tubuhnya, kaos tenisnya yang tersingkap dilepaskan dan dilemparnya, maka yang tersisa di tubuh Verna tinggal rok tenis yang mini, seuntai kalung di lehernya, dan sebuah arloji ‘Guess’ di lengannya. Kemudian dia menaiki dada Verna dan menyelipkan penisnya diantara kedua gunung itu dan mengocoknya dengan himpitan daging kenyal itu. Tak lama spermanya berhamburan ke wajah dan dada Verna, lalu Kirno mengusap sperma di dadanya sampai merata sehingga payudara Verna jadi basah dan berkilauan oleh sperma. Si Dodo yang sebelumnya menggerayangiku sekarang sudah pindah ke selangkangan Verna dimana dia memasukkan dua jari untuk mengobok-obok vaginanya dan mengelus-elus paha dan pantatnya.

Aku tinggal melayani Pak Tarman seorang saja, tapi tenaganya seperti tiga orang, bagaimana tidak sudah tiga kali aku dengan dia ganti posisi tapi masih saja belum menunjukkan tanda-tanda sudahan, padahal badanku sudah basah kuyup baik oleh keringat maupun sperma, suaraku juga sudah mau habis untuk mengerang. Sekarang dia sedang genjot aku dengan posisi selangkangan terangkat ke atas dan dia menyodokiku dari atas dengan setengah berdiri. Belasan menit dalam posisi ini barulah dia mencabut penisnya dan badanku langsung ambruk ke ranjang. Belum sempat aku mengatur nafas, dia sudah menempelkan penisnya ke bibirku dan menyuruhku membuka mulut, cairan putih kental langsung menyembur ke wajahku, tapi karena semprotannya kuat cairan itu bukan cuma muncrat ke mulut, tapi juga hidung, pipi, dan sekujur wajahku. Yang masuk mulut langsung kutelan agar tidak terlalu berasa karena baunya cukup menyengat.

Verna masih sibuk menggoyang-goyangkan tubuhnya diatas penis Dodo, kedua tangannya menggenggam penis Pak Imron dan Kirno yang masing-masing berdiri di sebelah kiri dan kanannya. Secara bergantian dia mengocok dan menjilati penis-penis di genggamannya itu. Kedua pria itu dalam waktu hampir bersamaan menyemburkan spermanya ke tubuh Verna. Seperti shower, cairan putih itu menyemprot dengan derasnya membasahi muka, rambut, leher dan dada Verna. Mereka nampak puas sekali melihat keadaan temanku seperti itu, Pak Imron yang memegang handycam mendekatkan benda itu ke arahnya.

“Mandi peju, tengah malam.. aahh..!” demikian senandung Pak Tarman menirukan irama sebuah lagu dangdut saat mengomentari adegan itu.

Setelah orang terakhir yaitu si Dodo orgasme, kami semua terbaring di ranjang spring bed itu. Kamar ini hening sejenak, yang terdengar hanya deru nafas terengah-engah. Verna telentang di atas badan Dodo, wajahnya nampak lelah dengan tubuh bersimbah peluh dan sperma, namun tangannya masih dapat menggosok-gosokkan sperma di tubuhnya serta menjilati yang menempel di jarinya.

Pak Tarman yang pulih paling awal, melepaskan dekapannya padaku dan berjalan ke kamar mandi, sebentar saja dia sudah keluar dengan muka basah lalu memunguti bajunya. Ketika kuli lainnya pun mulai beres-beres untuk pulang. Mereka mengomentari bahwa kami hebat dan berterima kasih diberi kesempatan menikmati ‘hidangan’ seperti ini dengan gratis. Verna memakai kembali bajunya untuk mengantar mereka ke pintu gerbang. Mereka berpamitan padaku dengan mencium atau meremas organ-organ kewanitaanku. Verna baru kembali ke sini 15 menit kemudian karena katanya dia diperkosa lagi di taman sebelum mereka pulang. Terpaksa deh aku harus mandi lagi, habis badanku jadi keringatan dan lengket lagi sih.

Beberapa hari ke depan sampai pembangunan selesai, mereka beberapa kali memperkosa Verna kalau ada waktu dan kesempatan, kadang kalau sedang tidak mood Verna keluar rumah sampai jam kerja mereka berakhir.


\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\


Cerita Andani Citra

Friday, September 21, 2012
Tukang Air, Listrik, dan Bangunan
Aku adalah anak kuliahan yang memiliki gairah seksualitas yang tinggi. Semenjak keperawananku direbut oleh kekasihku ketika SMA, aku selalu ingin melakukannya lagi dan lagi. Bahkan aku membayar orang untuk memuaskan nafsu seksualku ini. Terkadang aku suka membayangkan bagaimana rasanya bermain seks dengan para buruh kasar, pasti akan sangat menyenangkan, karena mereka memiliki tenaga yang besar dibandingkan anak-anak orang kaya yang tidak pernah mengerjakan apa-apa.

Ada seorang tukang air yang selalu mengangkut air minum untuk keluargaku. Orangnya sangat gagah, dan aku selalu menerka-nerka berapa “ukurannya” setiap kali dia mengantarkan minuman ke rumahku. Sehingga aku memikirkan sedikit rencana jahat untuk “ngerjain” dia. Wahyu selalu datang jam 10:00 setiap hari selasa, hari itu aku sudah siap-siap dengan rencanaku. Aku sudah menunggunya hanya dengan menggunakan handuk yang menutup tubuhku dari ketiak sampai pantat bawah, benar-benar minim. Dan aku juga tidak menggunakan apa-apa lagi di dalamnya. Dia pasti akan tergoda melihat pahaku yang putih mulus ini dengan dadaku yang berukuran 34B. Pas jam 10:00, ada orang datang dengan mengetuk pintu, aku berteriak tunggu berpura-pura bahwa aku sedang mandi. Dengan tergesa-gesa dan handuk yang agak acak-acakan aku membukakan pintu untuk Wahyu. Ternyata yang datang bukan Wahyu, tetapi tukang listrik, aku sedikit kaget, wah.. ada perubahan rencana nih, pikirku, tapi tak apalah, yang ini juga sangatlah gagah. Orang itu sedikit kaget karena aku hanya menggunakan handuk yang sangat minim. Tetapi aku tahu kalau “ade”-nya yang di dalam agak bangun melihat keadaanku.



Aku bersikap sangat biasa sambil minta maaf padanya karena lama membuka pintunya. Orang itu terlihat agak gugup, dan aku yakin dia pasti sangat ingin melihat di balik handukku ini. Berarti rencana tahap pertamaku berhasil. Aku melakukan rencana tahap keduaku, aku berpura-pura menjatuhkan bon yang dia berikan padaku dan aku mengambilnya dengan posisi membelakangi dia. Aku sangat yakin sekali kalau dia akan melihat pantatku. Dan seperti dugaanku, dia langsung menarik handukku. Aku berpura-pura kaget sambil menutup payudaraku dan kemaluanku. Dia hanya melihatku saja tanpa berkata apa-apa, tapi aku sangat yakin sekali dia sangat ingin menikmati tubuhku ini. Dengan perlahan-lahan kedua tanganku ini diturunkan, sehingga dia bisa menikmati tubuhku ini.

Setelah terdiam agak lama, dia tidak bereaksi sama sekali, aku pikir. Wah.. harus mulai duluan nih. Tapi ini benar-benar menjadi tantangan buatku. Aku mendekatinya, tangan kananku mengelus-elus “senjatanya” itu dari luar celana dan tangan kiriku memegang lehernya dan mendorong kepalanya ke arah payudaraku. Ketika mulutnya mencapai puncak dari payudaraku, rasanya sangat-sangatlah nikmat. Aku mengerang keenakan, dan tiba-tiba aku ingat kalau pembantuku ada di atas. Dengan bisikan yang sangat menggoda, “Mmmhh.. kita pindah.. mmhh.. ke kamarku yuk! Ada si bibi di atas.. eeuuhh.. enak banget,” tiba-tiba dia mengangkatku dengan posisi kakiku di pinggangnya dan kepalanya masih menikmati payudaraku. Tiba-tiba pintu terbuka dan Wahyu menongol dari pintu, aku begitu kaget. Hampir saja tukang listik itu menjatuhkan aku. Wahyu masuk perlahan-lahan, sambil tersenyum, dia berkata, “Wah.. lagi asyik nih, ikutan boleh nggak?” Aku tersenyum dan kemudian tukang listrik itu berjalan perlahan-lahan takut menabrak tembok dan meja diikuti oleh Wahyu. “Kamarnya dimana, Neng?” tanyanya padaku dengan mulutnya yang masih di payudaraku, rasanya benar-benar menggetarkan hatiku. “Itu.. aahh.. di situ.. di sebelah kiri.. ahh..!” aku benar-benar sangat menikmatinya dan sambil membayangkan dua orang yang akan memuaskanku.

Setelah meletakkanku di atas tempat tidur, Wahyu langsung menutup dan mengunci pintunya. Kupasang kaset keras-keras supaya si bibi tidak mendengar yang sedang terjadi di dalam kamarku. Kemudian Wahyu dan tukang listrik itu langsung membuka bajunya dan celananya masing-masing, lalu terlihatlah batang kesukaanku yang sudah berdiri keras, batang kemaluan mereka sangatlah besar dan panjang, aku baru melihat kemaluan sebesar itu sampai terbengong-bengong melihatnya. Secara tiba-tiba Wahyu langsung menyerbu kemaluanku yang sedari tadi sudah basah. Dia langsung melumatnya dalam-dalam di dalam mulutnya, aku berdesis keenakan, “Aaahh.. enaakk!” Lalu tukang listrik itu melumat payudaraku dan tangannya yang satu lagi meremas-remas payudaraku yang lain. Aku berteriak-teriak kecil menahan keenakan yang mereka perlakukan padaku. “Wahyu.. aku tak tahan lagi, masukin sekarang juga Yu!” tapi Wahyu tetap ngotot menikmati kemaluanku.

Kemuadian tiba-tiba ada bunyi gedoran di jendela kamarku, ternyata di situ ada tukang bangunan yang sedang membangun rumahku. Kemuadian dia teriak, “Wey.. ikutan donk!” Wahyu langsung memberi tanda agar si tukang bangunan masuk ke dalam. Si tukang listrik membukakan kunci pintu dan masuklah si tukang bangunan. Sambil tertawa, “Wah.. sudah lama saya ingin menikmati tubuhnya si Neng ini, akhirnya kesampean juga.” Kemudian dia membuka baju dan kulihat batangnya lebih besar dari Wahyu dan tukang listrik. Aku langsung berfikir, Wah.. bisa lemas nih aku melayani ketiga batang yang besar-besar ini. Wahyu mengambil posisi di payudaraku yang kiri dan tukang listrik di sebelah kanan dan tukang bangunan di kemaluanku. Kemudian ketiga jagoan ini memulai aksinya.

Tukang bangunan itu sangatlah ahli dalam memainkan lidahnya, dia terus menyedot-nyedot kemaluanku kemudian menggigitnya dan memasukkan lidahnya ke lubang kemaluanku. Wahyu melumat-lumatkan puncak payudaraku dan kadang-kadang menggigitnya. Dan si tukang listrik juga melakukan hal yang sama, tetapi dia lebih ganas, dia memasukkan seluruh payudaraku ke dalam mulutnya. Aku tidak tahan menghadapi mereka semua, sangat enak sekali. “Aaahh.. nggak tahan nih.. mau keluar.. ahh..” akhirnya aku mencapai orgasme yang sempat tertunda tadi. Wahyu dan kedua tukang itu berebut menjilati cairan yang keluar dari lubang kemaluanku, benar-benar membuatku melayang di udara. Dengan setengah merem-melek aku tak sadar kalau posisinya telah berubah sekarang. Wahyu tiduran dan mukaku tepat di atas batangnya yang besar itu, si tukang bangunan di belakangku sudah siap memasukkan batang kemaluannya ke dalam lubang kemaluanku dan si tukang listrik siap menikmati payudaraku yang terjuntai ke bawah. Permainan pun dimulai, si tukang bangunan mulai menggenjot di belakangku, aku merasakan setiap gesekannya sangatlah nikmat karena batangnya yang besar itu. Sementara mulutku menikmati batangnya si Wahyu yang sedari sudah tak sabar ingin kucoba. Dan tukang listrik itu sangat menikmati payudaraku. “Aaahh.. ahh..” Wahyu dan tukang bangunan mengerang keenakan. “Mmmhh.. nyam-nyam..” si tukang listrik menikmati setiap jengkal payudaraku. Dan aku, aku sampai tidak bisa berkata apa-apa saking enaknya.

Tiba-tiba genjotannya tukang bangunan makin cepat, aku rasa dia sudah mau keluar tapi aku masih belum mau keluar, dan kemudian.. “Croot.. croott..” diikuti erangan keenakan dari si tukang bangunan. “Aaahh..!” kemudian dia mencabut batangnya dari lubangku, aku melepas emutanku pada batangnya Wahyu dan dengan sedikit berteriak kepada tukang listrik, “Ayo cepat gantiin dia!” Si tukang listrik langsung menggantikan posisinya tukang bangunan, dan si tukang bangunan tergeletak di samping, dan batangnya sekarang sudah terlihat layu. Kemudian tak lama Wahyu pun orgasme, tapi aku terus menyedot-nyedot batangnya. Ternyata sodokannya tukang listrik lebih mantap dari tukang bangunan, tak lama kemudian aku orgasme yang kedua. Melihat itu bukannya berhenti, dia terus menggenjotnya sampai akhirnya dia pun orgasme.

Wahyu yang sudah mencapai orgasme tidak mau kalah dengan kedua tukang itu, dia langsung menyodokkan batangnya ke dalam lubang kemaluanku dan memaksaku untuk melayani nafsunya itu. Dia masih terus menggenjot padahal aku sudah sangat capai dan hampir mencapai orgasme lagi. Kedua tukang itu sekarang menonton kami sambil berteriak-teriak, “Ayo Yu.. terus.. terus!” aku benar-benar capai. Dan secara tiba-tiba mereka bertiga menyerangku dan mulai menjilati, mengulum, menggigit seluruh tubuhku, aku tak tahan lagi dan akhirnya orgasme lagi dan begitu juga Wahyu. Dan mereka bertiga langsung menjilati kemaluanku yang sudah banyak cairan baik itu sperma dan cairan dari kemaluanku.

Kemudian secara serentak mereka main kasar kepada tubuhku, si tukang bangunan duduk di perutku dan meremas-remas payudaraku, si tukang listrik menggigit-gigit kemaluanku dan memasukkan tangannya ke dalam lubang kemaluanku. Dan Wahyu lagi-lagi mita agar batangnya dikocok olehku. Mereka memaksaku, tapi aku sangat menyukai gerakan brutal ini sampai akhirnya aku orgasme. Benar-benar pengalaman yang memuaskan. Mereka bertiga sudah akan memulai lagi tetapi dengan sangat terpaksa aku memberhentikannya, “Jangan sekarang lagi donk! aku dah capek ngelayanin kalian bertiga. Besok kita main lagi yah.” Akhirnya mereka setuju dan masing-masing mengenakan pakaiannya lagi dan pamit pulang sambil mencium kemaluanku. Aduh, aku benar-benar puas dan aku menunggu besok datang, tapi sekarang aku mau tidur dulu buat persiapan besok.


\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\


Cerita Andani Citra

Monday, October 15, 2012
Kost Si Dimas
Dua mingguan setelah peristiwa ‘Akibat Main Mobil Goyang’ aku sedang makan di kantin mahasiswa bersama Ratna. Kami ngerumpi sambil menunggu jam kuliah berikutnya, saat itu jam 12.00 jadi kantin sedang- penuh-penuhnya. Waktu sedang larut dalam canda tawa, tiba-tiba pundakku ditepuk dari belakang dan orang itu langsung duduk di sebelah kiriku.

“Helo girls, gabung yah, penuh nih !” sapa orang itu yang ternyata si Dimas, salah satu playboy kampusku yang dua minggu lalu terlibat ML denganku (baca Akibat Main Mobil Goyang)

“Penuh apa alasan buat bisa deketin kita, heh ?” goda Ratna padanya.

“Iya nih, dasar, itu tuh disana aja kan ada yang kosong, hus…hus..!!” kataku dengan nada bercanda

“Maunya sih…cuma kalo gua disana takutnya ada yang merhatiin gua, jadi mendingan gua deketin sekalian” kelakarnya dengan gaya khas seorang playboy.

“Gila ga tau malu amat, jijay lo !” sambil kucubit lengannya

Kami bertiga menikmati makan dan obrolan kami semakin seru dengan datangnya pemuda ini. Harus kuakui Dimas memang pandai berkomunikasi dengan wanita dan menarik perhatian mereka. Dalam empat sekawan geng-ku saja dia sudah pernah menikmati petualangan sex dengan tiga diantaranya (termasuk aku), tinggal si Indah yang belum dia rasakan.



“Kuliah jam berapa lagi nih kalian ?” tanyanya

“Gua sih masih lama, jam tiga nanti, pulang tanggung” jawabku

“Kalo gua sih sebentar lagi jam satu masuk, BT deh kuliahnya Bu Dinah yang killer itu” jawab Ratna sambil mengelap mulutnya dengan tisu.

“Halo Ci….hai Nana (Ratna) !” sapa Indah yang tiba-tiba nongol dari keramaian orang lalu duduk di sebelah Ratna.

Hari itu Indah tampil dengan penampilan barunya yaitu rambutnya yang panjang itu dicat coklat sehingga nampak seperti cewek indo. Dia terlihat begitu menawan dengan baju pink yang bahunya terbuka dipadu celana panjang putih.

Kuperkenalkan Dimas pada Indah, berbeda dengan kami bertiga yang dari fakultas yang sama, Sastra Inggris, Indah berasal dari Fakultas Ekonomi sehingga dia belum mengenal Dimas. Begitu kenal dengan Indah, Dimas langsung beraksi dengan kata-kata dan pujian gombalnya. Dengan sifat Indah yang gaul itu mereka cepat akrab dan omongannya nyambung.

“Dasar aligator darat” begitu gumamku dalam hati sambil menyedot minumanku.

Tak lama kemudian HP Ratna berdering lalu dia pamitan karena ada janji mau mengerjakan tugas kelompok dengan temannya di perpustakaan. Jadi sekarang tinggallah kami bertiga.

“Ngapain yah enaknya sambil nunggu, bosen kan disini terus ?” kata Indah setelah menghabiskan kentang goreng dan minumnya. Ternyata dia sedang menunggu kuliah jam tiga juga.

“Ke kost gua gimana ? gua sih dah beres ga ada apa-apa lagi” usul Dimas

Kami pun mengiyakan daripada menunggu dua jam lebih di kampus, di kostnya kan banyak film jadi bisa nonton dulu. Kami pun berjalan ke gerbang samping yang menuju ke kostnya setelah membayar makan.

Hanya dalam lima menit kami sudah tiba di tujuan. Kostnya cukup besar dan bagus karena termasuk kost yang mahal di daerah sini, terdiri dari dua tingkat dengan kamar mandi di kamar masing-masing. Penghuninya campur pria-wanita, tapi menurut Dimas lebih dari setengahnya wanita, makannya dia betah di sini.

“Welcome to my room, sori yah rada berantakan” dia membukakan pintu dan mempersilahkan kami masuk ke kamarnya di tingkat dua.

Ini bukan pertama kalinya aku ke sini, aku bahkan pernah ML disini saat one night stand dengannya. Pada temboknya terpampang beberapa poster pemain sepak bola, juga ada sebuah poster anime Kenshin. Foto pacarnya yang kuliah di luar negri dipajang diatas meja belajarnya yang sedikit acak-acakan. Kami ngobrol-ngobrol sambil menikmati snack hingga akhirnya obrolan kami mulai menjurus ke masalah seks. Dimas tanpa basa-basi menawarkan nonton film bokep koleksinya, dipilihnya salah satu vcd bokep Jepang favoritnya. Aku tidak ingat judulnya, yang pasti adegannya membuatku merinding. Kami bertiga hening menatapi layar komputer seakan terhanyut dalam adegan yang pemerkosaan masal seorang wanita oleh beberapa pria, sperma pria-pria itu berhamburan membasahi si wanita.

Darahku serasa memanas dan selangkanganku mulai basah. Indah di sebelahku juga mulai gelisah, dia terlihat menggesek-gesekkan kedua pahanya. Dan, si Dimas….oh dia meremas-remas tangan Indah, dia juga mulai berani mengelus lengannya. Melihat reaksi Indah yang malu-malu mau dan sudah terangsang berat, Dimas makin berani mendekatkan mulutnya ke pundak Indah yang terbuka. Indah menggelinjang kecil merasakan hembusan nafas Dimas pada leher dan pundaknya. Karena sudah merasa horny, ditambah lagi Dimas dan Indah mulai beraksi, akupun tidak malu-malu lagi mengekspresikan nafsuku pada Indah yang duduk paling dekat denganku. Tanganku merayap lewat bagian bawah bajunya dan terus menyelinap ke balik bra-nya. Aku dapat merasakan putingnya makin mengeras ketika kumain-mainkan dengan jariku. Mulutku saling berpagutan dengannya, lidah kami saling beradu dan bertukar ludah. Sementara di sebelah sana, Dimas mulai menjilati leher dan pundaknya, disibakkannya rambut panjang itu lalu dihirupnya wangi tubuhnya sebelum cupangannya berlanjut ke leher dan belakang telinganya.

Indah mendesah tertahan menikmati perlakuan ini, tangannya mulai bergerak meraih penis Dimas yang masih tertutup celana jeansnya, diraba-rabanya benda yang sudah mengeras itu dari luar. Ciuman Dimas menurun lagi ke bahu Indah sambil menurunkan pakaian dengan bahu terbuka itu secara perlahan-lahan, suatu cara profesional dan erotis dalam menelanjangi seorang wanita. Aku juga ikut menurunkan pakaian Indah dari sebelah kiri sehingga pakaian itu sekarang menggantung di perutnya. Dengan cekatan Dimas menurunkan cup BH kanannya dan langsung melumatnya dengan rakus. Indah melenguh merasakan payudaranya dihisap kuat oleh Dimas. Aku sekarang melepaskan pakaianku sendiri hingga bugil lalu mendekati Dimas yang sudah merebahkan tubuh Indah di ranjangnya. Kupeluk pinggangnya dari belakang dan melepaskan sabuknya disusul resleting celananya. Dimas berhenti sejenak untuk membiarkanku melucuti dirinya, disaat yang sama Indah juga melepasi pakaiannya. Kini kami bertiga sudah telanjang bulat. Kami menyuruh Dimas rebahan di ranjang agar bisa menservis penisnya. Penis yang sudah mengeras kukocok dan kujilati, lalu kumasukkan ke mulutku.

Bersama dengan Indah, kami bergantian melayani ‘adik’ Dimas dengan jilatan dan emutan. Indah melakukan aktivitasnya dengan terngkurap diatas tubuh Dimas dengan kata lain mereka dalam posisi 69, jadi Dimas bisa menikmati vagina Indah sementara kami berdua menikmati penisnya. Dimas sangat menikmati vagina Indah, hal ini nampak dari cara dia menjilat dan menyedot liang itu, terkadang suara hisapannya terdengar jelas sehingga membuat Indah mengerang pendek. Beberapa menit kemudian Indah mengerang lebih panjang dan suara seruput Dimas terdengar lebih jelas, ternyata Indah sudah mencapai orgasme pertama. Dimas mengganti posisi, Indah disuruh telungkup di ranjang dan pantatnya diangkat menungging, Dimas sendiri mengambil posisi di belakangnya dan mengarahkan senjatanya ke vagina Indah. Indah merintih sambil meremas sprei menikmati penis Dimas melesak masuk membelah bibir bawahnya. Ketika penis itu masuk sebagian, Dimas menghentakkan pinggulnya dengan bertenaga sehingga penisnya amblas seluruhnya dalam vagina Indah. Tubuhnya tersentak pelan dengan mata membelakak diikuti dengan erangan nikmatnya.

Dimas memompa Indah dengan gerakan-gerakan yang mantap dan erotis sehingga Indah tidak sanggup berkata apa-apa selain mengap-mengap keenakan. Kedua tangannya menjelajahi payudara Indah yang berukuran sedang tapi padat, kedua putingnya dipencet-pencet atau dipelintir. Aku sendiri yang tidak tahan hanya menonton mengambil posisi berselonjor di depan Indah, kedua pahaku kubuka lebar dan kudekatkan ke wajah Indah.

“Dah…jilatin punya gua yah…ga tahan nih !”

Indah mulai menjilati paha dan vaginaku, lidahnya menari-nari menggelikitik klitorisku yang sudah menegang sementara tangannya meraih payudaraku dan mencubit-cubit putingku. Lidah Indah memberi rangsangan tak terkira pada kemaluanku sehingga aku tidak tahan untuk tak mendesah. Desahan kami bertiga pun terdengar memenuhi kamar ini. Kami berganti posisi menjadi woman on top, Indah bergoyang di atas penis Dimas dan aku naik ke wajah Dimas berhadapan dengan Indah, kini vaginaku dilayani oleh Dimas dengan lidahnya.

Sambil terus bergoyang aku berciuman dengan Indah, aku kembali menikmati lidah sesama jenisku, kami bercipokan sambil mengeluarkan desahan-desahan tertahan. Ciuman Indah terus turun ke leherku hingga berhenti di payudara kananku, sebuah gigitan kecil disertai hisapan pada daerah itu membuatku menggeliat, disusul tangan Dimas menjulur dari bawah mencaplok yang kiri. Ooohh…sepertinya bagian sensitifku diserang semua, lidah Dimas yang dikeraskan itu melesak masuk lebih dalam dan bergoyang menggelikitik dinding kemaluanku, tangannya yang satu meremas dan sesekali menepuk pantatku yang sekal. Aku semakin erat mendekap Indah sambil satu tanganku meremas payudaranya. Tak lama kemudian aku merasa sesuatu yang mendesak keluar dari bawah sana, ahh…aku tak sanggup lagi menahan cairan cinta yang mulai membasahi vaginaku. Hal yang sama juga dialami Indah tak lama kemudian, dia melepas emutannya pada putingku, nafasnya makin memburu dan dia menaik-turunkan tubuhnya dengan lebih cepat.

Tubuh kami berdua mengejang hebat dan erangan klimaks keluar dari mulut kami. Dimas menusuk-nusukkan jarinya ke vaginaku membuat cairan itu makin membanjir dan tubuhku makin tak terkendali, aku mendesah panjang tanpa mempedulikan rasa sakit dari kuku Indah yang mencakar lenganku. Cairanku diseruput Dimas dengan rakusnya, vagina Indah juga mengeluarkan banyak cairan sehingga menimbulkan bunyi kecipak air. Goyangan kami mulai mereda, kami berpelukan menikmati sisa-sisa orgasme barusan, kami menghimpun nafas kami yang kacau balau, keringat seperti embun membasahi dahi dan tubuh kami. Akhirnya kujatuhkan diriku ke samping dan Indah jatuh di dekapan Dimas. Dimas menoleh ke samping bertatapan muka denganku lalu mengembangkan senyum, nampak mulutnya masih basah oleh cairan cintaku. Hebat juga dia, bisa membuat dua wanita klimaks dalam waktu hampir bersamaan, begitu pujiku dalam hati.

“Gimana girls, ready for next round ? gua belum keluar nih” katanya sambil mengelus rambut panjang Indah.

“Hhhh…lu duaan aja dulu deh, gua kumpul tenaga dulu. Heh sialan lu Ndah, pakai cakar-cakaran segala sakit tau, nih !” omelku memperlihatkan bekas cakaran di lengan kiriku yang sedikit berdarah sambil mencubit lengannya.

“Hihihi…sory dong Ci, tadi kan kita lagi lupa daratan lagi, yang penting kan enjoy juga” jawabnya santai sambil tersenyum kecil.

Sebentar kemudian Dimas sudah membalikkan tubuh Indah menjadi telentang dibawahnya, lalu kembali penisnya dimasukkan ke vagina Indah diiringi desahannya. Ranjang ini sudah mulai bergetar lagi oleh goyangan tubuh mereka. Sambil menggenjot Dimas meraih payudaraku dan memencetnya lembut sebagai sinyal mengajakku segera bergabung.

“Ntar yah, gua mo minum dulu nih, haus” kataku sambil bangkit berdiri dan mengambil sebuah gelas, aku membuka kran dispenser yang terletak di dekat jendela untuk mengisi air.

Ketika sedang meneguk air tiba-tiba aku mendengar suara kresek-kresek di pintu. Kutajamkan pendengaranku dan melihat ada seperti bayangan di celah bawah pintu, pasti seseorang mengintip kami pikirku. Aku tadinya bermaksud memberitahu mereka, tapi sebaiknya kuselidiki sendiri karena mereka sedang sibuk berpacu dengan nafsu sampai tidak begitu menghiraukanku. Kusingkap sedikit tirai jendela untuk melihat siapa di luar sana, ada seseorang pria sedang menempelkan telinganya pada pintu, dia juga berusaha mencari-cari lubang untuk mengintip, tapi wajahnya tidak jelas. Dalam pikiranku terbesit sebaiknya kuajak saja dia untuk meramaikan, mumpung aku daritadi belum dimasuki penis karena Dimas sedang asyik menggumuli Indah. Maka sebelumnya aku melihat dulu sekeliling apa ada orang lain lagi selain dia, letak kamar ini cukup strategis agak ujung dan jauh dari keramaian, setelah yakin tidak ada siapapun lagi selain pengintip ini kuberanikan diri membuka pintu mengejutkannya. Pelan-pelan gagang pintu kuputar dan…hiya…orang itu terdorong masuk karena sedang menyandarkan tubuhnya pada pintu, dengan cekatan pintu kembali kututup. Orang itu benar-benar terkejut, bingung, dan terangsang melihat sekelilingnya bugil dan ada yang bersenggama pula.

Dimas dan Indah yang sedang berasyik-masyuk kontan ikut terkejut, Indah menyambar guling untuk menutupi tubuhnya dan menjerit kecil. Belakangan aku tahu dia adalah kacung di kost ini, namanya Dadan, usianya masih 17 tahun, anaknya tinggi kurus dan berkulit sawo matang. Tadinya dia cuma mau mengambil barang di gudang yang kebetulan harus lewat kamar ini, ketika itu lah dia mendengar suara-suara aneh dan terpancing untuk mendengar dan mengintipnya. Dia langsung tertunduk-tunduk minta maaf berkali-kali karena dimarahi Dimas yang merasa gusar diintip olehnya. Namun ketika Dimas merenggut kerah baju pemuda itu dan hendak memukulnya buru-buru aku mencegah dan menenangkan si Dimas yang bertemperamen tinggi.

“Ehhh…udah-udah, dia kan ga sengaja tadi, kita juga yang salah terlalu keras suaranya…udah lu sana aja terusin pestanya sama Indah, biar dia gua yang urus, lagian di sini kurang cowoknya” bujukku mengedipkan sebelah mata pada Dimas.

Kuelus-elus dada Dimas dan berusaha menenangkannya, setelah kubujuk-bujuk akhirnya dia mundur juga.

“Tenang Mas, lu orang terusin aja, biar gua urus yang ini”

Akupun tersenyum padanya mencoba mengajak bicara sambil memegangi kedua lengannya, kurasakan tubuhnya masih agak gemetar dan tertunduk, entah karena tegang, kaget, atau malu.

“Nama lu Dadan ya ?” tanyaku dengan lembut dan dijawab dengan anggukan kepalanya.

“Lu tadi udah ngeliat apa aja Dan ?” tanyaku lebih lanjut

“Belum liat apa-apa kok Non, sumpah…saya cuma denger suara-suara terus saya cari tau” jawabnya terbata-bata

“Terus kamu tau apa yang kita kerjain barusan itu ?” dijawab lagi dengan anggukan kepala

“Kamu pernah ngerasain ngentot sebelumnya ?”

“Nggak pernah Non, paling cuma liat di VCD sambil coli”

“Ya udah Dan, berhubung kamu udah disini gimana kalau mbak ajarin kamu soal gituan” aku tersenyum lagi dan mengangkat wajahnya yang tertunduk, walaupun gugup tapi matanya terus ke arah tubuhku yang polos, sebentar-sebentar juga melihat ke arah Indah.

“Sini Mbak bukain bajunya, biar enakan, ayo…jangan malu-malu disini semua bugil kok !” kulucuti pakaiannya tanpa menunggu responnya, dia masih malu-malu menutupi penisnya dengan tangan.

Kutepis tangannya dan kugenggam penis yang masih setengah tegang itu, aku berlutut di depannya dan mulai menjilati benda itu, kemasukkan bagian kepalanya ke mulutku dan kuemut pelan. Aku melirik ke atas melihat reaksi wajahnya dengan mata merem-melek dan menelan ludah memperhatikan aku mengoralnya. Makin kukocok benda itu terasa makin keras dan besar, memang ga jumbo size sih, namanya juga ABG, tapi kerasnya lumayan.

“Hmmmhhh…Mbak…geli mbak !” erangnya gemetaran.

“Udah jangan cerewet, dikasih enak gratisan malah bawel, nanti juga ketagihan kok” jawabku.

Tiba-tiba terdengarlah suara musik heavy metal mengalun di kamar ini, sambil terus menyepong kulirikkan bola mataku ke arah suara. Ternyata si Dimas menyalakan MP3 di komputernya dan menyetel volume suaranya untuk meredam suara kami. Kemudian mereka yang tadinya melongo memperhatikanku mengerjai anak muda sudah mulai lagi dengan kesibukan mereka. Kini Dimas menaikkan kedua tungkai Indah ke bahunya dan kembali melesakkan penisnya ke vaginanya. Setelah beberapa kumainkan dalam mulutku, penis itu mulai berkedut-kedut, pemiliknya juga mendesah makin tak karuan. Akupun semakin dalam menelan benda itu hingga menyentuh daging lunak di tenggorokanku.

“Mbak…ohhh…enakk banget mbak…aahhh !” desahnya panjang bersamaan dengan spermanya yang ngecret di dalam mulutku

Pipiku sampai kempot mengisap dan menelan cairan itu dengan nikmat, tak setetes pun tertinggal. Kemudian akupun bangkit berdiri sambil tetap menggenggam penisnya yang masih ngaceng tapi agak berkurang tegangnya.

“Gimana Dan, pernah diginiin ga sama cewek sebelumnya, rasanya gimana ?” tanyaku dengan senyum nakal.

“Baru pertama kali mbak…he-eh emang enak banget” katanya masih dengan nafas terengah-engah.

“Ini baru pemanasan Dan, masih banyak yang lebih enak kok, yuk sini deh !” kataku seraya menaikkan pantat ke meja belajar dan mekangkangkan kedua belah paha mulusku.

Kubimbing penisnya ke arah vaginaku yang terkuak lebar, setelah tepat sasaran kusuruh dia menggerakkan pinggulnya ke depan. Blesss….terbenamlah penis itu ke dalamku diiringi desahan nikmat kami. Tanpa kuajari lagi dia mulai menggerak-gerakkan pinggulnya maju-mundur, sodokannya walaupun terasa makin mantap tapi rasanya masih ada yang kurang yaitu dia tidak memberi rangsangan pada bagian sensitifku lainnya, maklumlah namanya juga perjaka, masih amatiran. Aku harus terus berinisiatif mengajarinya, maka kutarik kepalanya mendekati payudaraku yang membusung, kusuruh dia mengeyotnya sepuas hati. Barulah dia mulai berani menjilati dan mengulum payudaraku, bahkan tangan satunya kini aktif menggerayangi payudaraku yang lain.

Entah karena terlalu nafsu atau kelepasan dia gigit putingku yang kanan dengan cukup keras, sampai aku menjerit.

“Aakkhh…Dan sakit, jangan keras-keras dong !”

Di seberang sana Indah sudah dibuat orgasme entah yang keberapa kalinya. Tak sampai lima menit berikutnya Dimas pun mendesah panjang mencapai klimaksnya, dia mencabut penisnya dari vagina Indah dan menumpahkan isinya diatas perut rata Indah. Merekapun roboh bersebelahan, Indah mengusap-ngusapkan sperma itu ke tubuhnya dan menjilati sisi-sisanya di jari. Dadan masih terus menyodokku dari depan, gairahku makin memuncak saja, vaginaku terasa makin panas akibat gesekan dengan penisnya, suara erangan kami terlarut bersama dengan dentuman musik rock dari komputer. Bosan dengan posisi ini, dia memintaku ganti gaya. Sekarang kami melakukannya dengan gaya berdiri, aku berpegangan pada tepi meja sambil disodok dari belakang, dengan posisi demikian tangannya lebih bebas menggerayangi payudaraku yang bergantung, putingku dipencet dan dipilin-pilin terkadang agak kasar sampai benda itu mencuat tegang.

“Dan…tambah cepet dong…mbak udah mau nih…!!” aku mengerang lirih saat kurasakan klimaks sudah diambang.

“Ooohhh…ahhh…saya juga….kok rasanya tambah…enak mbak” sahutnya dengan menambah goyangannya

“Keluarin di…dalam….jangan cabut kontol lu…ahh” kataku dengan suara bergetar

Kamipun mencapai orgasme bersama, tubuhku menggelinjang hebat, aku berteriak seolah mengiringi lagu di komputer, kepalaku terangkat dan mataku merem-melek. Si Dadan juga mendesah nikmat merasakan orgasme pertamanya bersama seorang wanita. Spermanya menyembur banyak sekali di dalam rahimku, cairan hangat dan kental itu juga membasahi daerah selangkanganku serta sebagian meleleh turun ke pahaku. Tubuhku lemas bersimbah peluh dan jatuh terduduk di kursi terdekat. Kubentangkan pahaku lebar-lebar agar bagian itu mendapat angin segar, soalnya rasanya panas banget setelah begitu lama bergesekan. Liang kenikmatanku nampak menganga dan sisa-sisa cairan persengamaan masih menetes sehingga membasahi kursi di bawahnya.

“Saya mau lagi dong Mbak, abis memek Mbak legit banget sih, lagi yah Mbak !” pintanya sambil menggenggam penisnya yang masih tegang itu di dekat wajahku.

“Iyah, tapi nanti yah, Mbak istirahat sebentar” jawabku sambil mengelap keringat di wajahku dengan tisu.

Kulihat Dimas bangkit dan mendekatiku, senjatanya sudah dalam posisi siap tempur lagi setelah cukup istirahat. Dia belai rambutku dan meraih tanganku untuk digenggamkan pada penisnya.

“Yuk, Cit…sambil kumpulin tenaga, kasih senjata gua amunisi dulu dong !” pintanya

Akupun memijati benda itu diselingi jilatan. Melihat si Dadan yang bengong aku pun menarik tangannya menyuruh berdiri di sisi kananku. Maka dihadapanku sekarang mengacunglah dua batang senjata yang saling berhadapan dan masing-masing kugenggam dengan kedua tanganku. Kugerakkan tangaku mengocok keduanya, mulutku juga turut melayani silih berganti.

Merasa cukup dengan pemanasan, Dimas menyuruhku berhenti, dan menyuruhku bangun dulu, lalu dia duduki kursi itu baru menyuruhku duduk lagi di pangkuannya (sepertinya mau gaya berpangkuan deh). Dengan agak kasar dia menyuruh Dadan menyingkir

“Heh, sana lo….kali ini giliran gua tau, jangan ganggu lagi !”

“Eee…udah jangan galak ah, gitu-gitu juga dia kan yang bantu-bantu lu orang di sini” sahutku mengelus lengan Dimas.

“Dan lu minta mbak yang itu aja buat ngajarin lu” lanjutku “Dah mau yang ajarin dia bentar kan, masih pemula nih”

Sekarang Dadan tidak segrogi saat pertama main denganku barusan, dia menindih tubuh Indah yang masih terbaring. Indah mengajarinya teknik berciuman, nampaknya Dadan cepat dalam mempelajari teknik-teknik bercinta yang kami ajarkan, sebentar saja dia sudah nampak beradu lidah dengan panasnya bersama Indah, tangannya juga kini lebih aktif menjelajahi lekuk-lekuk tubuh Indah memberi rangsangan. Indah yang gairahnya sudah bangkit lagi merespon dengan tak kalah hebat. Dia berguling ke samping sehingga dia kini di atas Dadan, lidahnya tetap bermain-main dengan lidah lawannya sementara tangan lembutnya meraih penis pemuda tanggung itu serta mengocoknya, Dadan mendesah-desah tak karuan menghadapi keliaran Indah. Indah membimbing penis itu memasuki vaginanya, dengan posisi berlutut dia turunkan tubuhnya hingga penis itu melesak masuk ke dalamnya. Kemudian mulailah dia menaik-turunkan tubuhnya dengan gencar membuat pemuda tanggung itu kelabakan. Kedua tangan Dadan mencengkram kedua payudara Indah dan meremasinya dengan bernafsu.

Di tempat lain aku sedang asyik menggoyangkan tubuhku di pangkuan Dimas. Vaginaku dihujam penisnya yang sekeras batu itu. Otot-otot kemaluanku serasa berkontraksi makin cepat memijati miliknya. Tangannya yang mendekapku dari belakang terus saja menggerayangi payudaraku dengan variasi remasan lembut dan kasar. Kutengokkan wajahku agar bisa berciuman dengannya, lidah kami saling membelit dan beradu dengan panasnya. Beberapa menit kemudian mulutnya merambat ke telingaku, dengusan nafasnya dan jilatannya membuatku merinding dan makin terbakar birahi. Mulutnya terus mengembara ke tenguk, leher, dan pundakku meninggalkan bekas liur maupun bercak merah. Tanpa terasa goyangan tubuh kami semakin dahsyat sampai kursinya ikut bergoyang, kalau saja bahannya jelek mungkin sudah patah tuh kursi. Posisi ini berlangsung 20 menit lamanya karena kami begitu terhanyut menikmatinya. Selama itu terdengar dua SMS yang masuk ke ponselku namun tak kuhiraukan agar tak merusak suasana.

Akhirnya akupun tak bisa menahan orgasmeku, tubuhku kembali menggelinjang dahsyat, pandanganku serasa berkunang-kunang. Mengetahui aku akan segera keluar, dia makin bergairah, tubuhku ditekan-tekan sehingga penisnya menusuk lebih dalam, tangannya pun semakin kasar meremasi payudaraku.

“Aaaahhkkkk….!” jeritku bersamaan dengan lagu mp3 yang hampir berakhir

Kugenggam erat lengan Dimas dan menggigit bibir merasakan gelombang dahsyat itu melanda tubuhku. Aku merasakan cairan cinta yang mengalir hangat pada selangkanganku. Akupun akhirnya bersandar lemas dalam dekapannya, penisnya tetap menancap di vaginaku, nafas kami tersenggal-senggal dan keringatpun bercucuran dengan derasnya. Kemudian dia angkat tubuhku hingga penisnya tercabut, tangan satunya menyelinap ke lipatan pahaku. Diangkatnya tubuhku dengan kedua lengan, aku menjerit kecil saat dia tiba-tiba menaikkanku ke lengannya karena kaget dan takut jatuh. Dibawanya aku ke ranjang lalu diturunkan di sana, nafasku belum teratur sehingga nampak sekali dadaku turun naik seperti gunung mau meletus. Tepat disebelah kami Dadan sedang menindih tubuh telanjang Indah dengan gerak naik-turun yang cepat. Indah hanya bisa menggelinjang dan mendesah, rambut panjangnya sudah kusut tak karuan, matanya menatap kosong pada kami.

“Lagi yah Ci, dikit lagi tanggung gua belum keluar nih” pinta Dimas sambil merenggangkan kedua pahaku.

Aku hanya pasrah saja mengikuti apa maunya. Dengan lancar penisnya yang sudah basah dan licin itu meluncur ke dalam vaginaku, aku mendesis dan meremas sprei saat dia hentakkan pinggulnya hingga seluruh penisnya masuk. Lagu dari komputer entah sudah berganti berapa kali, kali ini yang mengalun adalah lagunya Aerosmith yang dipakai soundtrack film ‘Armageddon’nya Bruce Willis. Lagu ini mengiringi permainan kami dalam babak ini. Perkasa juga si Dimas ini, dia masih sanggup menggenjotku dengan frekuensi tinggi sampai tubuhku terguncang hebat, padahal sebelumnya dia sudah membuatku dan Indah orgasme, kekuatannya jauh lebih meningkat dibanding ketika pertama kali one night stand denganku setahun lalu. Aku menggenggam tangan Indah dan bertatapan wajah dengannya

“Udah berapa kali Ndah ?” tanyaku bergetar

“Nggak tau…udah aahh…keenakan…ga hitung…lagi” jawabnya dengan mata merem melek.

Aku makin tak terkontrol, kepalaku kugelengkan ke kiri-kanan, sesekali aku menggigit jari saking nikmatnya kocokan Dimas. Dia mempermainkan birahiku dengan sengaja tidak menyentuh payudaraku membiarkannya bergoyang-goyang seirama badanku, sehingga aku sendiri yang berinisiatif meraih tangannya dan meletakkannya di payudaraku, barulah dia mulai memencet-mencet putingku membuatku semakin terbakar. Akhirnya akupun sudah tidak kuat lagi, perasaan itu kuekspresikan dengan sebuah erangan panjang dan menarik sprei di bawahku hingga berantakan.

“Udah dulu dong, Mas…gua gimana bisa kuliah ntar !” pintaku dengan terengah-engah

Tubuhku basah seperti mandi saja, habis AC kamarnya lagi rusak sih, sementara ini cuma ada kipas angin berukuran sedang, sedangkan iklim di Jakarta tau sendiri kan seperti apa gerahnya. Paham dengan kondisiku, dia biarkan aku beristirahat, dikecupnya bibirku dengan lembut disertai sedikit kata-kata manis dan pujian, setelah itu dia beralih ke Indah untuk menuntaskan hajatnya yang tinggal sedikit lagi. Kuseka dahiku yang bercucuran keringat lalu kulirikkan arlojiku, 20 menit lagi jam tiga, harus segera siap-siap kembali ke kampus.

Indah yang sedang dalam posisi dogie digarap dari dua arah oleh mereka. Dadan yang menyodoknya dari belakang akhirnya klimaks, dia mengeluarkan penisnya dan menyiramkan isinya di punggung dan pantat Indah. Si Dimas yang sedang menyetubuhi mulut Indah juga tak lama kemudian menyusul, dia mengerang sambil menahan kepala Indah pada penisnya. Indah sendiri hanya bisa mengerang tertahan dan matanya merem melek menerima semprotan sperma Dimas, nampak cairan putih itu meleleh sedikit di pinggir bibir mungilnya. Dimas ambruk di sisiku dengan memeluk Indah yang menyandarkan kepalanya ke dada bidangnya, si Dadan terduduk lemas di bawah ranjang (karena ranjang sudah penuh sesak). Setelah tubuhku cukup stabil, pelan-pelan aku bangkit menuju kamar mandi dengan langkah gontai. Disana aku mencuci muka, dan membersihkan ceceran sperma di tubuhku dengan air. Indah masuk ketika aku sedang duduk di toilet buang air kecil.

“Huh…ngagetin aja lu Dah, rambut acak-acakan kaya kuntilanak gitu lagi !” ujarku

“Kuntilanak bajunya putih oi, ga bugil gini” jawabnya asal, lalu menyalakan kran wastafel.

Setelah selesai berbenah diri, kami mengenakan kembali pakaian kami untuk kembali kuliah. Saat itu jam sudah menunjukkan hampir pukul tiga, maka itu kami agak terburu-buru sampai aku melupakan ponselku sehingga pulang kuliah aku harus balik lagi ke sini untuk mengambilnya. Kami berlari-lari kecil ke kampus, mana ruang kuliahku di lantai tiga lagi, aku sampai ke kelas terlambat lima menit, untung belum melebihi toleransi keterlambatan. Di kelas pun aku tidak bisa fokus karena selain masih lelah, dosennya, Pak Iwan ngomongnya juga slow motion, bikin ngantuk saja sehingga beberapa kali aku menguap. Temanku di sebelah bahkan bertanya

“Baru bangun tidur lu Ci ? kok kusut gitu” karena make up ku memang agak luntur waktu cuci muka tadi

“Iyah nih masih ngantuk tadi di kost temen belum cukup tidurnya” jawabku tersenyum dipaksa

Lelah sekali hari itu sehingga begitu sampai di rumah aku langsung tiduran dan bangun jam tujuh malam, baru mandi untuk bersiap-siap menunggu jemputan Verna dan lainnya untuk nge-dugem malam itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Seks: Bocah Nyusu Plus Ngentot Efni

Mama Gitu Dehh 1 - 5

Tukang Kebun yang Menggarap Memekku